Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai, Ketua Umum Prabowo Subianto memerlukan calon wakil presiden (cawapres) yang bisa melengkapi. Ia mengusulkan, Prabowo mencari cawapres dari kalangan religius dan tokoh sipil.
Sebab, latar belakang Prabowo yaitu sosok nasional dan militer. Jangan sampai cawapres yang mendampingi tidak melengkapi.
Advertisement
"Ya komplementer. Kalau Pak Prabowo nasionalis ya tentu orangnya harus lebih dekat dengan agamis, kalau (Prabowo) militer (wakil) sipil. Itu yang komplementer," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/9).
Menurut Fadli, perlu juga dicari cawapres yang dapat mengerek elektabilitas Prabowo. Namun, ia enggan menyebutkan nama siapa yang cocok.
Fadli mengatakan, saat ini proses menuju Pemilu 2024 masih panjang. Dinamika akan terus berubah sampai tahun 2023.
"Menurut saya itu dinamikanya masih berproses kita belu. Bisa bilang apa-apa karena dinamika masih terus jalan dan berproses jadi diskusi-diskusi tentang hal itu masih terlalu pagi. Mending kita bahas hal konkret dulu karena itu kan 1 tahun lagi," jelas anggota Komisi I DPR RI ini.
Menit-Menit Akhir
Menurut Fadli, keputusan soal calon presiden dan calon wakil presiden yang bertarung di Pilpres 2024, akan terjadi di menit-menit terakhir. Ia mengungkit ada tokoh yang tiba-tiba batal maju di Pilpres di saat terakhir.
"Menurut saya dinamikanya masih terlalu pagi sementara waktu masih panjang. Biasanya keputusan last minute, lihat saja dalam berbagai Pilpres lalu selalu last minute. Menit-menit atau hari-hari terakhir baru kelihatan. Waktu itu aja ada capres sudah siap bajunya, sudah tinggal nyeberang enggak jadi. Itu kan last minute namanya," kata Fadli.
Advertisement
PKB Tidak Setuju Jokowi Jadi Cawapres Prabowo Subianto
Wakil Sekretaris Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Maman Imanulhaq menolak wacana duet Prabowo Subianto dan Joko Widodo atau Jokowi di Pilpres 2024. Maman tidak setuju Presiden Jokowi maju lagi sebagai wakil presiden.
"Ya enggak setuju lah Jokowi jadi wapres, ngapain," kata Maman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (15/9/2022).
Maman pun menolak pernyataan Jubir MK Fajar Laksono bahwa presiden dua periode bisa maju lagi menjadi calon wakil presiden. Ia menilai, tidak mungkin Jokowi mau lagi menjadi wakil presiden.
"Saya rasa logika MK itu tidak logis. Kita itu banyak sekali kok kader-kader bangsa, masa Jokowi dari presiden ke wapres, enggak ada kerjaan banget, catat itu," tegasnya.
Sementara itu, PKB tetap pada sikapnya untuk mendorong Ketua Umum Muhaimin Iskandar sebagai calon presiden di Pemilu 2024.
Dia menerangkan, tidak ada pembahasan di internal koalisi Gerindra-PKB untuk menduetkan Prabowo dengan Jokowi. "Kita tetap presidennya Cak imin," ujar Maman.
Wacana Jokowi Cawapres Prabowo Dinilai Rendahkan Wibawa Presiden Muhammad Radityo Priyasmoro
Gerindra memantik wacana duet Prabowo-Jokowi di Pemilu 2024. Namun, posisi Jokowi didisposisi menjadi wakil presidennya.
Menanggapi hal itu, Analis Politik Pangi Syarwi Chaniago, menyatakan, perlu ditanyakan lebih dulu betulkah Jokowi mau menjadi cawapresnya dari Prabowo.
"Mohon maaf, nampaknya tawaran tersebut justru merendahkan wibawa dan martabat Jokowi yang pernah menjadi presiden dua periode," kata CEO & Founder Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, lewat keterangan pers diterima, Kamis (15/9/2022).
Meski pertanyaan itu hanya dapat dijawab oleh Jokowi, namun Pangi termasuk tidak yakin Jokowi mau untuk digandeng menjadi wakil presiden Prabowo.
“Masih jauh lebih tertarik Jokowi mungkin dengan ide tiga periode, faktanya presiden Jokowi cenderung selama ini membiarkan wacana tersebut terus dipancarkan “inner circle” pendukung beliau, ditambah lagi presiden Jokowi mengatakan itu sah-sah saja karena bagian dari suara demokrasi," jelas Pangi.
Pangi menambahkan, wacana duet Prabowo-Jokowi belum ada jaminan bahwa duet ini diprediksi bakal mulus melenggang ke kursi Istana.
"Citra, elektabilitas Jokowi ada kemungkinan redup. Itu artinya tingkat kepuasan terhadap kinerja Jokowi sebagai presiden terjadi fluktuasi dan dinamis, ada kemungkinan figur Jokowi tidak lagi se-populer ketika maju pada pemilu 2014 dan pemilu 2019," jelas Pangi.
Reporter: Ahda Bayhaqi
Sumber: Merdeka.com
Advertisement