Akademisi Sebut Remaja Perlu Dibekali Literasi Informasi Saat Gunakan Media Sosial

Media sosial menjanjikan banyak manfaat dan kemudahan, sementara di sisi lain masih banyak orang yang melupakan efek dan risiko jangka panjang terkait konten yang buruk.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 23 Sep 2022, 19:00 WIB
Pengunjung bertransaksi menggunakan QRIS atas Pembelian Asuransi Kecelakaan Diri Askrindo pada gelaran Java Jazz Festival 2022 di booth DigiAsk Hall C2, JIExpo Kemayoran, Jakarta (28/05/2022). Transaksi ini meningkatkan literasi masyarakat atas kemudahan pembelian Asuransi secara online. (Liputan6.com/HO/Iqbal)

Liputan6.com, Jakarta - Guru besar bidang ilmu sains informasi Universitas Airlangga, Prof Dr Rahma Sugihartati memandang bahwa remaja perlu membekali diri dengan literasi informasi dan kritis dalam menggunakan media sosial (medsos).

"Semua kemudahan yang kita peroleh dari teknologi digital itu memang perlu diimbangi dengan literasi informasi dan literasi kritis. Karena kalau tidak, media sosial itu jadi kontraproduktif dan dapat merugikan orang lain daripada manfaatnya," kata Rahma dilansir dari Antara, Jumat (23/9/2022).

Menurut Rahma, literasi informasi dan literasi kritis termasuk dalam aspek kognisi karena berkaitan dengan bagaimana seseorang memproduksi informasi, mengonsumsi informasi, dan mereproduksi informasi secara bertanggung jawab.

"Saya sebut kemampuan kognisi karena tidak cukup hanya pandai memanfaatkan secara operasional media sosial, tetapi juga dia harus punya kesadaran untuk bisa memilah-milah mana informasi benar dan tidak benar atau informasi yang berguna dan tidak berguna," ucap Rahma.

Rahma menambahkan, remaja saat ini belum bisa dikatakan bahwa mereka mempunyai literasi informasi dan literasi kritis yang memadai.

Demikian juga pada unsur yang lain, yaitu unsur etika yang seharusnya menuntun seseorang untuk tidak boleh memproduksi informasi yang merugikan seperti perundungan di dunia maya, celaan fisik, dan aktivitas digital lainnya.

"Unsur etika ini juga dia harus tahu apa informasi yang disebar, berupa apapun ke media sosial itu menyalahi etika hukum atau tidak, itu juga sangat penting. Seringkali remaja ini juga sama dengan masyarakat pada umumnya bahwa ketika dia memproduksi informasi, dia tidak tahu efeknya, misalnya, apakah itu berlawanan dengan aturan hukum dan sebagainya," tutur Rahma.

Menurut Rahma, media sosial menjanjikan banyak manfaat dan kemudahan, sementara di sisi lain masih banyak orang yang melupakan efek dan risiko jangka panjang terkait konten yang buruk.

“Remaja gemar bermedia sosial, yang dirasakan kan kemudahannya bagaimana dia bisa berkomunikasi dan mengembangkan jaringan seluas-luasnya. Tapi lupa pada konten-konten yang boleh dan tidak boleh. Itu kadang lupa pada batas-batasnya bagaimana kita memanfaatkan media sosial itu secara bijak dan beretika," kata Rahma.

 


Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi patner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya