Liputan6.com, Jakarta - Badan Lingkungan Nasional Singapura (NEA) berencana menerapkan skema memerangi sampah kemasan pada pertengahan 2024 untuk mendorong praktik daur ulang. Saat diluncurkan, deposit senilai 10 hingga 20 sen dolar Singapura (setara Rp1 ribu--Rp2 ribu-an) akan diterapkan ke semua wadah minuman kaleng dan botol plastik.
Melansir Mothership, Rabu, 21 September 2022, sebelumnya, mereka telah mengumpulkan opini dalam sesi konsultasi publik. Penerapan aturan itu membuat pelanggan dapat mengharapkan membayar antara 1,1 dolar Singapura (setara hampir Rp12 ribu) dan 1,2 dolar Singapura (setara hampir Rp13 ribu) untuk minuman kaleng yang biasanya berharga 1 dolar Singapura (sekitar Rp10 ribu-an).
Baca Juga
Advertisement
Ini berlaku untuk minuman kaleng dan botol plastik dari semua ukuran dan semua jenis minuman, termasuk bir, susu, dan minuman ringan. Deposit tersebut kemudian akan dikembalikan pada pelanggan saat mereka mengembalikan kemasan pascakonsumsi di titik pengembalian yang ditentukan.
Menurut NEA, titik pengembalian ini umumnya akan berlokasi di gerai ritel dan ruang komunitas. Di sana, konsumen dapat menggunakan Reverse Vending Machine (RVM) atau menerima over-the-counter melalui kasir. Opsi pengembalian dana dapat mencakup transfer elektronik, uang tunai atau voucer tunai, maupun sumbangan untuk amal.
Skema ini merupakan fase pertama dari pendekatan Extended Producer Responsibility (EPR) untuk mengelola sampah kemasan dan bertujuan memperbaiki tingkat daur ulang wadah minuman yang rendah di Singapura. Skema serupa di negara-negara, seperti Norwegia, Lithuania, dan Finlandia telah melihat peningkatan pengembalian kemasan pascakonsumsi yang signifikan, yakni sekitar 92 persen.
Pentingnya 3R
Pada saat yang sama, skema pengembalikan kemasan pascakonsumsi berupaya meningkatkan kesadaran akan pentingnya 3R: Reduce, Reuse, dan Recycle. Tingkat daur ulang yang lebih tinggi juga akan memperpanjang umur TPA Semakau di negara itu setelah 2035 dan mengurangi emisi karbon.
Untuk tahap pertama, skema hanya mencakup kaleng dan botol plastik. Ini karena konsumsinya yang tinggi, nilai material yang tinggi, kemudahan pengumpulan, dan pemadatan, kata NEA. Kontainer yang tercakup dalam skema akan diberi label dengan tanda deposit dan barcode terdaftar untuk RVM dalam mengidentifikasi kontainer yang memenuhi syarat.
Botol kaca dan karton minuman, yang lebih kompleks untuk didaur ulang dalam hal logistik pengumpulan dan infrastruktur, mungkin dimasukkan dalam fase mendatang. Implementasi skema pengembalian kemasan minuman pertama kali diumumkan pada debat Komite Pasokan 2020 di Parlemen Singapura.
Sejak itu, NEA telah berkonsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk menyusun makalah terkait pengusulan skema ini. Dalam survei terhadap 1.000 rumah tangga yang dilakukan pada awal 2021, badan tersebut menemukan bahwa delapan dari 10 orang umumnya mendukung skema tersebut.
Advertisement
Lokasi Pengembalian Terfavorit
Sebagian besar merasa bahwa jumlah deposit 10 hingga 20 sen dolar Singapura masuk akal untuk memotivasi pengembalian kemasan pascakonsumsi yang nantinya akan didaur ulang. Supermarket adalah lokasi pengembalian yang paling disukai.
Untuk saat ini, NEA sedang mempertimbangkan mengamanatkan supermarket yang lebih besar dari 200 meter persegi di total area lantai untuk ditunjuk sebagai titik pengembalian, yang berarti mencakup sekitar 400 supermarket di Singapura.
NEA mengundang masyarakat Singapura berbagi pandangan mereka tentang skema tersebut, terutama pada jenis wadah minuman yang akan disetor, jumlah setoran, dan lokasi titik pengembalian. Jika ingin memberikan umpan balik tentang skema tersebut, publik Negeri Singa dapat mengunjungi go.gov.sg/nea-bcrs.
Di sana, mereka juga dapat membaca makalah konsultasi publik. Survei masih akan dibuka hingga 14 Oktober 2022. Senada dengan Singapura, sampah kemasan juga masih jadi momok di Indonesia.
Upaya kolektif telah dilakukan berbagai pihak, sementara usaha individu salah satunya datang dari praktisi hidup nol sampah, Andhini Miranda. Menggagas konsep "Rumah Tanpa Tempat Sampah" telah membuatnya dan keluarga mengurangi kemasan sekali pakai semaksimal mungkin.
Cegah Sampah Sejak Awal
Berdasarkan pengalamannya dan keluarga menjalani hidup nol sampah, mencegah sampah sejak awal dengan menolak produk dalam kemasan sekali pakai. Menolak produk yang sifatnya sekali pakai memang sangat efektif dalam menekan jumlah sampah rumah tangga mereka, katanya melalui email pada Liputan6.com, pekan lalu.
"Karena setiap produk, apapun materialnya, memiliki dampak ekologis. Tidak hanya setelah produk atau kemasan tersebut selesai dipakai, namun sejak awal pembuatannya," tutur perempuan yang juga seorang ibu rumah tangga itu.
Tapi, jika nol sampah masih dianggap berat, langkah awalnya bisa dimulai dari pilah sampah dari rumah. Itu, menurut Andhini, penting untuk dilakukan guna mencegah sampah rumah tangga berakhir di TPA.
"Jika sampah sudah dicegah sejak awal, tidak ada sampah yang perlu dikelola, lebih praktis dan lebih mudah," tuturnya. "Baru untuk sampah yang tidak terhindari seperti sisa organik dari kegiatan dapur, sampahnya bisa dipilah sesuai jenis. Setelah itu, dikelola sesuai jenis materialnya."
"Sampah organik dijadikan kompos dengan fasilitas kompos rumahan. Lalu, untuk sampah non-organik yang tidak bisa digunakan kembali, dikirim ke pelaku daur ulang kredibel agar sampahnya terkelola dengan baik," tutupnya.
Advertisement