Liputan6.com, Jakarta Lembaga Survei Charta Politika Indonesia telah melakukan survei terhadap masyarakat terkait kasus pembunuhan Brigadir Yoshua alias Brigadir J oleh mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo. Survei tersebut dilakukan kepada dua kelompok yaitu semua responden dan yang mengetahui kasus pembunuhan Brigadir J.
Hasil dari survei tersebut menyatakan bahwa mayoritas masyarakat sangat setuju bahwa Ferdy Sambo dipecat lantaran dirinya telah menjadi otak di balik pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Baca Juga
Advertisement
Pembagiannya, sebanyak 52,6 responden sangat setuju Sambo dipecat, sedangkan 58,1 persen yang mengetahui kasus pembunuhan tersebut juga setuju suami dari Putri Candrawathi tersebut dipecat.
Sebelumnya, Polri juga menyatakan bahwa pihaknya sejak awal berkomitmen untuk menindak tegas dan mengusut tuntas perkara ini. Terlihat sejak Polri menolak banding pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) Ferdy Sambo. Artinya putusan PTDH Ferdy Sambo sebagai anggota Polri telah final dan mengikat.
"Polri sejak awal komitmen untuk mengusut tuntas dan menindak tegas siapapun yang dianggap tidak profesional maupun terlibat dalam kasus itu," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo kepada awak media, Jakarta, Kamis, 22 September 2022.
Dedi juga mengatakan harapan nantinya baik tim khusus (timsus) dan inspektorat khusus sampai saat ini akan terus fokus mendalami berkas perkara kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J, sidang kode etik, serta berkas kasus pidana menghalangi penyidikan atau obstruction of Justice.
"Kami terus secara intens berkoordinasi dengan jaksa penuntut umum untuk proses pemberkasan agar segera rampung untuk dilanjutkan ke persidangan. Kami terus berkomitmen mengusut tuntas perkara ini," jelas Dedi.
Ayah Brigadir J Lelah dengan Kasus Ferdy Sambo
Sementara itu, ayah Brigadir Novriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Samuel Hutabarat, merasa lelah dengan proses hukum kasus pembunuhan berencana anaknya yang masih berlanjut.
Hampir tiga bulan, kasus yang menyeret mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo tersebut belum juga naik ke persidangan.
Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto tak mau berkomentar banyak soal pernyataan ayah Brigadir J tersebut.
"Nanti saja ikuti persidangan," kata Agus saat dihubungi, Jakarta, Kamis (23/9/2022).
Sementara secara terpisah, Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menegaskan pihaknya tetap fokus dalam mengusut perkara pembunuhan Brigadir J hingga tuntas. Tentunya, ini mencakup kasus pembunuhan berencana yang dilakukan Ferdy Sambo dan obstruction of justice.
"(Polri) fokus pada kasus utama," singkat Dedi.
Sebelumnya, penasihat hukum keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak mengatakan, ayah Brigadir J merasa lelah dengan bergulirnya proses hukum yang tak kunjung usai.
Advertisement
Pengacara Keluarga Brigadir J Mengaku Kecewa
Belum lama ini, Kamaruddin Simanjuntak kedapatan melontarkan pernyataan di layar kaca yang akhirnya menjadi perbincangan di media sosial.
Salah satunya, dia meminta maaf kepada seluruh masyrakat Indonesia. Seperti yang diunggah di akun TikTok @tobellyboy.
"Saya betul-betul minta maaf, saya juga sudah berjuang dengan mengorbankan segalanya baik pikiran, materi, maupun waktu. Saya men-delay semua perkara ini tapi saya tidak bermaksud untuk mengungkit-ungkit perkara itu," kata dia.
Pernyataan itu dilontarkan lantaran Kamaruddin mengaku kecewa dengan sikap Jokowi. Kendati telah memberi perintah kepada Polri untuk mengusut tuntas serta membuka kasus seterang-terangnya, namun Jokowi tak ada sikap tegas yang seolah menjadi harapan Kamaruddin.
"Tetapi karena Presiden tidak mau berbuat sesuatu, maka pada akhirnya... Walaupun dia mengatakan buka seterang-terangnya, memang kita akui dia mengatakan itu empat kali," imbuhnya.
Kamaruddin kesal, proses hukum atas para pihak yang ditetapkan sebagai tersangka tak kunjung menemui akhir. Hingga tiga bulan, belum ada titik terang.
Kamaruddin mengklaim, jika dia menjadi penyidik, bakal mampu menyelesaikan perkara tersebut dalam setengah hari saja dengan kemampuannya. Menurut dia, tak ada campur tangan dari sang RI 1 membuat institusi Polri hanya berjalan di tempat yang sama.