BI Prediksi Inflasi Inti Melonjak ke 4,6 Persen di Akhir 2022

Berdasarkan penelitian bank Indonesia dampak second round (putaran kedua) kenaikan BBM akan berlangsung kurang lebih sekitar 3 bulan ke depan.

oleh Tira Santia diperbarui 22 Sep 2022, 16:45 WIB
Seorang pedagang membawa cabai di Pasar Senen, Jakarta, Jumat (16/9/2022). Pemerintah memprediksi laju inflasi sebesar 1,38% pada September 2022. Adapun prediksi ini akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Kementerian Keuangan mengatakan laju inflasi akan kembali normal pada November 2022. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) memprediksi inflasi inti (core inflation) pada akhir 2022 bisa sentuh 4,6 persen. Angka tersebut berdasarkan perhitungan dampak kenaikan BBM subsidi.

“Kalau kita lihat inflasi inti bulan lalu masih 3,04 persen kemungkinan akan naik pada bulan ini, dan puncaknya pada akhir tahun kurang lebih inflasi inti kurang lebih inflasi inti 4,6 persen itu puncaknya,” kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam pengumuman RDG BI September 2022, Kamis (22/9/2022).

Atas dasar tersebut, Pemerintah dan Bank Indonesia akan terus berupaya untuk menurunkan inflasi inflasi dibawah 4 persen mulai kuartal III tahun 2023.

Sejalan dengan hal itu, Bank Indonesia juga memprediksi inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada akhir tahun 2022 bisa tembus lebih dari 6 persen. Pasalnya, pengalihan tambahan subsidi dalam bentuk bantuan sosial dan adanya penyesuaian harga BBM khususnya Pertalite dan solar, tentu akan menambah tekanan inflasi ke depan.

“Dampak dari pengalihan atau penyesuaian harga BBM ini tidak hanya dampak langsung daripada kenaikan pertalite dan solar saja, tapi juga berdampak pada tarif angkutan, Pemerintah sudah memutuskan tarif angkutan, dan juga dampak second round impactnya terhadap barang-barang yang lain,” ujar Perry.

Berdasarkan penelitian bank Indonesia dampak second round (putaran kedua) kenaikan BBM akan berlangsung kurang lebih sekitar 3 bulan ke depan. Oleh karena itu, pada bulan ini kemungkinan inflasi sudah meningkat.

“Survei pemantauan harga yang dilakukan bulan ini yang dilakukan Bank Indonesia inflasi akan sudah naik pada 5,89 persen. Yang tertinggi adalah bulan ini karena dampak langsung dari penyesuaian harga subsidi dan tentu saja tarif angkutan, meskipun tarif angkutan belum semuanya,” ujarnya.

Ke depan setiap bulannya, Bank Indonesia akan melihat kembali perkembangan ekonomi global dan domestik. Pihaknya optimis dengan sinergi dan koordinasi yang sangat erat antara Pemerintah pusat dan daerah bisa mengendalikan inflasi.

“46 kantor Bank Indonesia kami serahkan agar second roundnya lebih terkendali, agar inflasi kita relatif terkendali dibandingkan negara lain. Kami akan memantau dari bulan ke bulan dan memperkuat respon kebijakan yang diperlukan baik dari sisi moneter, makroprudensial, dan lain-lain,” pungkasnya.


Inflasi Jadi Ancaman Serius, Bisakah Indonesia Bertahan?

Aktivitas perdagangan di Pasar Senen, Jakarta, Jumat (16/9/2022). Pemerintah memprediksi laju inflasi sebesar 1,38% pada September 2022. Adapun prediksi ini akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Kementerian Keuangan mengatakan laju inflasi akan kembali normal pada November 2022. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kenaikan angka Inflasi menjadi ancaman yang paling serius di Indonesia dan juga belahan dunia lainnya. Walaupun begitu, patut disyukuri Indonesia mempunyai daya tahan dalam menghadapi situasi yang memang penuh dengan ketidakpastian.

Anggota DPR RI Komisi XI Muhammad Miskhbahun menjelaskan, dalam nota keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2023 bahwa pemerintah melakukan upaya-upaya antisipasi ekonomi global yang menghadapi ancaman stagflasi.

"Stagflasi adalah fase berikutnya setelah inflasi tinggi, begitu inflasi tinggi terjadi penurunan terhadap daya beli. Pemerintah ingin RAPBN 223 ada upaya program dalam upaya meningkatkan produktivitas," ujar Misbahun, Jakarta, Rabu (21/9/2022).

Pemerintah berharap dengan adanya windfall dari produk mineral serta hilirisasi sektor tambang dan perkebunan dapat memberikan windfall terhadap cadangan devisa dan penerimaan perpajakan.

"ini adalah upaya pemerintah yang sungguh-sungguh bagaimana APBN menjadi absorber sebagai peredam kecut terhadap situasi-situasi yang penuh dengan ketidakpastian yang datangnya dari situasi ekonomi global, dan kita bersyukur indonesia saat ini sedikit negara yang mampu bertahan dari gempuran dari situasi yang sangat berat dari eko global karena adanya windfall peneriman yang luar biasa dari sumber daya alam kita," jelas dia.

 


Menaikkan Daya Beli

Seorang pedagang membawa cabai hijau di Pasar Senen, Jakarta, Jumat (16/9/2022). Pemerintah memprediksi laju inflasi sebesar 1,38% pada September 2022. Adapun prediksi ini akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Kementerian Keuangan mengatakan laju inflasi akan kembali normal pada November 2022. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Miskhbahun mengatakan pemerintah yang melakukan upaya bagaimana daya beli masyarakat tetap tahan yang itu melakukan upaya yang serius dalam bentuk belanja, dalam bentuk subsidi dan kompensasi, arah pemerintah bagaimana tetap tumbuh tapi kita juga kemudian ruang fiskal yang memadai.

"Kebijakan subsidi ini luar biasa dilakukan pemerintah bagaimana daya beli masyarakat tetap bertahan karena kalau kita perhatikan krisis global salah satu disebabkan oleh pasokan energi yang mengalami hambatan," kata Misbahun.

Lebih lanjut, Miskhbahun memastikan dengan adanya peran Rusia dan Ukraina, hingga situasi perang dagang antara China dan Amerika Serikat bisa dipastikan situasi ini akan memakan waktu yang cukup panjang.

"Ini yang harus diantisipasi oleh pemerintah dalam bentuk pemberian subsidi supaya rumah eko kita menjadi lebih berkualitas dan tidak digerus oleh kondisi inflasi, yang menggerus kualitas pertumbuhan," terang dia.

 

Infografis Indonesia Masuk Resesi Ekonomi. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya