Liputan6.com, Jakarta - Zaman berubah. Industri musik Indonesia, terutama produksi lagu anak-anak di era kini tersingkir oleh lagu-lagu berlirik dewasa. Serbuan lagu-lagu berlirik dewasa itu baik dari karya anak negeri maupun musik asing menyasar lewat beberap platform atau media sosial.
Bandingkan dengan era tahun 70-90-an saat perkembangan lagu anak-anak di Tanah Air masih dapat bersaing di dunia bisnis rekaman kaset atau CD dengan hadirnya banyak artis dan penyanyi cilik saat itu, seperti Chicha Koeswoyo, Yoan Tanamal, Adi Bing Slamet, Ira Maya Sopha, Dina Mariana dan lain-lain.
Generasi penyanyi cilik dilanjutkan oleh sederet penyanyi cilik antara lain Puput Novel, Okky Lukman, hingga era Joshua, Chikita Meidy, Eno Lerian, Tina Toon, Trio Kwek Kwek, Meisi, dan lainnya.
Terlebih lagi, saat ini sangat jarang lagu-lagu anak-anak ciptaan AT Machmud, Pak Kasur, Pak Dal, dan lainnya terdengar di lingkungan keluarga, sekolah-sekolah TK dan SD, yang dulu begitu melekat di hati anak-anak.
Baca Juga
Advertisement
Anak-Anak Terpikat Lagu Dewasa
Anak-anak di era milenial malah terpikat pada lagu-lagu bergenre dewasa yang sebagian karya bangsa asing. “Saya sangat kaget suatu ketika anak saya nyanyi lagu berbahasa asing, yang dia sendiri tidak kenal penyanyinya dan juga tidak mengerti arti lirik lagunya,” kata seorang produser lagu senior Richard Buntario.
Richard mengaku sangat prihatin dengan fenomena perkembangan lagu-lagu dewasa yang kian merata dibandingkan lagu-lagu anak-anak yang makin redup.
“Sekarang ini orang tua tak lagi bisa mengarahkan anak-anaknya mendengarkan lagu anak-anak yang dulu hits dibawakan oleh penyanyi cilik seperti Chica Koeswoyo, Dina Mariana, dan lainnya, karena sudah tak terdengar lagi di radio atau televisi. Akhirnya orang tua hanya menerima dengan apa yang ada aja,” ujarnya.
Advertisement
Ira Maya Sopha dan Sandhy Sondoro
Dengan menerima lagu-lagu dewasa seperti itu, kata Richard, malah menjadi blunder bagi keluarga. “Sehingga anak-anak kita tumbuh dengan budaya-budaya asing yang mengenalkan kata-kata baru tapi tidak dimengerti maksudnya oleh anak-anak kita yang menyanyikannya. Itu tidak baik buat perkembangan jiwa anak-anak,” ucapnya.
Saat dirinya merasa prihatin seperti itu dan menceritakan pengalaman bersama anaknya itu pada seniman lain seperti Ira Maya Sopha dan Sandhy Sondoro yang juga memiliki anak kecil, gayung pun bersambut.
Lomba Cipta Lagu untuk Anak 2023
“Memiliki keprihatinan dan konsen yang sama untuk menghidupkan kembali lagu-lagu anak-anak Indonesia, maka kami sepakat untuk bergerak melalui aksi nyata seperti ini,” tandas Richard sambil menunjuk pada komunitas mantan penyanyi cilik untuk kebangkitan lagu anak-anak Indonesia.
Mereka bersepakat untuk menggagas dan mewujudkan kembali Lomba Cipta Lagu untuk Anak 2023. “Saatnya para produser, pemusik, pencipta lagu, dan para mantan penyanyi cilik Indonesia bersatu dan kompak secara solid, merealisasikan niat baiknya untuk menyelamatkan, dan mengembalikan kembali porsi lagu anak ‘pada tempatnya’ agar seluruh anak Indonesia kembali memiliki identitas yang kuat, kembali terhibur, berprestasi dalam mengisi masa depan mereka, melalui karya karya terbaik lagu-lagu anak sesuai usianya,” pungkasnya.
Advertisement