Kisah Soekarno 'Bebaskan' Umat Islam di Rusia dari Kungkungan Rezim Komunis

Di Rusia, Islam merupakan agama terbesar kedua setelah Kristen Ortodoks. Sesuai dengan data yang dirilis United States Department of State yang juga diamini Grand Mufti Rusia Syekh Rawil Gaynetdin, komunitas Muslim di Rusia terus tumbuh hingga mencapai angka 25 juta orang

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Sep 2022, 02:30 WIB
Kumpulan foto dokumentasi Presiden Soekarno dari ANRI, dalam pameran peringatan 70 tahun hubungan diplomatik Indonesia dan Rusia. (Liputan6/Deslita Krissanta Sibuea)

Liputan6.com, Jakarta - Semula, umat Islam di Rusia adalah minoritas. Menurut Departemen Luar Negeri Amerika Serikat per 2017, jumlah muslim di Rusia adalah 14 juta jiwa atau hampir 10 persen dari populasi Rusia.

Namun, jumlah penganutnya berkembang dengan pesat pada tahun-tahun selanjutnya dan menjadi agama terbesar kedua setelah Kristen Ortodoks. Mufti Agung Rusia, Rawil Gaynetdin mengatakan jumlah muslim di Rusia adalah 25 juta jiwa per tahun 2018 dan terus berkembang.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah Rusia, pemimpin Rusia (Vladimir Putin) memasukkan menteri Muslim dalam kabinetnya dan mengakui eksistensi Muslim Rusia.

Namun, saat pemerintahan Uni soviet yang menerapkan paham komunis, penganut agama Islam, sebagaimana praktik agama lainnya, berada dalam masa kelam. Mereka diintimidasi, diburu, bahkan tidak segan-segan untuk dibunuh dengan atau tanpa alasan yang bisa diterima akal.

Dalam masa ini, ada satu fragmen penting yang terus diingat oleh muslim Rusia tentang sosok Soekarno, Presiden RI pertama. Peristiwa itu terjadi pada masa Nikita Khrushchev menjadi Sekjen Partai Komunis Uni Soviet.

Mengutip tulisan M. Wahid Supriyadi​, Duta Besar LBBP RI untuk Federasi Rusia dan Republik Belarus, tertanggal 03/04/2019 di kemlu.go.id, pada sidang Komite Sentral Partai Komunis Uni Soviet kala itu hadir beberapa kepala negara asing, termasuk Presiden pertama RI, Soekarno.

Sidang hari itu jatuh pada hari Jumat. Ketika saatnya waktu dzuhur, tiba-tiba Presiden Soekarno berdiri dan minta izin kepada Sekjen Partai Komunis, Nikita Khrushchev, untuk meninggalkan ruangan karena akan menunaikan sholat. Nikita Khrushchev pun mengizinkan.

Banyak orang yang terkejut dan seolah tidak percaya. Kegiatan beragama, termasuk Islam, selama zaman Uni Soviet dilarang atau dilakukan diam-diam. Apa yang dilakukan oleh Soekarno sangatlah luar biasa dan di luar pikiran kebanyakan orang Rusia ketika itu.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:


Masjid dan Pembangunan Makam Imam Bukhari

Wisatawan mengunjungi masjid Kul Sharif yang terletak di Kazan, Rusia. Masjid Kul Sharif yang didominasi warna putih dan biru laut ini dibangun pada tahun 1996 dan selesai pada 2005 lalu. (Photo by SAEED KHAN / AFP)

Sampai saat ini nama Soekarno masih banyak dikenal oleh generasi tua, terutama di kota-kota yang pernah dikunjungi Presiden Soekarno seperti di Moskow, Saint Petersburg, Yekaterinburg, Sochi dan Samarkand yang sekarang masuk wilayah Uzbekistan.

Di Moskow, Sukarno mengunjungi Masjid Katedral (Agung) yang saat itu sangat kecil dan fotonya masih tersimpan di masjid kebanggaan umat Muslim Rusia. Di Saint Petersburg dalam kunjungannya tahun 1956, Soekarno meminta Nikita Khrushchev agar mengijinkan kembali dibukanya Masjid Biru sebagai tempat ibadah umat Islam.

Khrushchev pun mengizinkannya 10 hari setelah kunjungan Sukarno. Imam Masjid Biru, Cafer Nasibullahoglu, pun mengakui jasa Sukarno.

Demikian juga dengan cerita makam Imam Bukhari. Walaupun tidak ada sumber sejarah resmi, masyarakat Samarkand sampai saat ini meyakini bahwa makam Imam Bukhari dibangun oleh Uni Soviet atas jasa Soekarno.

Konon Soekarno bersedia memenuhi undangan Nikita Khruschev dengan syarat ditemukannya makam Imam Bukhari. Dan benar saja Khruschev memenuhi syarat itu dan Soekarno sendiri dalam rangkaian kunjungannya tahun 1956 mengunjungi makam tersebut dengan perjalanan kereta api yang ditempuh sekitar 3 hari.

Republik Dagestan adalah salah satu negara bagian yang memiliki kekhasan di Rusia. Ada 22 negara bagian di Rusia dengan nama Republik karena mayoritas penduduknya bukan etnis Rusia.

Walaupun secara resmi nama itu sudah dihapus, namun masih banyak yang menyebutnya sebagai republik, seperti Republik Tatarstan, dengan kepala pemerintahannya bergelar presiden.

Sebagaimana Chechnya dan Tatarstan, mayoritas penduduk Dagestan beragama Islam, bahkan Menteri Kebijakan Nasional dan Agama Republik Dagestan, Enrik Muslimov, menyebut sekitar 95% warga Dagestan beragama Islam.

Secara kasat mata memang terlihat banyak masjid di Dagestan. Kita bisa mendengarkan suara azan dan para wanitanya sebagian mengenakan jilbab, persis seperti di Indonesia. Tidak sedikit juga yang menggunakan baju modis ala wanita modern.

Bahkan mereka umumnya berparas cantik karena campuran dari Persia, Arab, Barat dan lokal. Islam di Dagestan cukup toleran dan moderat dan beraliran Sunni seperti di Indonesia.


Popularitas Indonesia di Dagestan

Anak-anak muslim bercanda usai melaksanakan salat Idul Fitri di Masjid Agung Pristina, Kosovo, Selasa (4/6/ 2019). Selain Kosovo, sejumlah negara juga merayakan Hari Raya Idul Fitri hari ini. (Armend NIMANI/AFP)

Di Makhachkala terdapat masjid yang diklaim sebagai yang terbesar di Rusia dan bahkan Eropa mengalahkan Masjid Katedral di Moskow. Masjid Jumma Makhachkala dapat menampung sekitar 17 ribu jamaah, dibanding Masjid Katedral Moskow yang hanya menampung 10 ribu orang.

Bahkan saat ini sedang dibangun Islamic Center di tanah seluas 35 ha, dengan masjid yang akan mampu menampung sekitar 50 ribu jamaah. Beruntung saya sempat melihat pembangunan kompleks masjid dan Pusat Studi Islam ini dan menanam pohon perdamaian.

Sekitar 170 kilometer ke arah selatan dari Makhachkala, atau 2,5 jam perjalanan darat, terdapat kota tua Derbent yang telah berumur sekitar 2 ribu tahun bahkan lebih. Derbent dimasukkan UNESCO menjadi salah satu kota “heritage” yang dilindungi. Di situ terdapat benteng Naryn-Kala yang dibuat abad VI oleh Kerajaan Sasanian untuk melindungi diri dari serangan penduduk pegunungan Kaukasia.

Di kota itu juga terdapat masjid tertua yang dibangun tahun 734 atau 10 tahun setelah Nabi Muhammad SAW wafat di jaman Kekhalifaan Rasyidin di bawah Abu Bakar, melalui peperangan. Tidak jauh dari masjid terdapat makam kuno para martir yang sampai saat ini masih dirawat dengan baik.

Selama ini Dagestan dianggap sebagai wilayah konflik dan bahkan situs-situs perjalanan masih menyebutkan daerah ini tidak aman untuk turis. Ternyata keadaan di lapangan berbicara lain. Di luar acara resmi, saya meminta untuk berkunjung ke pasar.

Pasar adalah potret kehidupan masyarakat umum yang tidak bisa direkayasa. Protokol pun memenuhi permintaan saya. Saya melihat suasana yang ramai seperti pasar pada umumnya, tidak melihat adanya tentara yang berjaga, hanya satpam biasa.

Kedatangan saya menarik para penjual, mungkin karena wajah saya berbeda dan mereka jarang melihat turis dari Asia Tenggara. Setelah mengetahui yang datang dari Indonesia, ramai-ramai mereka menawarkan oleh-oleh kepada saya untuk dibawa pulang. Hal ini sangat menyentuh hati. Saya pun harus mencari tas tambahan untuk membawa oleh-oleh dari mereka.​

(Sumber: kemlu.go.id, Penulis: M. Wahid Supriyadi​ - *Tulisan ini bersifat pribadi)

Tim Rembulan

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya