Kementerian ESDM Siapkan Rp 500 M untuk Penerangan Jalan Umum Tenaga Surya di 2023

Alokasi anggaran untuk PLTS Terpadu/PLTMH di wilayah 3T Tetap sebanyak 12/3 unit dengan anggaran sebesar Rp94,44 miliar dan alokasi PJU-TS sebanyak 31.075 unit dengan anggaran sebesar Rp 500,45 miliar.

oleh Tira Santia diperbarui 24 Sep 2022, 19:00 WIB
Ilustrasi Lampuhttps://unsplash.com/Lucas Santos

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus berkomitmen untuk mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2023 yang manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat.

Salah satunya besaran alokasi pembangunan fisik di sektor EBTKE sebesar Rp 868.714.647.000. Anggaran tersebut menunjukkan keseriusan pemerintah untuk menjalankan proses transisi energi dengan memperkuat infrastruktur sektor ESDM berbasis energi baru dan terbarukan (EBT).

Menteri ESDM Arifin Tasrif menjelaskan, dari anggaran tersebut terdapat penyesuaian anggaran dari PLTS Atap sebesar Rp 94,44 Miliar untuk dialihkan ke PLTS Terpadu/PLTMH di daerah 3T dan sebanyak Rp 500,94 miliar dialokasikan untuk Kegiatan Penerangan Jalan Umum - Tenaga Surya (PJU-TS).

"Alokasi anggaran untuk PLTS Terpadu/PLTMH di wilayah 3T Tetap sebanyak 12/3 unit dengan anggaran sebesar Rp94,44 miliar dan alokasi PJU-TS sebanyak 31.075 unit dengan anggaran sebesar Rp 500,45 miliar," kata Arifin pada Rapat Pengesahan Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga (RKAK/L) bersama Komisi VII DPR RI, pada Kamis (22/9/2022).

Selain itu, Menteri ESDM juga menyampaikan komitmennya untuk segera melaksanakan proses pengadaan infrastruktur di tahun 2022 melalui lelang Pra Dipa, sehingga awal tahun 2023 bisa dapat berjalan dan masyarakat segera dapat memanfaatkannya.

Dan pemerintah mengharap dukungan dari Komisi VII DPR RI untuk segera menyampaikan kelengkapan data dan usulan penerima manfaat agar proses pengadaan segera dapat dilaksanakan.

"Kami memohon dukungan anggota komisi VII DPR RI untuk dapat segera menyampaikan kelengkapan data, usulan penerima manfaat agar proses pengadaan dan pelaksanaan kegiatan infrastruktur bisa berjalan dengan baik dan segera dapat dimanfaatkan oleh masyarakat", jelas Arifin.

 


Hemat Pengeluaran PAD

Ilustrasi tarif Listrik Naik (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Dalam berbagai kesempatan, Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menyampaikan Pemasangan PJU-TS diharapkan mampu menjadi solusi efisiensi tenaga listrik untuk penerangan di masyarakat. Fasilitas ini juga bakal menghemat pengeluaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berasal dari pajak penerangan jalan.

"Manfaatnya sama dengan PLTS Rooftop, yakni mengurangi pembayaran tagihan listrik," ujar Dadan.

Pemilihan penerangan menggunakan PJU-TS sebagai alat bantu penerangan memiliki kelebihan yakni sifatnya yang stand-alone. Fasilitas ini menggunakan cahaya matahari sebagai sumber energi listriknya, sehingga sangat cocok digunakan untuk jalan-jalan di daerah-daerah yang belum terjangkau oleh listrik PLN dan juga daerah-daerah yang mengalami krisis energi listrik, terutama di daerah terpencil.

PJU-TS yang diberikan pada program ini memiliki jaminan pemeliharaan selama satu tahun ditambah garansi sistem selama dua tahun sejak jaminan pemeliharaan berakhir, sehingga total tiga tahun jaminan perbaikan ditanggung oleh penyedia.

Apabila terdapat kerusakan dapat melaporkan ke pusat layanan perbaikan (service centre), nomor kontak tertera pada QR Code pada tiang lampu PJU-TS dan juga dapat melalui layanan pengaduan Ditjen EBTKE.


PLN Batasi Kapasitas PLTS Atap, Kementerian ESDM Bereskan Aturan Teknis Tahun Ini

Pekerja memeriksa intalasi panel surya di Gedung Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM di Jalan Rasuna Said, Jakarta, Senin (27/9/2021). Kementerian Perindustrian mencatat importasi komponen PLTS sejak 2018 hingga 2020 mengalami penurunan. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menerbitkan aturan teknis sebagai turunan dari kebijakan instalasi PLTS Atap. Menyusul adanya potensi kebijakan yang bertabrakan antara industri PLTS atap dan kebijakan PLN.

Untuk diketahui, PLN membatasi instalasi PLTS atap hanya 10-15 persen dari kapasitas terpasang. Hal ini disebut akan menurunkan minat terhadap listrik dari energi baru terbarukan (EBT) dan tak menarik dari sisi keekonomian.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana tengah mencari jalan keluar dengan PLN. Tujuannya, agar kebijakan transisi ke energi bersih dan pembatasan yang dilakukan PLN tak bertabrakan.

"Ya tadi saya sudah saya WA (WhatsApp) terus dengan PLN, ya kita harus mencari bagaimana caranya ini (bisa selesai)," kata dia kepada wartawan di Jakarta, Kamis (11/8/2022).

Ia menyebut, pemerintah saat ini tengah mendorong transisi energi bersih. Artinya, seluruh pihak terkait, termasuk PLN, juga ikut mendorong hal tersebut.

"Ini kan bertabrakan di luar segala macam, kita lagi bekerja untuk hal tersebut, udah lama sih, tapi kan belum selesai," ungkapnya.

Untuk menyelesaikan masalah tersebut, Dadan mengungkap aturan teknis akan dirampungkan tahun ini.

Menyusul peraturan menteri terkait transisi energi dan instalasi PLTS atap sudah dikeluarkan sebelumnya.

"Mungkin bulan depan kita ada, bukan kebijakan baru, tapi arahan teknis, teknisnya seperti apa, Permennya kan sudah ada tinggal teknisnya aja," paparnya.


Target Bauran Energi

Teknisi mengecek panel pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di atap Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (6/8/2019). PLTS atap ini bertujuan menghemat pemakaian listrik konvensional sekaligus menjadi energi cadangan saat listrik padam. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Kebijakan pemanfaatan PLTS atap 10-15 persen oleh PLN dinilai bisa membuat listrik tenaga matahari ini tak menarik dari sisi keekonomian.

"Membatasi 10-15 persen kapasitas PLTS membuat keekonomian PLTS jadi rendah dan tidak menarik. Minat masyarakat memasang PLTS atap menjadi turun," kata Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa dikutip dari Antara, ditulis Kamis (11/8/2022).

Fabby mengatakan untuk mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada tahun 2025, maka Indonesia perlu menambah 14 gigawatt pembangkit energi bersih sebagai salah satu langkah konkret menurunkan emisi karbon.

Menurut dia, apabila melihat dokumen RUPTL PLN, Indonesia hanya akan membangun 10,9 gigawatt pembangkit energi terbarukan hingga tahun 2025. Sehingga masih ada kekurangan tiga sampai empat gigawatt untuk mencapai bauran 23 persen.

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS atap yang terhubung pada jaringan tenaga listrik pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. Aturan itu menggantikan Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2018.

Infografis Hemat Listrik, Kantong Aman Bumi Senang. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya