Liputan6.com, Jakarta - Analis menilai kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) menjadi sentimen positif bagi saham emiten bank digital. Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan 50 basis poin (bps) pada pertemuan September 2022.
"Menjadi sentimen positif untuk emiten bank digital, karena masyarakat jadi tertarik menyimpan uang di bank dengan naiknya suku bunga,” kata Equity Analyst Kanaka Hita Solvera Andhika Cipta Labora saat dihubungi Liputan6.com, dikutip Sabtu (24/9/2022).
Advertisement
Selain itu, Andhika juga menuturkan terkait dampak positif dari kenaikan suku bunga acuan tersebut, salah satunya margin keuntungan menjadi lebih besar.
"Margin keuntungan emiten perbankan menjadi lebih besar, sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan laba bersih,” kata dia.
Dengan demikian, prospek saham bank digital hingga akhir tahun masih menarik.
"Dengan naiknya suku bunga ditambah saham bank digital yang sudah turun secara agresif, membuat saham-saham bank digital menarik,” ujar dia.
Di sisi lain terdapat dua faktor yang memberikan pengaruh terhadap pergerakan saham bank digital hingga akhir 2022, yakni suku bunga dan kondisi pandemi COVID-19
“Suku bunga yang berpeluang masih naik hingga akhir tahun dan kondisi pandemic telah membaik membuat bisnis ril kembali normal sehingga membutuhkan modal untuk melakukan ekspansi yang membuat permintaan kredit perbankan naik,” imbuhnya.
Adapun, hal yang perlu diperhatikan investor dalam memilih saham bank digital, yakni memilih saham bank digital yang memiliki ekosistem besar.
"Memilih saham bank digital yang memiliki ekosistem besar seperti ARTO yang bersinergi dengan GOTO dan BBYB yang bersinergi dengan AKULAKU,” ungkapnya.
Selain itu, pelaku pasar juga bisa mencermati saham bank digital dengan membeli saat terjadi penurunan harga. Untuk rekomendasinya, Andhika memilih saham BBYB dan ARTO.
“Para pelaku pasar bisa melakukan buy on weakness. BBYB BoW, support 940, target penguatan 1.300 dan ARTO BoW, support 6.600, target penguatan 9.000,” ujar dia.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Sentimen yang Bayangi Saham Emiten Bank Digital
Sementara itu, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta mengatakan, penurunan harga saham emiten bank digital terjadi karena saat ini masih minimnya katalis positif dari emiten tersebut.
“Faktor kenaikan suku bunga acuan dari berbagai bank sentral dunia memberikan sentimen negatif yang menyebabkan para pelaku pasar bersikap wait and see. Selain itu, investor masih menunggu aksi korporasi perusahaan yang akan dilakukan dalam waktu dekat ini,” kata Nafan.
Selain itu, investor juga masih menunggu aksi penambahan modal dari bank digital sesuai dengan isyarat Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Aksi penambahan modal yang dilakukan digital banks dengan skema rights issue guna memenuhi ketentuan modal inti minimal Rp 3 triliun pada tahun ini sebagaimana disyaratkan oleh OJK masih dinantikan para pelaku investor,” ujarnya.
Di sisi lain, kinerja fundamental bank digital juga belum mencatatkan kinerja yang optimal.
“Kinerja fundamental bank digital juga belum mencatatkan kinerja atau performa yang optimal. Ada penurunan kinerja dari sisi laba dan NIM, sedangkan secara industri, PBV bank digital itu lebih tinggi,” kata dia.
Meski demikian, para pelaku pasar juga masih menunggu kinerja keuangan emiten bank digital pada kuartal III 2022.
“Investor mencermati bahwa secara valuasi, bank digital tergolong premium mengingat PBV bank digital rata-rata lebih tinggi dibandingkan bank konvensional. Di sisi lain, investor juga akan menantikan kinerja keuangan emiten bank digital di kuartal ketiga tahun ini,” pungkasnya.
Advertisement
Kinerja IHSG 19-23 September 2022
Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat terbatas pada 19-23 September 2022. Analis menilai kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed).
Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), ditulis Sabtu (24/9/2022), IHSG menguat 0,14 persen menjadi 7.178,58 dari posisi pekan lalu di kisaran 7.168,87 pada penutupan pekan sebelumnya.
Di sisi lain, kapitalisasi pasar bursa melemah tipis 0,02 persen menjadi Rp 9.424,93 triliun. Kapitalisasi pasar bursa turun Rp 2 triliun dari pekan lalu Rp 9.426,53 triliun. Ratat-rata volume transaksi harian bursa merosot 12,13 persen menjadi 28,07 miliar saham dari 31,94 miliar saham pada pekan lalu.
Selanjutnya rata-rata frekuensi transaksi harian bursa turun 14,97 persen menjadi 1.343.102 kali transaksi dari 1.579.486 kali transaksi pada pekan lalu. Rata-rata nilai transaksi harian anjlok 30,90 persen menjadi Rp 14,13 triliun dari Rp 20,45 triliun pada pekan lalu.
Sementara itu, investor asing melakukan aksi jual Rp 768 miliar pada Jumat, 23 September 2022. Sepanjang 2022, investor asing mencatatkan beli bersih Rp 72,33 triliun.
Kata Analis
Analis PT Jasa Utama Capital, Cheryl Tanuwijaya menuturkan, IHSG dibayangi aksi ambil untung jelang pidato Gubernur The Fed Jerome Jowell pada Sabtu pagi pekan lalu. Investor khawatir jika Powell kembali menyampaikan pidato yang hawkish terkait kebijakan moneter yang agresif.
Sedangkan sentimen dalam kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia hingga 50 basis poin (bps). Kenaikan suku bunga acuan itu lebih tinggi dari perkiraan pasar untuk antisipasi kenaikan inflasi dan menjaga nilai tukar rupiah.
“Pekan depan (IHSG-red) berpotensi lanjut melemah dengan kisaran 7.000-7.200,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com.
Ia mengatakan, pelaku pasar akan mencerna sejauh mana pengaruh kenaikan suku bunga baik di Amerika Serika dan domestik terhadap perekonomian.
Advertisement