Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, sebagai anggota Komite AML CFT, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus meningkatkan kualitas pencegahan pencucian uang atau yang terkait dengan pembiayaan ilegal. Kemenkeu juga mendukung upaya sektor keuangan dalam membangun kredibilitas dan integritas pengelolaan perbendaharaan negara.
“Untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan ekonomi, tahun lalu Kementerian Keuangan dan PPATK telah menandatangani nota kesepahaman pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme," kata Sri Mulyani dalam acara Konferensi Integrity and Compliance Task Force B20: Fostering Agility to Combat Money Laundering and Economic Crimes, Rabu (28/9/2022).
Advertisement
Nota kesepahaman antara Kementerian Keuangan dan PPATK ini juga merupakan tanda dukungan penuh pemerintah terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.
"Selain itu, nota kesepahaman ini juga menjadi pedoman dalam melaksanakan kerjasama antara Kementerian Keuangan dengan PPATK. Ruang lingkup nota kesepahaman kami juga mencakup pertukaran data dan informasi," ujar Menkeu.
Adapun untuk memerangi pencucian uang dan pendanaan terorisme, Indonesia membentuk PPATK pada tahun 2002. PPATK merupakan unit intelijen keuangan independen negara yang didirikan untuk memerangi kejahatan keuangan. Unit ini juga memiliki peran penting dalam proses Indonesia menjadi anggota penuh FATF.
"Misi yang dilakukan oleh PPATK sejalan dengan arahan Presiden Republik Indonesia pada peringatan dua dekade Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU/PPT) di Indonesia," ucapnya.
FATF
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Stategi dan Kerjasama Internasional Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK)Tuti Wahyuningsih mengatakan, dengan memberikan rekomendasi yang mampu membangun langkah-langkah tepat dalam menanggulangi serta memerangi pencucian uang, dan kejahatan ekonomi merupakan bagian dari gugus tugas B20 yang memiliki kepentingan strategis dalam meningkatkan kewaspadaan dan juga pencegahan guna memerangi risiko pencucian uang/pendanaan terorisme.
"Dengan mengikuti rekomendasi tersebut, akan sangat berarti bagi Indonesia untuk dapat menjadi anggota tetap dari Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF), terutama dalam mendorong kerjasama antara lembaga pemerintah dan pelapor dalam Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU/PPT)," ujar Tuti.
Tuti Wahyuningsih, menambahkan PPATK terus berupaya menjalankan peranannya sebagai bagian dari sistem APU/PPT di Indonesia secara maksimal, dengan adanya pengembangan berbagai langkah strategis dari PPATK dalam mendorong pengembangan upaya memerangi pencucian uang dan kejahatan ekonomi.
Advertisement
Penilaian Risiko Nasional Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme
Pertama, PPATK telah meluncurkan Penilaian Risiko Nasional Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme/Pendanaan Proliferasi pada tahun 2021. Penilaian Risiko Nasional ini merupakan upaya untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengevaluasi berbagai risiko pencucian uang, pendanaan terorisme, dan proliferasi senjata pemusnah massal dalam ruang lingkup risiko domestik dan mancanegara.
Kedua, PPATK telah melaksanakan aksi kolektif terkait integritas keuangan dengan menginisiasi pembentukan Kerjasama Pemerintah-Swasta atau dikenal sebagai Public-Private Partnership (PPP).
Tujuan dari pembentukan PPP pada APU/PPT di Indonesia adalah untuk membangun wadah diskusi antara pemerintah dan pihak swasta untuk dapat lebih efektif dan efisien dalam menangani pencucian uang dan pemulihan aset.
"Yang tak kalah pentingnya, PPATK telah mendorong langkah-langkah yang lebih kuat dalam memerangi risiko pencucian uang/pendanaan terorisme dengan menggunakan sistem teknologi informasi terkini, antara lain GoAML, SIPENDAR, SIPESAT, dan SEJATI," pungkas Tuti.