Diaspora Indonesia Jual 'Es Krim' AWAN, Pamer Kelezatan Gula Jawa dan Santan di AS

Kecintaan akan kuliner Indonesia telah mendorong diaspora Indonesia, Zen Ong, untuk membuka AWAN. Kedai pencuci mulut sejenis es krim yang menggunakan bahan dasar santan asli Indonesia di California.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Sep 2022, 19:10 WIB
Ilustrasi Es Krim Jadul Credit: pexels.com/Teejay

Liputan6.com, California - Beragam makanan unik dari berbagai negara, termasuk Indonesia, dapat ditemukan di Amerika Serikat (AS). Salah satunya, AWAN, pencuci mulut sejenis es krim dengan cita rasa Indonesia.

Berlokasi di daerah West Hollywood, California, kedai mungil AWAN didirikan oleh diaspora Indonesia kelahiran Sydney, Australia, Zen Ong, bersama rekannya, Tohm Ifergan.

Mengutip VOA Indonesia, Minggu (25/9/2022), kecintaan akan kuliner Indonesia telah mendorong diaspora Indonesia, Zen Ong, untuk membuka AWAN. Kedai pencuci mulut sejenis es krim yang menggunakan bahan dasar santan asli Indonesia di California.

Salah satu menunya yang unik adalah rasa vanila yang dipadukan dengan gula Jawa.

Walau sekilas tampak seperti es krim, AWAN bukan es krim.

"Secara teknis (pencuci mulut ini) bukan es krim, karena tidak mengandung produk susu dan olahannya. Kami menggunakan santan. Kaya rasa seperti es krim, tetapi (teksturnya) licin seperti sorbet. Jadi kami sebut saja Awan,” jelas Zen Ong saat ditemui VOA beberapa waktu lalu.

Bertekad Angkat Kuliner Indonesia

Kecintaan Zen Ong akan dunia kuliner sudah tertanam sejak dulu. Ia gemar memasak berbagai jenis makanan, terutama makanan khas Eropa atau Amerika. Zen lalu terjun ke dunia restoran, di mana ia mengaku banyak mendapat pelatihan tentang teknik memasak, khususnya hidangan pencuci mulut.

Di umurnya yang ke-25 tahun, Zen hijrah dari Australia ke Amerika, tepatnya ke Los Angeles, California untuk membantu temannya yang pada waktu itu akan membuka restoran kuliner Amerika, dengan sentuhan Eropa.

“Saya merasa seringkali para koki imigran pada akhirnya ingin memasak makanan (dari negara lain), karena lebih memiliki nilai. Anda bisa pergi ke restoran Prancis dan mengeluarkan uang 300 dolar. Kalau pergi ke restoran Indonesia, jarang sekali Anda akan mengeluarkan uang lebih dari 30 dolar, karena kebanyakan (menjual) sate, bakso, soto, nasi goreng,” ujar Zen.

Namun, ia selalu merasakan kerinduan akan makanan yang biasa ia makan bersama ibunya setiap berkunjung ke Surabaya atau mengunjungi keluarga di Jakarta.

Kini sebagai koki yang sudah mendapat pengalaman kerja di berbagai restoran kelas atas atau fine-dining, Zen bertekad untuk menambah nilai budaya Indonesia melalui makanannya.


Berawal dari 2019

Ilustrasi koki (Pixabay)

Tahun 2019, Zen lalu merintis bisnis restoran pop-up dibawah nama ‘INDA,’ yang mengangkat kuliner Indonesia di Los Angeles. Tetapi, ketika pandemi merebak, mereka pun menghadapi kendala melayani pelanggan secara tatap muka.

“Kami berpikiran bagaimana kami bisa memberikan pengalaman (kuliner) Indonesia yang berkelas dengan aman?” jelasnya.

Dari situlah ide membuat produk Awan yang tadinya hanya akan menjadi bagian dari menu, namun akhirnya diwujudkan menjadi produk yang mereka jual dalam kontainer. Melalui produk Awan, para pelanggan masih bisa menikmati bahan-bahan asli dari Indonesia yang bercampur dengan produk lokal.

“Awalnya hanya untuk (beli dibawa pulang dalam kontainer). Namun, sekalinya kami mengetahui bahwa orang-orang suka dengan scoop (per porsi), kami lalu mengubah (ide bisnisnya), agar kami bisa menjual keduanya,” jelas Zen.

 

 


Santan dan Gula Jawa Indonesia

Zen Ong, salah satu pendiri AWAN di West Hollywood, California (dok: VOA/Dhania Iman)

Kini AWAN menghadirkan enam hingga 12 ragam rasa yang unik, secara bergantian setiap minggunya. Setiap porsinya berharga sekitar 9 dolar AS atau setara dengan 135 ribu rupiah.

Santan asli Indonesia menjadi bahan dasar utama, yang diracik dengan berbagai sari buah, seperti lemon, jeruk, juga ekstrak kulit jeruk atau minyak bergamot, yang kerap dipakai dalam pembuatan minyak wangi.

Satu rasa klasik yang selalu tersedia untuk pelanggan adalah vanila, yang mengandung biji vanila asli dari Bali. Salah satu menu yang unik adalah es krim vanila yang ditaburi dengan parutan gula Jawa asli Indonesia.

"Saya sangat menghargai bahwa Zen menggabungkan (budaya ke dalam bisnisnya). Sebagai warga kulit berwarna, menurut saya bagus untuk bisa membagi bagian dari budaya kita ke orang lain," ujar Alina Cardenas, salah seorang karyawan AWAN.

Zen sendiri berharap para pelanggan dapat mengenal kualitas tinggi dari produk Indonesia yang ia gunakan.

“Rasanya sangat enak dan menyegarkan,” ujar pelanggan asal Inggris bernama Danny.

“Saya suka. Dan karena saya biasanya lebih mencari (makanan) yang tidak mengandung susu atau produk olahannya, pencuci mulut ini sempurna. Dan saya suka dengan warisan Indonesia di baliknya," kata Ewoma, pelanggan yang juga berasal dari Inggris.

Seluruh produk yang ditawarkan oleh AWAN adalah vegan. Hal ini menjadi tantangan bagi Zen dalam meyakinkan orang bahwa produk vegan juga bisa memiliki kualitas yang tinggi.

“Sepanjang sejarah banyak orang yang membuat (pencuci mulut vegan) dengan kualitas yang buruk. Sangat sulit untuk menunjukkan kepada orang-orang-orang bahwa Anda bisa menyajikan hidangan vegan dengan kualitas yang tinggi, yang bisa memberikan kepuasan dan pengalaman yang sama seperti saat menikmati (pencuci mulut tradisional),” ujar Zen.


Impian Punya Resto Khas Indonesia Bintang Michelin

Setelah AWAN dan INDA, Zen masih ingin terus mendorong kepopuleran kuliner Indonesia di Amerika, serta mengejar mimpinya untuk membuka restoran Indonesia yang bisa memiliki gelar bintang Michelin (red.gelar yang diberikan kepada restoran dengan makanan yang luar biasa) suatu saat nanti.

Menurutnya sangat penting bagi orang-orang di seluruh dunia untuk mengerti apa yang bisa ditawarkan dari makanan dan kebudayaan Indonesia, khususnya melalui pengalaman ‘fine dining.’

“Pada akhirnya menurut saya akan terbuka sebuah percakapan mengenai nilai dan mengapa orang-orang lebih menghargai kebudayaan mereka dibandingkan kebudayaan yang lain,” pungkasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya