Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi IX DPR RI, Muchamad Nabil Haroen menilai, perundungan atau bullying di dunia kedokteran ini merupakan fenomena 'gunung es' yang harus dicari solusinya.
Karena itu, Nabil Haroen mendesak, hal itu harus dihentikan secara bersama karena merupakan tindak kejahatan.
Advertisement
“Jangan sampai dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Era perploncoan sudah berakhir, bullying harus dihentikan,” ujar pria karib disapa Gus Nabil ini pada acara yang digelar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), di Jakarta, seperti dikutip Selasa (27/9/2022).
Legislator Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini menambahkan, banyak efek traumatik dari perundungan di dunia kedokteran. Beberapa kasus dokter muda bunuh diri, karena tekanan mental teramat besar. Sebagaian lain, memendam tekanan mental ini jadi penyakit psikologis dalam diri dokter masing-masing.
“Jadi ada luka batin, ada jiwa yang terkoyak sebenarnya. Apa efeknya? Sebagian dokter menjadi pribadi yang punya penyakit mental dan kejiwaan,” tutur Gus Nabil.
Gus Nabil meyakini, dampak itu tidak hanya bagi pribadi dokter dan keluarganya saja, namun juga akan terasa untuk masyarakat secara luas. Sebab mereka tidak akan bisa mendapatkan 'pelayanan' kedokteran dan kesehatan yang sempurna/pada level terbaik.
“Karena dokternya 'oleng', punya masalah kejiwaan," ungkap Gus Nabil.
Gus Nabil berharap, dokter dapat kembali sebagai profesi 'pelayanan masyarakat' yang terhormat. Dokter dan tenaga kesehatan itu sejatinya melayani, memberikan pengabdian sepenuhnya untuk masyarakat dan hal tersebut harus dimulai dari dunia pemdidikan mereka.
"Kampus-kampus fakultas kedokteran ataupun kesehatan, yang menjadi pusat pendidikan bagi para dokter dan tenaga kesehatan harus menyegarkan kurikulumnya. Celah dimana perundungan bagi dokter, harus segera ditambal dengan solusi untuk perbaikan," sarannya.
Gus Nabil memdorong adanya proses hukum yang jelas dan kongkret supaya praktik perploncoan atau bullying dari senior ke junior ini harus berhenti.
“Pelaku kejahatan ini harus diproses hukum, untuk efek jera dan menstop perundungan ini untuk selamanya di lingkungan para dokter," ungkapnya.
Dukungan Penuh IDI
Senada dengan Gus Nabil, Ketua Dewan Pertimbangan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) DKI Jakarta yang juga Ketua PB IDI terpilih, Slamet Budiarto mengungkapkan faktor terjadinya perundungan di dunia kedokteran.
Menurut dia, hal itu kerap terjadi saat dokter mengambil studi spesialis. Penyebabnya beragam, mulai dari internal, hak residen yang tidak terpenuhi oleh penyelenggara pendidikan, hak insentif, dan hak istirahat. Dia meyakini, masalah perundumgan terjadi karena sistem. Dia sepakan untuk memperbaiki sistem tersebut.
“IDI harus masuk di dunia pendidikan spesialis. Ini sudah bagian momok dari pendidikan spesialis sehingga perundungan masih terjadi, terutama untuk peserta didik karena nanti dokter yang dihasilkan dari bullying berpotensi jadi tidak baik sehingga itu harus dicegah," jelas Slamet.
Slamet mengajak pemerintah, dalam hal ini adalah Kementerian Kesehatan, lalu DPR RI untuk bersama untuk mencegah hal ini berlarut. Dia yakin, kalau pendidikannya baik, hulunya baik maka hilirnya akan menjadi baik pula.
“Kalau pendidikannya kurang baik maka dokternya berpotensi kurang baik. Jadi suatu hal yang harus cepat dan wajib ini segera diselesaikan," tuturnya.
Bullying Dalam Dunia Kedokteran
Istilah bullying, merupakan fenomena yang dapat terjadi di berbagai tempat, termasuk dalam dunia kerja dan pendidikan kedokteran. Perundungan di dunia diduga kedokteran telah terjadi secara turun-temurun.
Disinyalir dipengaruhi oleh budaya kedokteran yang menjunjung tinggi hierarki profesi dan terbiasa untuk menyegani senior.
Sebagai akibatnya, kesehatan mental para dokter yang menjadi korban perundungan dapat terganggu dan dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap pelayanan dan keselamatan pasien.
Advertisement
Dampak dan Cara Mencegah Bulyying
Perundungan atau bulyying diketahui dapat berdampak terhadap kesehatan mental korbannya, seperti meningkatkan risiko gangguan tidur, penyalahgunaan zat, burnout, depresi, kecemasan, hingga ide bunuh diri.
Selain itu, perasaan tidak kompeten dan terganggunya kepercayaan diri dapat terjadi pada dokter yang mengalami perundungan.
Hal ini dapat menurunkan performa kerja dan mempengaruhi penilaian klinis yang nantinya berdampak pada pelayanan dan keselamatan pasien.
Bahkan tidak menutup kemungkinan akibat bullying tersebut menyebabkan si siswa tersebut mengalami drop out.
Dosen Program Studi PG PAUD FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) Melati Ismi Hapsari mencegahnya ada dua definisi, yakni mencegah anak menjadi korban dan juga mencegah anak menjadi pelaku perundungan.
"Anak butuh didengarkan. Seringkali kita sebagai orang dewasa mengabaikan suara mereka. Pola pengasuhan baik di dalam rumah atau di luar rumah terutama di sekolah masih lebih banyak top down. Meskipun anak tetap membutuhkan otorisasi atau kewenangan orangtua atau guru, namun jangan sampai kita lupa bahwa anak memiliki ide, pendapat, persepsi, yang perlu untuk kita dengarkan dan kita hargai," jelasnya.
Kedua, lebih peka dan responsif. Bullying yang terjadi dan terlaporkan biasanya bukan sekali dua kali terjadi. Anak atau korban biasanya sudah mengalami perlakuan perundungan untuk kesekian kalinya. Namun biasnaya ia tidak mampu mengutarakan atau bahkan ia sendiri tidak menyadari bahwa yang ia alami adalah sebuah perundungan.
"Biasanya hal ini disebabkan anak tidak terbiasa bercerita atau berpendapat, sehingga bahkan untuk memahami isi pikirannya sendiri pun mereka mengalami kesulitan," jelasnya.
Ketiga, terapkan disiplin positif. Pelaku juga biasanya sudah beberapa kali melakukan perundungan kepada anak tersebut atau teman-temannya yang lain, yang karena lingkungan sekitar tidak menyadari, atau tidak ada kontrol dan konsekuensi yang adekuat, akhirnya ia terus melakukannya lagi.
"Terapkan aturan yang konkrit di rumah dan di sekolah, yang dapat dipahami dengan mudah oleh anak, disertai penerapan konsekuensi yang konsisten, yang didiskusikan dan disepakati dengan anak di awal," katanya.
Selanjutnya, ajarkan, latih dan biasakan keterampilan asertif. Anak perlu diajarkan dan terbiasa untuk asertif, bagaimana menyampaikan pendapatnya secara tepat dan kuat, aktif tidak pasif, namun tanpa harus menyakiti orang lain atau tanpa menggunakan cara-cara kekerasan.
"Misalnya menyampaikan secara percaya diri dan tegas tentang apa yang mereka suka atau tidak suka, tanpa harus mengikuti paksaan dari teman atau orang lain," jelasnya.