Liputan6.com, Tehran - Situasi di Iran memanas karena kematian wanita muda bernama Mahsa Amini (22). Wanita itu meninggal setelah ditangkap polisi moral karena tidak benar dalam memakai hijab.
Kematian Mahsa Amini memantik demo besar-besaran di Iran. Viral pula video-video beredar di Twitter ketika wanita Iran berani membuka hijab mereka. Penulis Harry Potter, JK Rowling, bahkan ikut mendukung perjuangan para wanita Iran.
Baca Juga
Advertisement
Dilaporkan VOA Indonesia, Kamis (22/9/2022), video warganet yang diposting di media sosial tampak menunjukkan protes-protes anti-pemerintah terbaru yang berlangsung di sedikitnya 16 dari 31 provinsi pada hari Selasa. Ini lonjakan besar dari awalnya sedikit provinsi yang terlihat dalam video protes di media sosial dalam empat hari sebelumnya.
VOA tidak dapat memverifikasi secara independen protes-protes selama hampir sepekan itu karena dilarang melaporkan di dalam Iran.
Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan pemerintah tidak terkejut protes-protes berkobar di Iran terkait kematian polisi yang ditahan polisi moral negara itu pekan lalu.
Sullivan mengatakan, “Kami tidak terkejut melihat orang-orang dari semua lapisan masyarakat keluar di Iran untuk menentang keras hal itu dan mengatakan ini bukanlah masyarakat yang mereka inginkan. Ini tidak konsisten dengan kewajiban negara manapun di bawah Deklarasi HAM Universal PBB. Dan ini adalah sesuatu yang akan ditentang keras dan tegas oleh AS, sebagaimana yang saya lakukan sebelumnya dan kembali saya lakukan sekarang.”
Protes Terus Membara
Protes-protes dimulai hari Jumat lalu setelah rumah sakit mengukuhkan kematian perempuan berusia 22 tahun itu. Amini adalah warga minoritas Kurdi Iran yang tinggal di kota Saqez, provinsi Kurdistan, Iran Barat Laut.
Anggota keluarganya melaporkan bahwa polisi moral Iran menangkap Amini sewaktu ia berkunjung ke Teheran pada 13 September lalu. Mereka mengatakan polisi menuduh Amini tidak mengenakan jilbabnya dengan benar, dan membawanya ke kantor polisi di mana ia dilaporkan koma sewaktu berada dalam tahanan dengan perempuan-perempuan lainnya.
Kerabat Amini menuduh polisi Iran menganiayanya di dalam tahanan dan bergegas menguburkannya di Saqez pada hari Sabtu tanpa memberitahu hasil autopsi.
Pihak berwenang membantah telah menganiaya Amini dan menyebut kematiannya adalah karena serangan jantung. Keluarganya mengatakan Amini tidak memiliki riwayat gangguan jantung.
Advertisement
Kecaman Dunia
Pada Selasa (20/9), menghadapi kecaman internasional karena kematian seorang perempuan yang ditangkap polisi moral. Kematian perempuan muda bernama Mahsa Amini itu telah memicu demonstrasi selama tiga hari, termasuk bentrokan dengan pasukan keamanan di ibu kota Teheran dan kerusuhan lain yang menewaskan sedikitnya tiga orang.
Kantor PBB Urusan Hak Asasi Manusia menyerukan penyelidikan atas kematian Amini.
Amerika Serikat, yang tengah berupaya menghidupkan kembali kesepakatan nuklir tahun 2015 dengan Iran, meminta pemerintah negara itu untuk mengakhiri “penganiayaan sistemik” terhadap kaum perempuan.
Italia juga menyampaikan kecaman keras atas kematian Amini.
Di sisi lain, para pejabat Iran menolak kritik yang dilontarkan oleh dunia internasional dan menyebutnya sebagai langkah bermuatan politik, dan menuduh negara-negara asing – yang tidak disebut namanya – mengobarkan kerusuhan.
Secara terpisah, seorang pejabat Iran mengatakan tiga orang tewas dibunuh kelompok bersenjata – yang juga tidak disebut namanya – di wilayah Kurdi, di mana demonstrasi tersebut berawal. Laporan tersebut merupakan konfirmasi pertama tentang kematian terkait demonstrasi dan kerusuhan pasca meninggalnya Amini.
Sementara kantor berita semi-resmi Iran, Fars, pada Senin (19/9) lalu, melaporkan kelompok-kelompok kecil demonstran kembali berkumpul di pusat kota Teheran, meneriakkan “matilah diktator!” Massa yang berjumlah sekitar 300 orang itu juga merusak rambu-rambu jalan.
Gubernur Teheran, Mohsen Mansouri, menuduh kedutaan-kedutaan asing telah memprovokasi demonstrasi itu, dan mengatakan tiga warga asing telah ditangkap. Ia tidak merinci kewarganegaraan dari ketiga orang yang ditangkap itu.
Polisi Moral
Kantor PBB Urusan Hak Asasi Manusia mengatakan dalam beberapa bulan terakhir ini, polisi moral Iran telah semakin memperluas patroli yang menarget perempuan yang tidak mengenakan jilbab dengan benar.
Lembaga tersebut menegaskan pihaknya telah memverifikasi beberapa video yang menunjukkan sejumlah perempuan ditampar, dipukul dengan pentungan dan dilempar ke mobil-mobil polisi karena mengenakan jilbab yang tidak sesuai aturan.
Patroli serupa menangkap Mahsa Amini, yang berusia 22 tahun, pada Selasa (13/9) lalu. Polisi lalu membawa Amini ke ke kantor polisi di mana ia akhirnya jatuh pingsan. Amini meninggal tiga hari kemudian. Polisi Iran membantah telah menganiaya Amini dan mengatakan bahwa ia meninggal karena serangan jantung. Pihak berwenang setempat menggarisbawahi penyelidikan yang sedang dilakukan terhadap insiden itu.
Penjabat Komisioner Tinggi PBB Untuk Hak Asasi Manusia Nada Al-Nashif mengatakan “kematian tragis Mahsa Amini dan dugaan penyiksaan serta perlakuan tidak menyenangkan lainnya harus segera diselidiki oleh otoritas independen yang kompeten, tidak memihak dan efektif.”
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken mengatakan Amini “seharusnya masih hidup pada hari ini.”
“Namun sebaliknya warga Amerika dan Iran berduka untuknya. Kami menyerukan kepada pemerintah Iran untuk mengakhiri penganiayaan sistemik terhadap perempuan dan mengizinkan berlangsungnya demonstrasi damai,” cuit Blinken.
Kementerian Luar Negeri Italia menyerukan adanya pertanggungjawaban dari “pelaku tindakan pengecut itu,” dengan mengatakan “kekerasan terhadap orang yang tidak bersalah, terutama perempuan dan anak perempuan, tidak boleh ditoleransi.”
Menanggapi sejumlah kecaman yang datang itu, Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian menolak kritik tersebut dengan mengatakan “Amerika Serikat menitikkan air mata buaya.”
“Investigasi telah diperintahkan untuk menyelidiki kematian tragis Amini, yang seperti dikatakan presiden (kami) – seperti putri kami sendiri. Bagi Iran, hak asasi manusia memiliki nilai yang melekat, tidak seperti mereka yang melihatnya sebagai alat untuk melawan musuh.”
Advertisement