Liputan6.com, Bandung - Ratusan petani asal Pangalengan (Bandung Selatan) mangkir dari kebun garapan masing-masing. Dari pagi hingga menjelang waktu asar, mereka memilih turut aksi demonstrasi depan Kantor Gubernur Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Kemarin, Selasa, 27 September 2022.
Sejumlah permasalahan disuarakan, mulai dari mahalnya harga pupuk, hasil panen yang dihargai murah, hingga persoalan ketimpangan kepemilikan lahan. Pada dasarnya mereka mengabarkan bahwa nasib keluarga petani hari ini masih banyak yang jauh dari sejahtera.
Advertisement
Ada sekitar 300 petani yang turut berdemo, berbondong menyewa sebanyak 6 bus. Mayoritas merupakan buruh penggarap yang tak memiliki lahan sendiri. Aksi tersebut merupakan bagian dari Hari Tani Nasional yang lazim diperingati pada 24 September sejak warsa 1960 silam.
Tidak hanya diikuti kaum tani, tapi juga buruh dari Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Bandung Raya, juga kelompok pelajar dan mahasiswa. Gabungan massa aksi berhimpun dalam Komite Bersama Aksi Hari Tani Nasional 2022.
Salah satu perwakilan petani, Ubus (77) menyampaikan, harga jual produksi sayur saat ini rendah. Petani, katanya, seolah dipaksa terbiasa dengan labilnya harga. Pemerintah dirasa gagal menghadirkan jaminan harga dan pasar kepada petani.
"Yang dirasakan oleh kaum tani sekarang ini sengsara. Tercekik," kata Ubus kepada Liputan6.com.
Ubus juga mendesak agar pemerintah memberikan hak garap atas lahan garapan secara mutlak kepada petani penggarap. Petani, sambung Ubus, juga menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Kondisi tersebut dirasa semakin membebani mereka di tengah hasil panen yang murah dan harga pupuk yang mahal.
"Jangan diganggu-gugat rakyat ketika menggarap tanah aset (negara). Jangan menggunakan polisi, preman, apalagi sekarang (kelompok petani) Pokja," katanya.
Sementara itu, Ketua KASBI Bandung Raya, Slamet Priatno mengatakan, kaum tani dan buruh harus padu ketika memperjuangkan kesejahteraannya. Sesama kelas tertindas, kaum tani dan buruh beserta kelompok pelajar dan mahasiswa jangan terbelah dalam gerakan.
"Tidak bisa dilepaskan satu sama lain, kita kerap sama-sama tertindas oleh kebijakan pemerintah, kita kelas bawah yang terkena dampak. Kami sama, kelas tertindas, sama nasibnya," kata Slamet.
Dalam aksinya, Komite Bersama Aksi Hari Tani Nasional tahun 2022 menyatakan sejumlah tuntutan yakni mendesak pemerintah memberikan hak garap atas tanah hutan kepada petani penggarap secara mutlak, bukan dengan skema Perhutanan Sosial. Menuntut jaminan dan perlindungan atas tanah-tanah yang telah digarap rakyat, menindak tegas pihak manapun yang mengganggu dan merampas tanah garapan
Menuntut pemerintah untuk memberikan jaminan dan perlindungan atas harga hasil produksi pertanian padi dan holtikultura. Mendesak pemerintah menertibkan dan program-program pinjaman liar di perdesaan. Menghentikan semua tindak kekerasan, pembulian, penangkapan, kriminalisasi terhadap petani dan aktivis secara luas.
Mendesak agar harga bibit, pupuk, obat-obatan dan seluruh sarana produksi pertanian diturunkan. Menuntut penurunkan bunga pinjaman untuk produksi maupun perdagangan kaum tani dan rakyat luas. Selain itu, mendesak harga BBM diturunkan dan undang-Undang Cipta Kerja No 11 tahun 2020 dicabut. Mendesak jaminan kepastian kerja bagi buruh, menolak PHK dengan dalih kenaikan BBM, serta menuntut kenaikan upah buruh.
Sehari sebelumnya, Senin, 26 September 2022, aksi serupa juga digelar lebih dulu oleh gabungan kelompok tani dari beberapa daerah Jawa Barat seperti Banjar, Pangandaran, Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Bandung, Cianjur, Sukabumi, Indramayu, dan beberapa daerah lainnya yang terlibat bersama Asosiasi Pengelola Perhutanan Sosial Indonesia (AP2SI) Jawa Barat.
Mereka menyampaikan lima sikap atau tuntutan yakni mendukung program petani milenial yang digagas Pemprov Jabar selama program tersebut mampu memperluas tata kuasa, tata kelola, tata produksi dan konsumsi masyarakat atas lahan pertanian. Kedua, meminta pemerintah menerbitkan Pergub dan Perda tentang skema pembiayaan juga penetapan Tanah Objek Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial di Jawa Barat.
Ketiga, melakukan Re-strukturisasi Tim Gugus Tugas Reforma Agraria di Provinsi dan Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Keempat, menciptakan ekosistem yang memberikan jaminan harga dan pasar kepada petani. Kelima, segera melakukan identifikasi Penguasaan, Pemanfaatan, Pemilikan, Pengelolaan Tanah/IP4T di Lahan eks HGU Perkebunan, HGU perkebunan Terlantar dan Kawasan Hutan Dalam Pengelolaan Khusus/KHDPK.