Liputan6.com, Nur-Sultan - Nyaris 100 ribu orang Rusia telah hijrah ke Kazakshtan di tengah perang Rusia-Ukraina. Mereka pergi ke Kazakhstan setelah Presiden Rusia Vladimir Putin memerintah wajib militer (wamil) karena butuh 300 ribu pasukan.
Kazakshtan adalah negara tetangga Rusia, sehingga perjalanan ke negara tersebut bisa dilakukan lewat jalur darat.
Advertisement
Dilaporkan VOA News, Rabu (28/9/2022), ada sekitar 98 ribu warga Rusia yang telah menyeberang ke Kazakhstan pada sepekan setelah Presiden Putin mengumumkan mobilisasi militer parsial dalam perang melawan Ukraina.
Selain Kazakhstan, pilihan favorit warga Rusia adalah Georgia. Mereka datang berbondong-bondong dengan mobil, sepeda, bahkan jalan kaki.
Menteri Dalam Negeri Kazakhstan, Marat Akhmetzhanov, berkata pihak berwenang tidak akan memulangkan warga Rusia yang datang, kecuali mereka ada di daftar kriminal.
Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev juga memerintahkan pemerintahannya untuk membantu para warga Rusia yang datang.
"Kita harus mengurus mereka dan memastikan keselamatan mereka. Ini adalah iu politik dan kemanusiaan. Saya menugaskan pemerintah untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan," ujar Tokayev.
Finlandia dan Norwegia menjadi negara maju yang menjadi pilihan warga Rusia untuk hijrah. Harga tiket pesawat ke luar Rusia pun meroket. Euronews menyebut pemerintah Finlandia berusaha memblokir kedatangan warga Rusia di perbatasan.
Sebelumnya, Kementerian Pertahanan Rusia berkata 300 ribu orang yang dicari pemerintah adalah yang punya pengalaman tempur atau pelayanan militer lainnya. Namun, berbagai laporan muncul bahwa orang-orang di luar kategori tersebut juga direkrut.
Perbatasan Finlandia
Sebelumnya dilaporkan, ribuan orang melarikan diri dengan mobil, menciptakan antrean panjang lalu lintas yang mencapai berjam-jam, atau bahkan berhari-hari, di beberapa perbatasan, seperti dikutip dari laman VOA Indonesia, Selasa (27/9).
Antrean panjang terlihat di persimpangan Svetogorsk antara Rusia dan Finlandia Minggu pagi (25/9).
Lainnya membeli tiket pesawat yang sangat jarang ada, dan kalaupun ada harganya sudah melangit, supaya dapat terbang ke luar negeri di tengah beredar luasnya isu tentang penutupan perbatasan.
Putin, dan Menteri Pertahanan Sergei Shoigu, mengatakan perintah mobilisasi berlaku untuk tentara cadangan yang baru-baru ini bertugas atau memiliki ketrampilan khusus, tetapi setiap laki-laki di Rusia yang berusia 18-65 tahun dianggap sebagai tentara cadangan, dan keputusan Putin itu membuka pintu perluasan panggilan wajib militer.
Kremlin mengatakan tujuan awal mobilisasi itu adalah menambah sekitar 300.000 tentara ke dalam pasukannya di Ukraina di tengah keterbatasan perlengkapan militer, meningkatnya korban dan melemahnya moral tentara Rusia. Pengerahan tentara cadangan itu menjatuhkan hukuman yang lebih berat terhadap tentara Rusia yang tidak mematuhi perintah perwira, atau meninggalkan pasukan dan menyerah pada musuh.
Putin menandatangani langkah-langkah pengerahan parsial itu menjadi undang-undang pada hari Sabtu (24/9).
Advertisement
Presiden Ukraina Siap Tolong Tentara Pembelot dari Rusia
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengaku siap menyambut para tentara Rusia yang berkhianat saat invasi berlangsung. Ia meminta agar para tentara menyerah ketika mencapai garis depan.
Dilansir BBC, Minggu (25/9), Presiden Ukraina membuat pengumuman itu di tengah kebijakan wajib militer (wamil) dari Presiden Rusia Vladimir Putin. Rusia sedang mencari 300 ribu pasukan cadangan.
Unjuk rasa penolakan pun langsung pecah. Pemerintah Rusia lantas telah menambah hukuman bagi pembelot atau orang yang tidak patuh. Hukumannya bisa mencapai 10 tahun penjara.
Organisasi HAM Rusia, OVD-Info, melaporkan bahwa ada 700 orang yang ditangkap pada Sabtu (24/9) karena unjuk rasa. Sebelumnya, sudah ada 1.000 orang yang ditangkap. Rusia memang melarang demo tanpa izin.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berbicara dengan Bahasa Rusia dan mengajak tentara Rusia untuk menyerah ketimbang malah disidang sebagai penjahat perang setelah konflik selesai, atau tewas dalam penyerangan.
"Lebih baik menyerah kepada penahanan Ukraina ketimbang terbunuh oleh serangan senjata-senjata kita," ujar Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Pihak Ukraina mengaku akan mengurus para pembelot sesuai konvensi-konvesi internasional. Para pembelot juga tidak akan dikembalikan ke Rusia apabila takut ada pembalasan.
Pekan lalu, beredar laporan para laki-laki usia wamil di Rusia yang terbang ke luar negeri. Tiket-tiket pesawat pun harganya naik, serta harganya naik. Ada pula kabar polisi militer Rusia menjemput langsung para mahasiswa di kelas-kelas agar ikut wamil.
Sidang Umum PBB 2022: Menlu Belanda Kecam Brutalitas Rusia di Ukraina
Sebelumnya dilaporkan, Menteri Luar Negeri Belanda Wopke Hoekstra turut menyuarakan kritiknya terhadap Rusia yang menginvasi Ukraina. Ia menyebut tindakan Rusia sebagai hal yang brutal.
Hoekstra menyuarakan hal itu saat menyimak pidato Presiden Amerika Serikat Joe Biden di Sidang Majelis Umum PBB (UNGA) yang mengecam Rusia.
"Saya menyambut ucapan di UNGA oleh POTUS. Kerajaan Belanda berdiri bersama AS dalam menyorot agresi Rusia terhadap Ukraina dan rakyatnya. Mobilisasi militer parsial dan referendum tipu-tipu dalam daerah Ukraina yang diduduki oleh Rusia adalah pelanggaran langsung Piagam PBB," ujar Menlu Belanda Wopke Hoekstra melalui Twitter, dikutip Jumat (23/9).
"Kita tetap harus bersatu dalam mengecam brutalitas Rusia dan melanjutkan dukungan terhadap Ukraina dengan cara yang kita bisa," ucapnya.
Masalah referendum tipu-tipu itu juga dibahas oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron dalam pidatonya yang berapi-api di Sidang Umum PBB 2022. Rusia dikecam karena ingin mengadakan referendum di daerah yang mereka duduki secara militer.
Menurut laporan AP News, referendum itu terjadi di daerah separatis Luhansk dan Donetsk yang berada di timur Ukraina. Pejabat-pejabat yang dibeking Moskow di Kherson dan Zaporizhzhia di selatan juga meminta voting.
Kanselir Jerman Olaf Scholz juga setuju bahwa referendum itu adalah tipu-tipu. Presiden Prancis Emmanuel Macron berkata referendum itu tidak punya dampak hukum apa-apa. Sementara, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menilai retorika referendum Rusia itu hanya pengalihan isu.
Advertisement