Liputan6.com, Jakarta Komplain konsumen Es Teh Indonesia terkait salah satu minumannya yang terlalu manis ramai diperbincangkan di jagat maya. Bermula lewat sebuah unggahan, pemilik akun Twitter @gandhoyy menyebut minuman yang dibelinya seperti mengandung gula tiga kilogram.
Saat itu, pria bernama Gandhi tersebut membeli Chizu Red Velvet milik Es Teh Indonesia. Menurut Gandhi, minuman satu ini terlalu manis sehingga ia menuliskan pengalamannya melalui sebuah tweet.
Advertisement
Ternyata, unggahan tersebut berujung pada pemberian somasi untuk Gandhi dari pihak Es Teh Indonesia. Berdasarkan keterangan yang diberikan, komplain Gandhi dinilai berisi penghinaan dan mengandung informasi menyesatkan.
Sejak mencuatnya kabar itu, tak sedikit yang ikut memberikan pendapat terkait dampak buruk mengonsumsi minuman yang mengandung gula yang berlebih. Seperti diketahui, mengonsumsi gula yang berlebih dalam makanan maupun minuman memang tidak dianjurkan.
Mengonsumsi gula berlebihan dapat membawa dampak buruk bagi kesehatan. Terlebih, mengonsumsi minuman seperti es teh dengan gula secara rutin punya kaitan secara tidak langsung dengan penyakit jantung.
"Ini lagi viral ya menambahkan gula di teh, es teh. Indonesia memang sukanya es teh manis ya. Sebenarnya asosiasi langsung (antara minum es teh manis dengan penyakit jantung) tidak ada," ujar Ketua PP PERKI dr Radityo Prakoso dalam acara Peringatan Hari Jantung Sedunia (HJS) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI pada Rabu, (28/9/2022).
"Tetapi kembali lagi, penyakit jantung koroner itu ada faktor risiko. Salah satunya adalah diabetes melitus. Kalau diabetes melitus, penambahan gula, glukosa di es teh itu akan sangat cepat meningkatkan gula darah, dan itu yang menjadi komorbid," tambahnya.
Tidak Ada Korelasi Langsung, Namun Picu Komorbid
Prakoso mengungkapkan bahwa korelasi secara langsung antara minum es teh manis rutin dengan penyakit jantung tidak ada. Hanya saja kebiasaan tersebut dapat menimbulkan faktor risiko penyakit jantung.
"Ini yang akan gula darah tidak terkendali dan akhirnya menjadi komorbid yang akan mem-promote terjadinya serangan jantung," kata Prakoso.
Dalam kesempatan yang sama, turut hadir Direktur P2PTM Kemenkes RI, dr Eva Susanti. Menurutnya, sangat penting untuk membatasi konsumsi gula yang masuk ke dalam tubuh.
"Itu tidak boleh lebih dari 50 miligram per hari atau sekitar empat sendok makan. Nah, ini sebenarnya marak di negara-negara yang memang sudah banyak obesitasnya. Lebih direndahkan lagi jadi sekitar 25 miligram per hari," ujar Eva.
"Kenapa? Karena gula ini akan menyebabkan obesitas yang akan memicu terjadinya diabetes. Nanti ketika tidak terkontrol, ini akan memicu juga terjadinya penyakit jantung. Memang agak panjang jalannya, tapi kita harus ingat kalau harus menghindari faktor risiko," tambahnya.
Advertisement
Faktor Risiko Memudahkan Penyakit Jantung
Menurut Prakoso, 80 persen kasus penyakit jantung dapat dicegah lewat menurunkan faktor risikonya. Faktor risiko penyakit jantung sendiri terbagi menjadi dua, yang dapat diubah dan tidak bisa diubah.
"Yang tidak dapat diubah itu apa? Riwayat keluarga dengan penyakit jantung, usia, jenis kelamin, dan etnis atau ras. Tapi yang dapat diubah apa? Merokok, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, gaya hidup sedenter, obesitas, diabetes, kebiasaan makan makanan berlemak, dan konsumsi alkohol," kata Prakoso.
Prakoso mengungkapkan bahwa gaya hidup tidak sehat itulah yang menjadi penyebab paling umum dari penyakit jantung. Bahkan sebuah data menunjukkan bahwa orang yang mengonsumsi fast food dua kali dalam sehari juga dapat berkontribusi.
Hal tersebut dikarenakan mengonsumsi fast food dapat menginduksi terjadinya inflamasi yang berperan dalam pembentukan plak di pembuluh darah, yang mana bisa meningkatkan risiko penyakit jantung.
Di sisi lain, faktor-faktor seperti stres akademis, manajemen waktu yang buruk, kurang tersedianya opsi makanan sehat, kepraktisan pun dapat berkontribusi pada penyakit jantung terutama di usia muda.
Tanda Penyakit Jantung yang Perlu Diwaspadai
Berdasarkan data Global Status Report 2019, 17,8 juta kematian di dunia disebabkan oleh penyakit jantung. Prakoso menyebutkan, penyakit jantung masuk dalam 10 besar penyakit yang menyebabkan kematian di Indonesia.
Lalu, kapankah Anda harus mulai curiga terkait penyakit jantung? Berikut tanda-tandanya.
1. Merasa tidak nyaman di area dada (nyeri, sesak, tertekan, terbakar)
2. Mual, muntah
3. Keringat dingin
4. Pusing atau pingsan
5. Nyeri menjalar ke lengan, rahang, tenggorokan, atau punggung
6. Bengkak pada kaki
7. Mudah lelah
8. Berdebar-debar, detak jantung tidak teratur
9. Batuk tidak kunjung sembuh dengan sputum pink muda atau putih berbusa
Advertisement