Liputan6.com, Jakarta Pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menetapkan Kompleks Jalan Pasar Baru sebagai Kawasan Cagar Budaya pada Rabu (21/9/2022). Selain itu, ditetapkan juga Batu Penggilingan dan Prasasti Padrao sebagai Benda Cagar Budaya.
Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana mengatakan, penetapan ini dilakukan setelah proses kajian yang dilakukan oleh Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Provinsi DKI Jakarta. Adapun keputusan ini ditetapkan melalui Keputusan Gubernur.
"Penetapan Kompleks Pasar Baru sebagai Situs Cagar Budaya dikarenakan bangunan pada kawasan ini memiliki struktur cagar budaya yang menyimpan informasi mengenai kegiatan manusia pada masa lalu. Sehingga keberadaannya perlu dilestarikan dan dilindungi," kata Iwan.
Lebih lanjut, Iwan menerangkan, Kompleks Jalan Pasar Baru merupakan kawasan perdagangan yang telah berkembang sejak awal abad ke-19. Di dalam Kompleks Jalan Pasar Baru, terdapat beberapa bangunan dan struktur yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya sebelumnya.
Baca Juga
Advertisement
Kemudian, Batu Penggilingan berjumlah enam buah batu penggilingan tebu yang berada di Jalan Raya Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur. Benda tersebut sudah ada pada abad ke-17 dan merupakan cikal bakal perkembangan industri gula tradisional di Indonesia, yang menunjukkan kemampuan masyarakat pada masa lalu dalam mengolah bahan mentah menjadi sebuah produk. Selain itu, nama Penggilingan juga diadopsi menjadi nama daerah tempat batu tersebut berada.
Sementara itu, Prasasti Padrao merupakan koleksi dari Museum Nasional Indonesia. Batu Padrao memiliki ketinggian sekitar 2,5 m dan memiliki empat sisi. Namun, hanya dua sisi yang tampak ada inskripsinya sedangkan dua bagian lain tidak memiliki inskripsi tetapi terdapat pahatan yang kemungkinan besar dibuat oleh tangan manusia.
Prasasti Dibuat Tahun 1522
Prasasti yang dibuat pada tahun 1522 ini merupakan penanda khas bangsa Portugis di setiap wilayah yang dikunjungi. Prasasti ini juga merupakan bukti kehadiran awal bangsa Eropa di wilayah Kerajaan Padjajaran dan menunjukkan sikap keterbukaan kerajaan di Nusantara kepada setiap pendatang.
Sebagai informasi, pada tanggal 21 Agustus 1522, Batu Padrao ini menjadi penanda perjanjian internasional antara Kerajaan Sunda (Pajajaran) dan Portugis, yaitu Surawisesa dan Henrique Leme. Kehadiran Prasasti Padrao ini juga sekaligus menjadi penanda pembangunan Sunda Kelapa sebagai salah satu zona ekonomi pada masa itu.
Reporter: Lydia Fransisca/Merdeka.com
Advertisement