Reaksi Dunia Soal Krisis Ekonomi Inggris, Banyak yang Kecewa

Inggris kini tengah mengalami krisis ekonomi yang membuat nilai poundsterling merosot.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 28 Sep 2022, 12:08 WIB
Seorang perempuan membawa tas belanja yang dapat digunakan kembali melintasi distrik perbelanjaan Regent Street, di London, Rabu (18/5/2022). Kantor Stastitik Nasional (ONS) Inggris mengatakan inflasi indeks harga konsumen meningkat menjadi 9% dalam 12 bulan hingga April, dari 7% pada bulan Maret. (AP Photo/Matt Dunham)

Liputan6.com, London - Dunia internasional bereaksi terhadap gejolak di pasar keuangan yang membuat nilai poundsterling jatuh ke level terendah yang pernah ada terhadap dolar. Hal ini menghancurkan kebijakan pemerintah yang baru.

Menanggapi hal tersebut, dunia pun terkejut terlebih karena terfokus pada kesediaan kanselir untuk bereksperimen dengan salah satu dari ekonomi paling stabil di dunia.

Dilansir The Guardian, Rabu (28/9/2022), di salah satu wilayah AS, kritik dipimpin oleh mantan menteri keuangan AS Larry Summers, yang menggunakan Twitter dan menyebut “kebijakan Inggris yang sama sekali tidak bertanggung jawab”, sekaligus mengungkapkan keterkejutannya bahwa pasar telah bereaksi begitu cepat dan kasar.

Dia mengatakan ini dengan sendirinya menunjukkan hilangnya kredibilitas.

Utas panjangnya diakhiri dengan prediksi suram bahwa krisis keuangan di Inggris tidak hanya akan berdampak pada "kelangsungan hidup London sebagai pusat keuangan global", tetapi "juga dapat memiliki konsekuensi global".

Di New York, John Cassidy menulis bahwa krisis itu semakin mengganggu Inggris karena datang begitu cepat setelah kematian Ratu Elizabeth II , “hubungan terakhir mereka yang tersisa ke saat peta buku sekolah mereka menunjukkan petak besar permukaan bumi berwarna merah kekaisaran”. 

Sekarang, katanya, “mereka menghadapi krisis mata uang yang memalukan”.

Dia mengatakan bahwa perdana menteri, Liz Truss, dan kanselirnya, Kwasi Kwarteng, telah menjerumuskan Inggris ke dalam “kekacauan ekonomi”.


Respons Lain

Orang-orang antre dekat Tower Bridge untuk memberi penghormatan kepada mendiang Ratu Elizabeth II yang terbaring di Westminster Hall, London pada 16 September 2022. Pengunjung yang berkerumun ke pusat kota London untuk momen bersejarah memberikan dorongan bagi bisnis pada saat ekonomi Inggris menghadapi krisis biaya hidup yang dipicu inflasi tertinggi dalam empat dekade dan prediksi dari resesi yang mengancam. (AP Photo/Christophe Ena)

Di Irlandia, seorang komentator mengatakan bahwa "ledakan di Inggris" telah jelas menjadi bumerang, dan mendesak pemerintah Irlandia, yang akan mengungkap anggarannya sendiri untuk memberi perhatian lebih. 

“Menteri Paschal Donohoe dan Michael McGrath telah menyampaikan pameran waktu nyata dengan tepat bagaimana tidak melakukannya,” kata Irish Independent dalam sebuah editorial. 

“Terlepas dari beban ekspektasi yang cukup besar, Anggaran 2023 harus didasarkan.”

Di Jerman, koresponden ekonomi harian Frankfurter Allgemeine Zeitung yang berbasis di London, Philip Plickert, mengatakan kepada pembaca bahwa sebagai “sejarawan keuangan dan ekonomi, Kwarteng harus berkonsultasi dengan buku-buku sejarah sekali lagi untuk melihat betapa berbahayanya peningkatan defisit kembar. Perdana Menteri Truss tidak mampu menanggung krisis neraca pembayaran.”

Menteri keuangan Jerman, Christian Lindner, sementara itu, mengatakan kepada surat kabar yang sama di sebuah acara bahwa dia akan menunggu untuk mengambil pelajaran dari apa yang dia sebut sebagai "eksperimen besar" yang telah dilakukan Inggris, katanya,  mereka "menginjak gas sementara bank sentral menginjak rem”.


IMF Beri Alarm

Pengemudi mengantre untuk bahan bakar di sebuah pompa bensin di London, Rabu (29/9/2021). Perdana Menteri Inggris Boris Johnson memastikan suplai bahan bakar minyak kini mulai stabil. Meski demikian, masih butuh waktu sampai situasinya kembali normal. (AP Photo/Frank Augstein)

IMF ikut angkat bicara tentang krisis yang dihadapi pemerintah Inggris. Saat ini, mata uang Inggris sedang terpuruk sehingga harga-harga terancam naik.

Terpuruknya poundsterling dipicu rencana Menteri Keuangan Inggris Kwasi Kwarteng yang ingin memangkas pajak besar-besaran untuk meningkatkan ekonomi. Namun, pemerintah juga akan mengambil utang.

Pengunguman Kwarteng tidak mendapatkan sambutan positif dari investor.

Kebijakan memangkas pajak pun menjadi bumerang dan IMF khawatir warga tak mampu harus menelan pil pahit.

"Sifat dari kebijakan-kebijakan Inggris kemungkinan akan menambah ketidaksetaraan," ucap pihak IMF, dikutip BBC, Rabu (28/9/2022).

Lebih lanjut, IMF berkata pemerintah Inggris masih punya kesempatan untuk melakuan re-evaluasi terhadap rencana pajak tersebut, terutama yang menguntungkan orang berpendapatan tinggi.

Partai Buruh menilai kebijakan Kwarteng akan menguntungkan "orang terkaya 1 persen".


Saran IMF

Pembeli menaruh buah di keranjangnya di sebuah supermarket di London, Rabu (17/8/2022). Inflasi Inggris terus melonjak setelah perang Rusia-Ukraina meletus pada Februari 2022. Pada Januari tahun ini, inflasi The Three Lions masih tercatat 5,5%. Angkanya kemudian melonjak hingga tercatat 9% pada April dan menembus dobel digit untuk pertama kalinya dalam 40 tahun terakhir pada Juli tahun ini. (AP Photo/Frank Augstein)

Pendapat IMF dimentahkan oleh mantan Menteri Brexit, David Frost. Ia berkata pandangan IMF hanya akan membuat produktivitas melemah.

"Satu-satunya cara maju bagi Inggris adalah pajak rendah, menahan pengeluaran, dan reformasi ekonomi signifikan. Lizz Truss dan Kwasi Kwarteng secara tepat fokus pada mewujudkan hal tersebut," ujar Frost yang merupakan sekutu dekat PM Liz Truss.

Bank Inggris juga memberi sinyal akan menaikkan suku bunga untuk merespons jatuhnya nilai poundsterling. Nilai 1 poundsterling sempat jatuh ke US$1,03, meski sudah naik lagi menjadi US$1,07.

"Pertanyaan-pertanyaan serius telah ditanya tentang kompetensi ekonomi dari pemerintahan yang baru ini," ujar Craig Erlam, analis senior market di Oanda, dilansir CNN.

Infografis Ratu Elizabeth II, Penguasa Terlama di Kerajaan Inggris. (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya