Liputan6.com, Doha - Ulama berpengaruh Yusuf Al-Qaradawi meninggal dunia pada Senin 26 September 2022. Ia berusia 96 tahun.
"Telah kembali ke Rahmatullah, Yang Mulia Imam Yusuf Al-Qaradawi yang memberikan hidupnya untuk mengajarkan hukum-hukum Islam dan membela negaranya," ujar akun Twitter resmi @alqaradawy, dikutip Selasa (27/9/2022).
Baca Juga
Advertisement
Pemakaman Yusuf Al-Qaradawi dilaksanakan di Doha, Qatar pada Selasa 27 September 2022. Jenazah rencananya dimakamkan usai salat zuhur di masjid Imam Muhammad bin Abdul Wahhab.
Ia memang tinggal di Qatar selama puluhan tahun, meski demikian Al-Qaradawi terus menjadi sosok penting dalam politik Mesir.
Ia pun terkenal sebagai pemimpin spiritual dari Ikhwanul Muslimin (Muslim Brotherhood).
Menurut laporan Al Arabiya, Yusuf Al-Qaradawi divonis hukuman mati oleh pengadilan Mesir pada 2015 secara in absentia. Para pemimpin IM lainnya juga divonis.
Yusuf Al-Qaradawi juga terkenal menolak ideologi radikal yang disebar ISIS atau Al Qaeda, namun ia mendukung ideologi militan di sejumlah daerah. Ia juga terkenal mendukung gerakan Arab Spring.
Selain itu, Al-Qaradawi juga merupakan ketua dari International Union of Muslim Scholars yang berdiri pada 2004. Jabatan itu ia pegang selama 14 tahun.
Gerakan Ikhwanul Muslimin ditolak di Arab Saudi dan dicelak di Mesir. Di perpolitikan Indonesia, IM masih menuai pro dan kontra.
Ulama Arab Saudi: Ikhwanul Muslimin Tak Cerminkan Nilai Islam
Pada 2020, Ulama senior Arab Saudi sepakat bahwa Ikhwanul Muslimin (Muslim Brotherhood) tidak mencerminkan Islam. Grup itu juga ditegaskan sebagai kelompok teroris.
Menurut laporan Arab News, Rabu (11/11/2020), Dewan Ulama Senior Saudi berkata Ikhwanul Muslimin mengganggu kebersamaan di dalam negara dan melakukan penghasutan untuk meraih kekuasaan.
Ikhwanul Muslimin dituding menggunakan kedok agama untuk mencari kekuasaan. Ulama senior Saudi menyebut kelompok itu memiliki sejarah ekstremisme dan terorisme.
Saudi Press Agency lantas melaporkan bahwa Dewan Ulama Senior melarang bentuk dukungan apapun kepada Ikhwanul Muslimin.
Sejak 2014, Kerajaan Arab Saudi telah memasukan Ikhwanul Muslimin ke daftar hitam sebagai organisasi teroris. Masyarakat dilarang masuk ke anggota itu atau memberikan simpati dalam bentuk lisan atau tulisan.
Dewan ulama Saudi menyebut Ikhwanul Muslimin menginspirasi terbentuknya banyak kelompok ekstremis dan teroris yang bertanggung jawab pada kejahatan di dunia.
Masyarakat lantas diminta awas terhadap Ikhwanul Muslimin dan aktivitasnya.
Ikhwanul Muslimin dibentuk di Mesir pada 1928 oleh Hasan Al Banna. Muhammad Mursi adalah salah satu tokoh dari Ikhwanul Muslimin. Ia menjadi presiden pada Juni 2012 dan dilengserkan setahun kemudian.
Menurut The Washington Institute, dulu hubungan Arab Saudi dan Ikhwanul Muslimin sebetulnya cukup hangat. Hasan Al Banna disambut dengan baik oleh Raja Faisal.
Hubungan Saudi dan Ikhwanul mulai panas selama satu dekade terakhir karena masalah ideologi politik. Arab Saudi juga mendukung pelengseran Presiden Mursi.
Advertisement
Ikhwanul Muslimin Tak Terima Dipanggil Teroris
Ikhwanul Muslimin menentang pernyataan ulama senior Saudi. Juru bicara Ikhwanul berkata kelompoknya bersifat reformis.
"Ikhwanul bukan teroris," ujar jubir Ikhwanul Muslimin, Talat Fehmi, seperti dikutip Anadolu Agency, Kamis (12/11/2020).
"Ikhwanul, yang didirikan di Mesir pada 1928, adalah jauh dari kekerasan, teror, dan memecah belah umat," lanjutnya.
Ulama senior Saudi menyebut Ikhwanul Muslimin menebarkan kekerasan. Talat Fehmi berkata sejak Ikhwanul Muslimin berdiri, organisasi itu mengajak masyarakat kembali ke Allah menggunakan cara-cara yang baik.
Ia juga menegaskan bahwa Ikhwanul Muslimin merupakan korban dari kekerasan dan rezim diktator.