Mengenal Tedak Siten dan Tahapannya, Ritual Adat Jawa sebagai Ungkapan Syukur Lahiran Anak

Tedak siten adalah upacara daur hidup yang dilakukan oleh masyarakat Jawa untuk memperingati seorang anak (bayi) yang telah berusia sekitar tujuh lapan atau delapan bulan.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 26 Sep 2022, 15:00 WIB
Ilustrasi tedak siten. (Instagram/attahalilintar)

Liputan6.com, Bandung - Setiap perkembangan bayi yang baru lahir ke dunia sudah tentu merupakan kebahagiaan setiap orangtua. Tidak terkecuali pada saat bayi sudah bisa turun ke lantai atau tanah untuk belajar berjalan.

Berbagai tradisi pun dilakukan untuk mensyukuri nikmat Tuhan. Wujud syukur ini adalah berupa tradisi ritual dengan sebutan tedak siten. Tak hanya sebagai tradisi, tetapi budaya ini juga sudah menjadi upaya orangtua memperkenalkan kepada anak tentang alam sekitar.

Dikutip dari petabudaya.belajar.kemdikbud.go.id, tedhak siten atau tedak siten adalah upacara daur hidup yang dilakukan oleh masyarakat Jawa untuk memperingati seorang anak (bayi) yang telah berusia sekitar tujuh lapan atau delapan bulan.

Asal usul tradisi ini berasal dari kata tedhak yang artinya turun dan siti (siten) yang artinya tanah. Sehingga, upacara ini juga disebut dengan istilah upacara turun tanah.

Menurut kepercayaan masyarakat Jawa, upacara ini dimaksudkan sebagai simbul bagi anak-anak untuk bersiap-siap menjalani hidup melalui tuntunan orang tua agar nantinya dapat tumbuh menjadi anak yang mandiri.


Sejarah Munculnya Tradisi Tedak Siten

Tedak siten anak kedua Momo Geisha (Youtube/Momo Youtube Channel)

Sebagai sebuah tradisi, tedak siten bersifat anonim, artinya tidak dapat diketahui dengan pasti siapa yang pertama kali melaksanakan atau penciptanya. Namun yang jelas, bahwa tradisi ini telah berlangsung secara turun-temurun dalam kehidupan masyarakat pendukungnya.

Para Leluhur melaksanakan upacara ini sebagai bentuk penghormatan kepada bumi tempat si anak mulai belajar menginjakkan kakinya ke tanah dengan diiringi doa-doa dari orangtua dan para sesepuh.

Tedak siten juga dapat dilihat sebagai bentuk pengharapan orangtua terhadap buah hatinya agar si anak kelak siap dan sukses menapaki kehidupan yang penuh dengan rintangan dan hambatan dengan bimbingan orang tuanya.

Selain itu, juga sebagai wujud penghormatan terhadap siti atau bumi yang merupakan sumber kesucian sekaligus sumber kehidupan yang memberi banyak hal dalam kehidupan manusia.

Adapun upacara tedak siten biasanya dipandang sebagai sesuatu yang keramat sehingga tempat pelaksanaannya pun tidak dapat dilakukan di sebarang tempat. Pada umumnya tempat pelaksanaannya di halaman rumah, sedangkan waktunya biasanya disesuaikan dengan weton atau hari lahir si anak.

Misalnya, jika si anak itu weton-nya pada Sabtu legi, biasanya upacara akan dilaksanakan pada Sabtu legi. Apabila menurut perhitungan hari tidak baik, maka pelaksanaannya dapat diundur atau diajukan. Selain kedua orangtua bayi, upacara ini juga dihadiri oleh kakek nenek, dan para pinisepuh sebagai tamu terhormat. Selain itu, juga mengundang saudara-saudara dekatnya.


Tahapan Tedak Siten

Istri Panji Trihatmodjo jahit sendiri kebaya putrinya untuk acara Tedak Siten. (Sumber: Instagram/@varshaadhikumoro)

Pelaksanaan upacara Tedhak Siten dapat dibagi menjadi tujuh (7) tahapan, yaitu:

1. Tetahan dan Menginjak Jadah tujuh warna;

2. Naik dan turun tangga dari tebu Wulung;

3. Ceker-ceker untuk berjalan di atas onggokan pasir;

4. Masuk ke dalam kurungan;

5. Menyebar Undhik-undhik (uang);

6. Dibersihkan dengan air siraman; dan

7. Didandani dengan pakaian yang bersih.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya