Liputan6.com, Jakarta - Seorang pria di China telah dijatuhi hukuman 24 tahun penjara karena terbukti jadi dalang utama dalam serangan brutal terhadap empat pengunjung perempuan di kota Tangshan. Kasus ini mengejutkan warga Negeri Tirai Bambu dan memicu kemarahan yang meluas atas kekerasan terhadap perempuan.
Dikutip dari CNN, Jumat, 23 September 2022, Chen Jizhi, bersama empat terdakwa lain, dinyatakan bersalah karena menyerang perempuan-perempuan malang itu dengan kursi dan botol, serta mendaratkan pukulan dan tendangan di sebuah restoran barbekyu pada Juni 2022. Hal ini terjadi setelah salah satu perempuan menolak rayuan seksual Chen, jelas pengadilan lokal di provinsi Hebei, Jumat, 23 September 2022.
Baca Juga
Advertisement
Terdakwa lain dinyatakan bersalah karena mengancam salah satu korban agar tidak menelepon polisi. Pengadilan memutuskan bahwa Chen adalah biang keladi dari geng kriminal yang telah bertindak serangkaian kejahatan selama dekade terakhir.
Ia dihukum atas tuduhan termasuk pertengkaran dan memprovokasi masalah, perampokan, pembukaan kasino, penahanan ilegal orang lain, dan cedera yang disengaja. Selain dipenjara, ia juga diwajibkan membayar denda sebesar 320 ribu yuan (Rp677 juta).
Pengadilan juga menghukum 27 terdakwa lain dengan hukuman penjara mulai dari enam bulan hingga 11 tahun karena keterlibatan mereka dalam kejahatan tersebut. Dua dari korban perempuan itu menderita "luka ringan tingkat dua."
Sementara dua lainnya mengalami "luka ringan," menurut pengadilan. Serangan itu menarik perhatian publik setelah rekaman CCTV yang mengerikan muncul secara online pada awal Juni 2022. Dalam video tersebut, Chen terlihat mendekati perempuan pengunjung restoran dan meletakkan tangannya di punggung salah satu perempuan.
Tindak Kekerasan
Tak terima, perempuan itu mendorongnya menjauh. Chen lalu menampar dan mendorongnya. Laki-laki lain kemudian bergabung dalam penyerangan, menyeret seorang perempuan ke luar dengan menarik rambutnya, memukulnya dengan botol dan kursi, juga berulang kali menendang kepalanya. Seorang perempuan yang mencoba membantunya didorong menjauh dan mendarat dengan keras di belakang kepalanya di tangga.
Video tersebut memicu gelombang kemarahan dan kengerian, menyalakan kembali perdebatan tentang kekerasan terhadap perempuan dan ketidaksetaraan gender di China. Alih-alih menangani kekerasan berbasis gender, otoritas China dan media pemerintah mengalihkan fokus ke kekerasan geng lokal, dengan Tangshan meluncurkan kampanye dua minggu untuk menindak kejahatan terorganisir.
Akhir Agustus 2022, pihak berwenang mengatakan mereka telah mendakwa 28 orang atas serangan itu. Sementara itu, Komisi Inspeksi Disiplin Provinsi Hebei mengatakan sedang menyelidiki 15 pejabat atas dugaan korupsi yang melibatkan "organisasi jahat." Di antara mereka, delapan pejabat polisi dan petugas ditahan karena memberikan "perlindungan" bagi geng kriminal tersebut.
Advertisement
Kejadian Juni 2022
Dikutip dari AsiaOne, Juni 2022, setelah kejadian itu, dua pria ditahan dan tujuh lainnya ditahan beberapa hari setelahnya. Dua perempuan korban dirawat di rumah sakit, sementara yang lain menderita luka ringan, kata pernyataan polisi Tangshan di platform media sosial Tiongkok Weibo.
Menanggapi berita tersebut, ketua Partai Komunis Tangshan Wu Weidong mengatakan kekerasan harus dihukum sesuai hukum, lapor Tangshan Labour Daily. Kota itu perlu meluncurkan kampanye melawan "gangster dan kekuatan jahat," kata Wu dalam pertemuan partai, kata laporan itu.
Yidong Yanzhao, sebuah organisasi amal yang berbasis di Hebei, telah menawarkan memberikan bantuan medis dan hukum bagi para korban. Dalam sebuah unggahan di WeChat, ia juga mengatakan akan menyiapkan dana untuk memberi penghargaan kepada orang Samaria yang baik, termasuk lima perempuan di restoran yang membantu para korban.
Insiden itu telah mengejutkan China, dengan ribuan warganet, terutama perempuan, mengungkap kemarahan dan ketakutan atas kekerasan berbasis gender di tempat umum yang ramai. Topik terkait di Weibo dibaca lebih dari satu miliar kali.
Kasus Kekerasan pada Perempuan
Kemarahan lainnya datang menyusul skandal "perempuan dirantai" yang memicu kemarahan publik. Seorang ibu delapan anak ditemukan dirantai bagian lehernya di sebuah gubuk di China Timur. Perempuan Tangshan dan perempuan yang dirantai merupakan contoh kondisi kehidupan yang genting bagi perempuan di negara itu, kata Yaqiu Wang, peneliti senior China di Human Rights Watch.
Yaqiu Wang mengatakan alasan bertahannya kekerasan berbasis gender tersebut adalah impunitas. "Alasan pria-pria ini merasa mereka bisa dengan bebas menyerang perempuan karena menolak pelecehan mereka adalah karena begitu banyak pria di masa lalu yang tidak dihukum karena melakukan hal yang sama," kata Wang.
Ia melanjutkan, "Pemerintah yang tampaknya maha kuasa yang begitu cepat menghukum orang karena kritik mereka terhadap pemerintah telah menunjukkan sedikit minat dalam memerangi kekerasan berbasis gender dan memastikan keselamatan perempuan."
Perempuan yang dirantai itu muncul dalam sebuah video pada Januari lalu dari sebuah desa di Xuzhou, Provinsi Jiangsu. Video itu menunjukkan ia duduk di gubuk dengan rantai di lehernya, dan dalam pakaian tipis meskipun suhu beku.
Kemarahan nasional mendorong penyelidikan yang menemukan ia telah diculik dan dijual beberapa dekade lalu. Setidaknya 17 pejabat lokal dipecat atau dihukum atas kasus ini.
Advertisement