Liputan6.com, Jakarta - Dana Moneter Internasional (IMF) secara terbuka mengkritik rencana pemotongan pajak di Inggris, memperingatkan bahwa langkah tersebut dapat memperburuk krisis biaya hidup. Inggris kini tengah dibayangi resesi.
Dilansir dari laman BBC, Rabu (28/9/2022) Kanselir Kwasi Kwarteng beberapa waktu lalu mengungkapkan pengusulan pemotongan pajak terbesar dalam 50 tahun, saat ia memuji "era baru" bagi ekonomi Inggris.
Advertisement
Dalam pemotongan itu, pajak penghasilan dan bea materai atas pembelian rumah akan dipotong.
Tetapi Partai Buruh Inggris mengatakan pemotongan pajak itu tidak akan menyelesaikan krisis biaya hidup dan menyebutnya sebagai rencana untuk memberi keuntungan kepada masyarakat kaya.
Pengumuman rencana pemotongan pajak Inggris oleh Kwarteng pun dibarengi dengan anjloknya nilai pound sterling.
IMF dalam pernyataannya mengatakan bahwa mereka memahami bahwa paket fiskal yang besar bertujuan untuk mendorong pertumbuhan melalui pemotongan pajak, tetapi memperingatkan bahwa langkah-langkah tersebut dapat mempercepat laju kenaikan harga, yang diupakan untuk turun oleh bank sentral Inggris.
"Sifat dari kebijakan-kebijakan Inggris kemungkinan akan menambah ketidaksetaraan," kata pihak IMF.
"Namun, mengingat tekanan inflasi yang meningkat di banyak negara, termasuk Inggris, kami tidak merekomendasikan paket fiskal besar dan tidak bertarget pada saat ini, karena penting bahwa kebijakan fiskal tidak bekerja dengan tujuan yang bertentangan dengan kebijakan moneter," jelas IMF.
IMF selanjutnya mengatakan, Inggris masih punya kesempatan untuk melakuan re-evaluasi terhadap rencana pajak tersebut, yang sebagian besar menguntungkan orang berpendapatan tinggi.
Respon Mantan Menteri Brexit pada Pernyataan IMF Soal Pemotongan Pajak di Inggris
Sementara itu, mantan menteri Brexit David Frost mengkritik pernyataan IMF.
"IMF secara konsisten menganjurkan kebijakan ekonomi yang sangat konvensional. Ini mengikuti pendekatan yang telah menghasilkan pertumbuhan yang lambat selama bertahun-tahun dan produktivitas yang lemah," ujar Frost kepada outlet media Daily Telegraph.
"Satu-satunya jalan ke depan bagi Inggris adalah pajak yang rendah, menahan pengeluaran, dan reformasi ekonomi yang signifikan," bebernya.
Sementara itu, editor ekonomi BBC Faisal Islam mengatakan bahwa "teguran keras IMF ... mencerminkan kekhawatiran serupa dari kementerian keuangan utama dunia bahwa krisis yang terjadi di Inggris dapat meluas ke perlambatan global".
Advertisement
Kenaikan Suku Bunga Bank Sentral Inggris Jadi Peringatan Resesi di Depan Mata
Bank of England (BoE) menaikkan suku bunga dari 1,75 persen menjadi 2,25 persen, menjadikannya level suku bunga tertinggi dalam 14 tahun.
Bank Sentral Inggris itu pun juga memperingatkan bahwa negaranya mungkin sudah berada dalam resesi.
Dilansir dari BBC, Jumat (23/9/2022) Inggris telah melakukan kenaikan suku bunga untuk ketujuh kalinya dalam upaya menjinakkan harga pangan dan energi yang terus melonjak.
Dibutuhkan biaya pinjaman ke level tertinggi sejak 2008, ketika sistem perbankan global menghadapi keruntuhan.
BoE sekarang memprediksi ekonomi Inggris akan menyusut antara Juli dan September 2022.
Perkiraan ini datang setelah ekonomi Inggris sudah sedikit menyusut antara April dan Juni 2022, dan semakin mendorong terjadinya resesi, yang didefinisikan ketika ekonomi menyusut selama dua kuartal berturut-turut.
Namun BoE mengatakan inflasi tidak akan naik setinggi yang semula diperkirakan, dengan adanya bantuan pemerintah pada tagihan energi bagi rumah tangga serta perusahaan yang membantu membatasi kenaikan harga.
BoE sekarang memperkirakan inflasi akan mencapai puncaknya di bawah 11 persen pada bulan Oktober 2022, setelah sebelumnya memperkirakan akan menyentuh 13 persen bulan depan.
Meskipun demikian, inflasi Inggris saat ini hampir lima kali lipat dari target 2 persen Bank of England dan bahkan jika memuncak pada bulan Oktober, diperkirakan akan tetap di atas 10 persen selama beberapa bulan berikutnya sebelum mulai turun.