Liputan6.com, Jakarta Pemerintah memprediksi pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2022 tetap kuat. Meskipun di pada September 2022 terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi yang mengancam penurunan daya beli masyarakat.
"Ekonomi kuartal III ini kita pantau memang akan tumbuh menguat walau masih tinggi di tengah momentum pemulihan ekonomi dan harga komoditas masih volatile," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu dalam Konferensi Pers APBN KiTA, Jakarta, Senin (26/9/2022).
Advertisement
Febrio mengatakan pertumbuhan ekonomi kuartal III tahun ini akan lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. Sebab tahun 2021, pada periode yang sama tengah mengalami perlambatan akibat penyebaran varian delta.
"Perekonomian tahun 2021 lalu ada varian delta dan pertumbuhannya relatif rendah," kata dia.
Sehingga, kata dia meskipun terjadi kenaikan harga BBM di awal September, daya beli masyarakat tetap lebih tinggi dari tahun lalu. Hal inilah yang akan menopang pertumbuhan di awal semester II-2022.
"Ini jelas menunjukkan ke arah sana (ekonomi tumbuh positif)," kata dia.
Selain itu, pertumbuhan di kuartal III juga didorong kinerja ekspor yang terus mencatatkan peningkatan. Per Agustus lalu nilai ekspor Indonesia menjadi yang tertinggi dalam sejarah yakni USD 27,9 miliar. Angka ini mengalami kenaikan 30,15 persen (yoy) dan 35,422 persen.
"Kinerja ekspor mencapai rekor sejarh per Agustus 30 persen lebih baik secara tahunan maupun bulanan," kata dia mengakhiri.
Anisyah Al Faqir
ADB Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Jadi 5,4 Persen di 2022
Asian Development Bank (ADB) atau Bank Pembangunan Asia menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini menjadi 5,4 persen dari perkiraan sebelumnya pada Juli 2022 sebesar 5,2 persen.
“Pada Juli kami merevisi hingga 5,2 persen (dari prediksi pada April sebesar 5 persen). Kabar terbaru memacu kita menaikkan lagi proyeksi menjadi 5,4 persen untuk setahun penuh 2022,” kata Ekonom Senior ADB untuk Indonesia Henry Ma melansir Antara di Jakarta, Rabu (22/9/2022).
Henry menjelaskan keputusan ADB untuk menaikkan proyeksi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia ini dilakukan seiring momentum yang kuat di sisa tahun 2022.
Terlebih lagi, kondisi perekonomian Indonesia sudah cukup solid di sepanjang semester I 2022 dengan pertumbuhan sebesar 5,23 persen.
Ia menjelaskan beberapa aspek yang dipercaya masih akan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di sisa tahun ini adalah konsumsi masyarakat, investasi, ekspor, hingga kunjungan wisatawan.
“Permintaan domestik akan tetap kuat sepanjang sisa tahun ini meskipun inflasi lebih tinggi. Demikian juga permintaan eksternal,” ujarnya.
Untuk investasi, Henry mengatakan memang tidak sekuat yang ADB kira akibat masih adanya ketidakpastian global, namun realisasinya juga tidak buruk sehingga masih mampu mendorong ekonomi.
Sementara untuk kedatangan wisatawan internasional ke Indonesia telah naik mencapai 173 persen pada Juni meskipun hal ini masih hanya 25 persen dari tingkat pra-pandemi.
Di sisi lain ia mengatakan belanja pemerintah kali ini tidak akan berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi mengingat Indonesia mulai berada dalam upaya konsolidasi fiskal yang berlanjut hingga tahun depan.
“Dengan semua asumsi yang agak konservatif itu, kami masih mengharapkan pertumbuhan sekitar 5,4 persen tahun ini,” tegas Henry.
Advertisement
Inflasi Indonesia
Asian Development Bank (ADB) atau Bank Pembangunan Asia memproyeksikan inflasi Indonesia tahun ini akan berada di level 4,6 persen.
Angka inflasi Indonesia ini naik dari perkiraan sebelumnya sebesar 3,6 persen akibat adanya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
“Terjadi kenaikan harga BBM pada September. Hal ini akan menyebabkan lonjakan tingkat harga pada September, Oktober dan November sehingga inflasi setahun penuh akan menjadi sekitar 4,6 persen,” kata Ekonom Senior ADB Henry Ma melansir Antara di Jakarta, Rabu (22/9/2022).
Henry mengingatkan inflasi masih akan tinggi sampai semester I-2023 yang diperkirakan mencapai 5,5 persen sampai 6 persen akibat kenaikan harga komoditas dan BBM ini.
Tak hanya karena kenaikan harga BBM dan komoditas, inflasi tinggi sepanjang semester I tahun depan juga diakibatkan oleh basis inflasi yang rendah pada periode sama tahun sebelumnya.
Menurutnya, perkembangan inflasi Indonesia sepanjang semester I-2022 masih cukup moderat dan rendah sehingga ini menjadi base year effect terhadap inflasi pada semester I tahun berikutnya.
Meski demikian, Henry mengatakan inflasi akan kembali melandai pada semester II-2023 di kisaran 3,8 persen sehingga sepanjang tahun depan inflasi diperkirakan sebesar 5,1 persen.
“Inflasi diperkirakan rata-rata 5,1 persen pada 2023 yang naik dari proyeksi sebelumnya 3 persen,” tegas Henry.