Liputan6.com, Jakarta - EMT, perempuan berusia 43 tahun ini hanya tertunduk lesu saat dibawa keluar polisi wanita (polwan) dari ruangan berukurang 4x5 di Polda Metro Jaya. Tersangka kasus prostitusi anak ini terus berusaha menutupi wajahnya dengan kain pashmina hitam.
EMT bersama rekannya RR alias Ivan (19) merupakan muncikari yang menyekap anak baru gede (ABG) untuk dijadikan pekerja seks komersial (PSK). Keduanya dihadirkan di ruang konferensi pers Gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya pada Rabu (21/9/2022).
Baca Juga
Advertisement
Awak media mengabadikan wajah dan penampilan tersangka menggunakan ponsel dan kamera video. Suara jepretan kamera beberapa kali terdengar.
Tak lama EMT dan RR berdiri di belakang Kabid Humas Polda Metro, Kombes Pol Endra Zulpan, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah, dan Kepala UPT P2TP2A Provinsi DKI Jakarta, Tri Palupi.
Pria yang akrab disapa, Zulpan kemudian memerintahkan anak buahnya untuk membawa kembali kedua tersangka masuk ke ruangan. "Sudah ya, penyidik bawa lagi masuk kedua tersangka," celetuk Zulpan.
EMT dan RR alias Ivan lantas digiring kembali ke ruangan 4x5 meter. Saat itu, Awak media kembali mendekat ke arah tersangka untuk merekam dan memfoto wajahnya.
Salah satu tersangka EMT tak kuasa menahan malu. Ia bahkan sampai meneteskan air mata menangis sesenggukan.
EMT berurusan dengan polisi usai dilaporkan oleh MRT ke Polda Metro Jaya pada 14 Juni 2022 atas kasus eksploitasi seksual anak. Anaknya, berinisial NAT (15) disekap dan dijual sebagai PSK ke pria hidung belang.
Dalam kurun waktu satu setengah tahun, NAT diajak berpindah-pindah unit apartemen di Tangerang dan Jakarta.
"Jadi 3 tempat apartemen ini, si korban ini selalu ditaruh di situ dalam kurun waktu 2021 sampai 2022," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Endra Zulpan saat memaparkan ke awak media, Rabu (21/9/2022).
Dijanjikan Upah Rp 300 Ribu - Rp 500 Ribu
EMT mengeksploitasi NAT secara seksual. Dibantu oleh RR alias Ivan untuk mencari pelanggan secara online. RR memanfaatkan akun Qwerty di aplikasi Michat.
Berdasarkan pemeriksaan, NAT dijanjikan mendapat upah senilai Rp 300.000 sampai dengan Rp 500.000 sekali melayani tamu.
Polisi menjadikan tangkapan layar percakapan dan bukti transfer penyewaan kamar unit apartemen sebagai barang bukti.
"Pelaku menawarkan korban untuk dijadikan sebagai wanita BO booking out dengan menjanjikan akan mendapat uang yang banyak," ujar Zulpan.
Namun, NAT harus gigit jari. Ternyata, ia tidak pernah mendapatkan sepeser pun selama bekerja melayani tamu. Alasannya, NAT masih memiliki tumpukan utang yang harus segera dilunasi.
Adapun, nominal utang yang tercatat dalam buku milik tersangka EMT selaku muncikari mencapai Rp 32.290.000.
"Seluruh hasil uang melayani tamu setiap harinya diminta oleh pelaku dengan alasan untuk membayar utang yang dimiliki korban," ujar dia.
Advertisement
Disandera dengan Utang yang Tak Kunjung Lunas
Selama itu belum dibayarkan, NAT tidak boleh meninggalkan pekerjaan sebagai pekerja seks komersial (PSK).
"Korban ingin keluar dari pekerjaan tersebut, Ini mendapat penolakan dan penghalangan oleh pelaku dengan alasan korban si anak ini masih memiliki hutang yang cukup banyak kepadanya, sehingga tidak bisa dikeluarkan," ujar Zulpan.
Subdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya akhirnya mengungkap bisnis prostitusi yang dijalankan oleh EMT dan RR alias Ivan.
Kedua tersangka dijerat Pasal 76 juncto Pasal 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang RI Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Kemudian, Pasal 12 dan atau Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual.
"Semuanya mengakui perbuatannya," ujar dia.
Polda Metro Jaya meminta kepada orang tua untuk terus mengawasi anaknya.
"Apabila ada korban-korban lain yang sama, seperti yang dialami korban ini, jangan sungkan untuk melaporkan kepada kepolisian," kata Zulpan mengakhiri.