Cerita Akhir Pekan: Merajut Tenun Menuju UNESCO

Kemendikbudristek menominasikan empat elemen budaya Indonesia terdaftar sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) UNESCO, yaitu Reog, jamu, tempe dan tenun.

oleh Henry diperbarui 24 Sep 2022, 10:01 WIB
Tenun ikat dipajang di salah satu industri rumahan di Desa Bandar Kidul, Kediri, Jawa Timur, Sabtu (29/9). Tenun ikat Bandar Kidul memiliki motif ceplok, tirto, dan goyor dengan bahan dari sutra, semi sutra, dan katun. (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Tahun ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menominasikan empat elemen budaya Indonesia terdaftar sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) UNESCO, yaitu tenun Indonesia, Reog, jamu, dan tempe. Pengajuan nominasi ini telah melewati kajian dan tahapan yang panjang sampai akhirnya diajukan secara resmi pada 25 Maret 2022.

Hilmar Farid Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kemendikbudristek mengaku terus mengupayakan agar elemen budaya Indonesia tidak hanya mendapatkan status di tingkat Internasional. Namun, yang terpenting adalah agar masyarakat Indonesia turut memberikan perhatian dan ikut melestarikan.

Lalu, bagaimana proses pengajuan tenun sebagai Warisan Budaa Tak Benda ke UNESCO?  Menurut Kemendikbudristek, tenun masih masuk dalam daftar antrean yang akan diusulkan ke sekretariat IIntangible Cultural Heritage (ICH) atau Warisan Budaya Tak Benda UNESCO.

Irini Dewi Wanti selaku Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya atau BPNB Aceh dari Kemendikbudristek, setiap satu WBTB yang diusulkan sebagai ICH UNESCO, butuh waktu dua tahun. "Waktunya dimulai dari pengiriman berkas dokumen, verifikasi dan valdiasi melalui berbagai sidang di sekretariat ICH hiingga penetapannya. Hal itu sesuai dengan ketetapan yang diberlakukan oleh UNESCO kepada negara yang memberi pengajuan," terang Irini lewat pesan tertulis pada Liputan6.com, Kamis, 22 September 2022.

Irini menambahkan, ada berbagai alasan kenapa tenun harus diajukan ke UNESCO. Tenun sebagai warisan budaya leluhur bangsa Indonesia memiliki sedikitnya lima unsur yang memenuhi syarat utama pengajuan yaitu Objek Pemajuan Kebudayaan, mulai dari tradisi lisan, adat istiadat, ritus, seni, pengetahuan tradisional dan teknologi tradisional.

Pada tenun tradisional tidak hanya berbicara tentang sebuah karya seni, bukan hanya bicara tekstil, tetapi di dalam tenun terkandung unsur filosofi yang tinggi sebagai sebuah kearifan kehidupan masyarakat, Tenun sendiri memiliki simbol-simbol kehidupan mulai dari kelahiran, kebahagiaan (pernikahan, penganugerahan), dan kematian.

"Selain itu tenun juga erat sekali dengan ekosistem kebudayaan, misalnya dengan lestarinya tenun maka lestari juga adat istiadat, karena tenun adalah bagian perangkat berbagai upacara adat," terang Irini.  Untuk melestarikan tenun, kita juga bisa menjaga tumbuhan dan air tanah, karena dengan tenun pewarnaan alami yang dihaslkan dari tumbuh-tumbuhan, mulai kapas, hingga berbagai jenis pewarna berasal dari tumbuhan.

Hal itu, menurut Irini, akan melestarikan tumbuh-tumbuhan dan tidak merusak air tanah akibat limbah pewarna kimia. "Lestarinya tenun juga menghidupkan ekonomi kreatif dan menjadi bagian penguatan ekonomi keluarga para perajin tenun," tuturnya.  Sementara iru, ada berbagai faktor penghambat dan pendukung dalam mengajukan tenun ke UNESCO.

 


Meregenerasi Tenun

Mengakhiri kunjungan tiga harinya di NTT, Presiden Jokowi dan Iriana Jokowi mengunjungi Pasar Inpres Mentawai. Iriana Jokowi mengenakan aksesori mencolok, seperti hijab berwarna merah dan sneakers berwarna merah dari Gucci. Ia pun juga mengenakan syal tenun berwarna oranye yang dikalungkan di dada. (Sekretariat Presiden)

Faktor penghambatnya menurut Irini, ketika ekosistem tidak terjaga, misalnya tenun dengan bahan sintetis dan pewarna kimia. Selain itu masih terbatasnya pewaris atau transfer pengetahuan mengenai tenun terutama tenun tradisional.

Meski begitu ada berbagai faktor pendukung, seperti saat ini semakin banyak komunitas pecinta tenun di berbagai daerah di Indonesia. "Mereka-mereka inilah yang akan meregenasi tenun dengan berbagai aktivitasnya, seperti melakukan revitalisasi tenun, dan melakukan berbagai inovasi," tutup Irini.

Pengajuan tenun ke UNESCO dan bahkan penetapan Hari Tenun Nasional tiap tanggal 7 September, tak lepas dari usaha berbagai pihak termasuk desainer tenun dan songket Anna Mariana.  Pada 16 Agustus 2021 lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangai Keputusan Presiden (Kepres) tentang ditentukannya Hari Tenun Nasional (HTN) yang akan diperingati setiap tanggal 7 September.

Keputusan itu pu disambut baik berbagai pihak, termasuk Anna Mariana selaku ketua umum Asosiasi Perajin Tenun Songket Indonesia. "Hal ini menjadi hadiah untuk para pengrajin tenun songket Indonesia. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat kaya dengan karya tenun tradisional dengan keaneka ragam motif. Hak paten pun harus segera di deklarasikan. Jika tidak segera dilindungi dan dideklarasikan sebagai milik bangsa Indonesia, tidak mustahil akan ada bangsa lain yang mengakuinya," ungkap Anna Mariana pada Liputan6.com.


Pemakaian Tenun

Salah satu penenun di Desa Wisata Bonjeruk, Lombok Tengah. (dok. Biro Komunikasi Publik Kemenparekraf)

Adapun usaha untuk melahirkan peringatan Hari Tenun Nasional, terus dilakukan sejak 24 Februari 2019 lalu.  Sedangkan ditetapkannya Hari Tenun Nasional pada tanggal 7 September berkaitan dengan sejarah diresmikannya Sekolah Tenun pertama di Indonesia, pada tanggal 7 September tahun 1929 oleh dr. Soetomo di Surabaya.

"Penetapan Hari Tenun Nasional, menjadi momentum untuk menggerakkan kegiatan tenun tradisional dan industri tenun serta melestarikan, sekaligus mengembangkan tenun tradisional di seluruh Indonesia," ucapnya.  Selain Hari Tenun Nasional, Anna juga ikut mengusahakan agar tenun diajukan sebagai WBTB ke UNESCO sejak beberapa tahun lalu.

Ia berharap tenun bisa diterima UNESCO sama seperti posisi batik yang masuk dalam warisan budaya dunia UNESCO sejak 2009 lalu. "Kami sudah lama memperjuangkan itu. Kami juga sedang memperjuangkan agar ada hari pemakaian tenun di instansi pemerintah maupun swasta, seperti juga hari pemakaian Batik. Semoga pemerintah melihat dan membantu, karena upaya kami ini adalah dalam rangka pelestarian budaya bangsa," ujar Anna.

Ia menyadari butuh waktu tidak sebentar agar tenun diterima oleh UNESCO. Meski begitu, Anna mengaku akan terus mendukung dan mengikuti perkembangan dari proses pengajuan tersebut.

 


Pentingnya Pengakuan Internasional

Anna Mariana. (foto: istimewa)

Anna yang juga pendiri Komunitas Tekstil Tradisional Indonesia (KTTI) bersama Yayasan Cinta Budaya Kain Nusantara dan Asosiasi Pengrajin Tenun Indonesia mendedikasikan dan berjuang untuk menaungi para pengrajin di semua provinsi di Indonesia. "Tenun layak diperlakukan seperti kita mengenakan dan memposisikan batik. Kita perlu terus mendukung perkembangan pembinaan pengrajin tenun Indonesia agar berkembang lebih lebih banyak sekaligus dapat meningkatkan produksi," jelas Anna.

Wanita yang pernah dinobatkan sebagai Pelopor Budaya Kain Tenun dan Songket Nusantara ini menambahan, pemgakuan internasional termasuk penting terutama agar tidak diklaim sebagai budaya dari negara lain.  Anna menambahkan, faktor lainnya yang membuat tenun sangat identik dengan Indonesia adalah masing-masing daerah memiliki ciri dalam teknik pembuatan dan motif yang berbeda sebagai Identitas budaya daerah tersebut.

"Tenun dan songket hakikinya bukan hanya selembar kain. Tenun juga termasuk simbol budaya yang telah merasuk dalam kehidupan sosial dan spiritual masyarakatnya," pungkasnya.

Infografis Penyebaran Tenun Nusantara. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya