Bea Cukai Ungkap Pencucian Uang dari Penyelundupan Impor Rokok Ilegal Senilai Rp 1 Triliun

Direktorat Jendral Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berhasil mengungkap tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari Penyelundupan Impor Rokok Ilegal.

oleh Ajang Nurdin diperbarui 23 Sep 2022, 16:40 WIB
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani di Kepulauan Riau.

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jendral Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bekerja sama dengan Aparat Penegak Hukum (APH) berhasil mengungkap tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari Penyelundupan Impor Rokok Ilegal. Nilai dari penyelundupan ini mencapai Rp 1 triliun dari Vietnam dan Singapura di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Askolani menjelaskan, kasus tersebut terungkap saat Bea Cukai menggelar Operasi Laut Terpadu Jaring Sriwijaya Bea Cukai pada Oktober 2020.

Petugas Patroli Laut Bea Cukai menindak kapal layar motor (KLM) Pratama yang mengangkut sekitar 51.400.000 batang rokok impor ilegal merek Luffman yang dibawa dari Vietnam menuju Perairan Berakit, Kepulauan Riau, Indonesia.

Para pelaku diketahui melakukan pembongkaran muatan di tengah laut (ship to ship), dan memindahkan muatan ke beberapa HSC yang rencananya akan dibawa ke beberapa lokasi di wilayah Pesisir Timur Sumatera.

Menurut Askolani, dari hasil penyidikan yang dilakukan oleh Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cukai Khusus Kepulauan Riau terhadap penyelundupan rokok impor ilegal tersebut, Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun dan Pengadilan Negeri Tanjung Pinang telah menetapkan lima belas orang tersangka.

"Lima belas orang tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pasal 102 huruf (a) dan/atau Pasal 102 huruf (b) U Kepabeanan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde)," ujarnya, dalam Press Release Hasil Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kepulauan Riau, Jumat (23/9/2022).

 


1 Orang Terbukti Pencucian Uang

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani di Kepulauan Riau.

Sebagai tindak lanjut penanganan kasus, Bea Cukai melalui Satgas TPPU Bea Cukai berkoordinasi dengan PPATK, Direktorat Jenderal Pajak, Kejaksaan, Bais TNI, Polisi Militer, TNI AD, dan instansi terkait lainnya melakukan pengembangan penyidikan.

Hasilnya pada September 2021, kembali ditetapkan seorang tersangka berinisial LHD yang terbukti melakukan tindak pidana yang melanggar Pasal 102 huruf (a) dan/atau Pasal 102 huruf (b) UU Kepabeanan dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang periode tahun 2019 - 2020.

“Pada akhir Agustus 2022 lalu, Kejaksaan Agung Republik Indonesia menyatakan hasil penyidikan telah lengkap (P-21), berkas perkara tersangka LHD ditetapkan sebagai kasus TPPU terbesar yang proses penyidikannya dilakukan oleh Bea Cukai, dengan potensi kerugian pendapatan negara mencapai satu triliun rupiah,” ujar Askolani.

Saat ini, Satgas TPPU Bea Cukai telah berhasil melakukan asset recovery berupa 1 unit KLM Pratama GT210, 1 unit mobil, 1 unit kapal giant HSC 38 meter mesin MAN 3x1.800 HP, 5 unit HSC, 3 unit speedboat, serta uang tunai dalam bentuk rupiah dan dolar Singapura, dengan total nilai barang dan uang tunai mencapai Rp 44,6 miliar.

 


Merambah Daerah Lain

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani di dalam Press Release Hasil Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di Kepulauan Riau.

Askolani menambahkan, penyelundupan menggunakan HSC secara ship to ship awalnya terbatas di wilayah Batam dan Kepulauan Riau, tetapi saat ini HSC dapat langsung berlayar menuju daratan Sumatera atau Jakarta tanpa pengisian BBM.

Bahkan telah terdeteksi juga di wilayah Aceh, Riau, Kalimantan Bagian Barat, hingga Kalimantan Utara. Di wilayah perairan Selat Singapura pun frekuensi pelintasannya meningkat, dari 3-6 kali deteksi pelintasan, menjadi 10- 14 kali deteksi pelintasan per minggu.

HSC sendiri merupakan kapal dengan konstruksi fiber yang dilengkapi 4-8 unit mesin berkecepatan tinggi dengan desain open-top yang dirancang khusus untuk penyelundupan.

Tidak memiliki surat perizinan dari Direktorat Jendral Perhubungan Laut, HSC kerap digunakan untuk melakukan penyelundupan barang-barang bersifat high value goods, seperti narkotika, rokok dan minuman beralkohol, benih bening lobster, pasir timah, telepon seluler, dan barang elektronik lainnya, serta pekerja migran ilegal.

 


Pencegahan

Untuk mencegah terjadinya kasus serupa, Askolani menegaskan bahwa perlu adanya koordinasi high-level untuk penerbitan regulasi larangan HSC oleh kementerian-kementerian terkait, seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, serta melibatkan Kementerian Luar Negeri.

Sanksi tegas pun harus diberikan atas kewajiban penggunaan automatic identification system (AIS).

“Saat regulasi sudah terbentuk, Bea Cukai bersama APH lainnya siap berkoordinasi dan berkomitmen dalam pelaksanaannya di lapangan.

Tidak hanya untuk meningkatkan pengawasan atas penyelundupan TPPU, koordinasi yang baik juga diharapkan dapat meningkatkan pengawasan dalam mencegah masuknya barang ilegal dan berbahaya ke wilayah pabean Indonesia,” pungkas Askolani.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya