Liputan6.com, Cilacap - Di Cilacap, Jawa Tengah, ada sesosok ulama kharismatik yang sangat dihormati masyarakat. Beliau adalah KH Najmudin, pimpinan Pondok Pesantren Bendasari, Majenang yang di belakang hari bernama Pondok Pesantren El Bayan.
Selain karena keilmuannya yang tinggi, KH Najmudin juga dikenal memiliki banyak karomah. Dia dikenal karena kecerdasannya saat muda. Bahkan, ia tak pernah mondok di satu pesantren dalam waktu lama karena mudah memahami pelajaran yang diberikan gurunya.
Saat sudah mengasuh pesantren, KH Najmudin adalah ulama khos dengan bidang keilmuan yang lengkap. Mulai Ilmu tauhid, fiqih, ilmu alat, hingga ilmu hikmah (kesaktian).
Baca Juga
Advertisement
Salah satunya, kisah ketika KH Najmudin muda menyelamatkan dua kerabatnya yang hendak dieksekusi Belanda pada masa agresi militer 1948. Dua kerabat tersebut adalah anggota pejuang Hizbullah.
Hizbullah adalah laskar bersenjata yang terdiri dari santri dan ulama yang bertekad mengusir Belanda.
Suatu hari dua pejuang tersebut tertangkap dan segera dipenjara di sel tangsi Wanareja. Wanareja adalah pusat perkebunan sekaligus pos komando daerah Belanda. Letaknya di pinggir jalan nasional selatan Jawa.
KH Najmudin menyelinap masuk ke tangsi Belanda di Wanareja, dan membuka gembok berukuran besar tanpa diketahui tentara Belanda yang berjaga ketat.
“Itu gaib. Ada campur tangan Mbah Najmudin,” kata Kiai Masngudin, kerabat yang masih terhitung cucu keponakan KH Najmudin.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Keturunan Sunan Giri dan Murid Ulama-Ulama Besar
Penghormatan masyarakat juga menilik nasab KH Najmudin yang jika dilacak sampai kepada salah satu tokoh besar Wali Songo, Sunan Giri.
Sunan Giri adalah seorang wali yang ikut menyebarkan agama Islam di Nusantara. Namanya tercatat sebagai salah satu walisongo yang ikut menyebarkan Islam di tanah Jawa.
Sunan Giri merupakan sosok wali keturunan dari Kerajaan Blambangan. Ia adalah putra dari Syekh Maulana Ishaq dan Dewi Sekardadu yang lahir di Blambangan pada tahun 1442 M.
KH Najmudin juga merupakan murid dari beberapa ulama besar tanah air, dua di antaranya Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari dan Syekh Ihsan Jampes.
Pengaruh politik KH Hasyim Asy’ari tampak dari keistikamahannya mempertahankan pandangan politiknya. Misalnya pada era 1960-an.
Di tengah tekanan komunis dan DII TII yang hendak mendirikan negara Islam. Di sisi lain, KH Najmudin adalah sosok kiai yang terbuka kepada orang lain.
“Mbah Najmudin mampu menjadi orangtua untuk semua. Semuanya menuakan Mbah Najmudin,” ucapnya.
Advertisement
Karib KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen
Barangkali, ini juga ada kaitan dengan didikan Syekh Ihsan Jampes, di mana ulama kharismatik lainnya, Syaikhona KH Maimoen Zubair, Sarang, Rembang juga mengaji.
Kenapa bisa demikian? Kedua ulama besar itu pernah mengaji di tempat yang sama. Syekh Ihsan Jampes adalah guru pertama Mbah Moen.
Di kemudian hari, Mbah Najmudin dan Mbah Moen juga sama-sama aktif di Partai Persatuan Pembangunan (PPP), setelah partai berhalauan Islam dilebur atau fusi dalam partai ini.
Bahkan, KH Maimoen sering bertandang ke Bendasari, ke kediaman KH Najmudin. Namun, Masngudin tak bisa memastikan agenda yang dibicarakan oleh kedua kiai tersebut.
Kedatangan KH Maimoen pun tak diacarakan khusus. Bahkan, kerap kali tak ada yang tahu bahwa Mbah Maimoen berada di kediaman Mbah Najmudin.
“Saya pernah kaget saat membuka pintu. Ternyata ada Mbah Mun di situ. Apa ada kaitannya kenapa sama-sama di PPP, saya tidak tahu,” Masngudin mengaku tidak bisa memastikan.
Pesantren Bendasari masih ada dan bahkan terus berkembang. Kini namanya adalah Pondok Pesantren Elbayan. Di bawah naungan Yayasan Elbayan, didirikan berbagai pendidikan formal, mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Tim Rembulan