Liputan6.com, New York - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengajak dunia agar tidak menggunakan senjata nuklir. Ucapan itu dibuat saat Menlu Retno menghadiri Sidang Umum PBB 2022.
Ia menganalogikan bahwa senjara nuklir sama seperti dinosaurus yang mestinya hanya ada di masa lalu.
Advertisement
"Seperti dinosaurus, senjata nuklir harus berada di masa lalu," ujar Melu Retno Marsudi melalui Twitter resminya, dikutip Selasa (27/9/2022).
Pada Pertemuan Level Tinggi di Hari Internasional untuk Penghapusan Total Senjata Nuklir, Menlu Retno Marsudi mengajak agar pelucutan senjata nuklir tetap menjadi prioritas bersama, namun mendukung penggunaan energi nuklir secara damai.
Kebetulan, beberapa waktu lalu Presiden Rusia Vladimir Putin sempat disorot karena memakai retorika nuklir. Presiden Amerika Serikat Joe Biden ikut mengecam hal tersebut.
"Ketika integritas wilayah negara kita diancam, untuk melindugi Rusia dan rakyat kita, tentunya kita akan menggunakan segala cara yang bisa kita gunakan," ujar Presiden Rusia Vladimir Putin, dilansir AP News.
Saat ini, Rusia masih melanggar integritas wilayah Ukraina dengan cara invasi. Akan tetapi, Ukraina mulai melancarkan serangan balik yang kuat, dan Amerika Serikat berjanji akan terus memberi bantuan ke Ukraina.
Ucapan Presiden Vladimir Putin untuk menggunakan segala cara berarti tak terlepas dari kekuatan nuklir yang Rusia miliki.
"Sudah ada pengalaman di masa lalu," ujar jubir Kemlu RI Teuku Faizasyah beberapa waktu lalu. "Kita tidak ingin terjadi kehancuran serupa seperti yang pernah dialami masyarakat dunia di masa lalu."
Kim Jong-un: Kami Tidak Akan Pernah Tinggalkan Program Nuklir
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un pada Kamis (8/9) menyatakan tekad negaranya tidak akan pernah meninggalkan senjata nuklirnya atau menggunakannya sebagai alat tawar menawar dalam perundingan. Ini merupakan isyarat terbaru dari sikap keras Kim terhadap AS dan sekutu-sekutunya.
Majelis Rakyat Tertinggi, badan legislatif tertinggi Korea Utara, awal pekan ini mengesahkan UU yang lebih jauh mengabadikan status senjata nuklir negara itu, kata kantor berita resmi KCNA pada Jumat (9/9).
Korea Utara “tidak akan pernah meninggalkan senjata nuklir dan sama sekali tidak ada denuklirisasi, tidak ada perundingan, dan tidak ada alat tawar menawar untuk ditukar dalam proses,” kata Kim dalam pidato hari Kamis, menurut KCNA.
Kim menuduh AS berusaha menjatuhkan pemerintahnya dengan menekannya agar menyerahkan senjata nuklirnya tetapi ia mengatakan bahwa kebijakan itu akan gagal, demikian dikutip dari VOA Indonesia, Sabtu (10/9/2022).
Korea Utara meninggalkan pembicaraan nuklir dengan AS pada tahun 2019. Sejak itu negara tersebut memulai kembali uji coba rudal, melakukan peluncuran yang mencapai rekor pada tahun ini. Para pejabat AS mengatakan Korea Utara juga telah bersiap untuk melakukan peledakan nuklirnya yang ketujuh.
Menurut UU baru yang disahkan pada Senin, Korea Utara akan membalas dengan serangan nuklir langsung jika negara itu diserang oleh “kekuatan-kekuatan musuh.”
UU itu juga menguraikan beberapa skenario lain di mana Korea Utara akan menggunakan nuklirnya, termasuk serangan terhadap pemimpin negara atau kekuatan nuklir strategis, atau untuk melindungi eksistensi negara.
Advertisement
Korea Utara Bantah Isu Ekspor Senjata ke Rusia, Minta AS Tutup Mulut
Sebelumnya dilaporkan, Korea Utara mengatakan bahwa mereka tidak mengekspor senjata apa pun ke Rusia selama perang antara Ukraina-Rusia. Selain itu pihaknya juga tidak memiliki rencana untuk melakukannya.
Pyongyang menyebut laporan intelijen AS tentang transfer senjata itu adalah upaya untuk menodai citra Korea Utara.
Laporan dari media pemerintah Korea Utara pada Kamis (22/9/2022) membuat seorang pejabat pertahanan Korea Utara yang tidak ingin disebutkan namanya menghimbau AS untuk berhenti membuat "pernyataan sembrono" dan untuk "tutup mulut".
Pasalnya, awal bulan ini, para pejabat pemerintahan Biden mengonfirmasi perkiraan intelijen AS yang telah dideklasifikasi bahwa Rusia sedang dalam proses pembelian senjata dari Korea Utara, termasuk jutaan peluru artileri dan roket -- ketika Moskow berusaha untuk mengurangi kekurangan pasokan senjatanya di Ukraina yang diperburuk oleh sanksi yang diberikan AS ke Rusia.
Seperti dikutip dari laman AP News, pernyataan Korea Utara ini muncul beberapa minggu setelah Moskow menyatakan temuan intelijen AS itu "palsu".
Ekspor senjata dari Korea Utara ke Rusia bisa melanggar sejumlah resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang melarang negara itu mengimpor atau mengekspor senjata.
Pejabat Korea Utara menegaskan bahwa Pyongyang tidak pernah mengakui atau menganggap sanksi Dewan Keamanan PBB yang “melanggar hukum” terhadapnya yang dibuat oleh AS dan sekutunya. Pejabat itu juga mengatakan bahwa ekspor dan impor perangkat militer adalah "hak yang sah dan lazim bagi negara berdaulat," menurut pernyataan yang diterbitkan oleh Korean Central News Agency (KCNA).
"Kami mengambil kesempatan ini untuk memperjelas satu hal. Kami belum pernah mengekspor senjata atau amunisi ke Rusia sebelumnya dan kami tidak berencana untuk mengekspornya," kata pejabat yang disebut sebagai Wakil Direktur Biro Peralatan Umum Kementerian Pertahanan Nasional di Korea Utara.
"Tidak pasti dari mana asal rumor yang disebarkan oleh AS, tetapi hal tersebut bertujuan untuk menodai citra DPRK," kata pejabat itu. DPRK merupakan nama resmi negara itu, Republik Rakyat Demokratik Korea.
Isyarat Korea Utara
Pada bulan Agustus lalu, Rusia membeli pesawat tak berawak buatan Iran yang menurut para pejabat AS memiliki masalah teknis. Hal tersebut dilakukan karena Rusia masih menghadapi sanksi dan kontrol ekspor.
Para ahli mengatakan bahwa jika Korea Utara bersedia, mereka bisa menjadi sumber utama persenjataan kecil, artileri, dan amunisi militer lainnya untuk Rusia, mengingat kompatibilitas sistem pertahanan mereka yang didasarkan pada kekuatan Soviet.
Korea Utara telah berusaha untuk mempererat hubungan dengan Rusia bahkan ketika sebagian besar Eropa dan Barat telah menjauh, mereka menyalahkan AS atas krisis tersebut dan mengecam "kebijakan hegemonik" Barat sebagai pembenaran tindakan militer Rusia di Ukraina untuk melindungi dirinya sendiri.
Korea Utara juga dianggap telah memanfaatkan perang sebagai jendela untuk mempercepat pengembangan persenjataannya sendiri, menguji lusinan persenjataan termasuk rudal jarak jauh pertamanya sejak tahun 2017, mengeksploitasi perpecahan di Dewan Keamanan PBB, ketika Rusia dan China berupaya menghalangi AS untuk memperketat sanksi terhadap Pyongyang.
Pemerintah Korea Utara juga mengisyaratkan bahwa mereka tertarik untuk mengirim pekerja konstruksi untuk membantu membangun kembali daerah-daerah yang baru bergabung ke Rusia di timur Ukraina. Kemudian pada bulan Juli, Korea Utara menjadi satu-satunya negara selain Rusia dan Suriah yang mengakui kemerdekaan wilayah Donetsk dan Luhansk.
Advertisement