Liputan6.com, Berlin- Kementerian Luar Negeri Turki memanggil duta besar Jerman untuk Ankara pada Selasa 27 September 2022. Gara-garanya salah satu politikus Jerman, Wolfgang Kubicki menyebut Recep Tayyip Erdogan sebagai sewer rat alias tikus got.
"Kami mengecam keras pernyataan yang menghina presiden kami yang dibuat oleh Wakil Presiden Parlemen Federal Jeman Wolfgang Kubicki,” kata Kementerian Turki dalam sebuah pernyataan. Mereka juga menambahkan bahwa pernyataan “tidak sopan” itu menunjukkan level moralitas dan tanggung jawab politik Kubicki serta memperlihatkan kedangkalannya.
Advertisement
Saat itu, mengutip Politico, Kamis (19/9/2022), Kubicki sedang berkampanye untuk partai liberalnya, Free Democratic Party pada Senin 26 September di Lower Saxony. Ia mengatakan kepada para pendukungnya bahwa Jerman seharusnya tidak memembuka pintunya lagi untuk menerima gelombang pengungsi baru di negara itu.
Kubicki juga menyebut bahwa hal tersebut terjadi karena "Erdogan, si tikus got."
Saat dihubungi oleh salah satu media, Kubicki mengaku bahwa benar ia telah menyebut Erdogan sebagai tikus got seraya memberikan penjelasan atas itu.
Kubicki mengatakan, ia membuat pernyataan ini mengacu pada meningkatnya jumlah migran tanpa dokumen yang berasal dari Turki di sepanjang rute Balkan menuju Jerman. Ia bahkan mencontohkan tikus got dalam film animasi Ratatouille yang sering ditonton anak-anak melalui televisi.
“Tikus got adalah makhluk kecil, imut, tetapi pada saat yang sama licik dan pintar. Tikus got juga muncul dalam cerita anak-anak,” pungkas Kubicki.
Pada acara yang sama hari Senin, Kubicki juga menolak permintaan dari anggota partainya yang lain terhadap pengiriman senjata yang cepat dan komprehensif ke Ukraina dari Jerman, dan bertanya: "Kapan saatnya tiba di mana Putin melihat kita sebagai pihak yang berperang?"
Kubicki dikenal karena pernyataannya yang provokatif dan karena sikapnya yang dianggap lebih “lunak” terhadap Rusia. Bulan lalu, ia mendorong agar pipa gas Nord Stream 2 antara Rusia-Jerman kembali diaktifkan setelah Berlin menutupnya karena invasi Ukraina. Hal tersebu memicu kritik yang keras dari internal partainya sendiri.
Menghina presiden merupakan pelanggaran pidana di Turki.
Ankara memiliki sejarah terkait komentar negatif yang dilontarkan pada presidennya. Pada 2016, Ankara mengajukan dua pengaduan hukum terhadap komedian Jerman Jan Böhmermann, setelah ia membaca puisi dengan kata-kata yang kasar di acara TV-nya yang dianggap menghina Erdogan.
Warga Turki di Jerman Berikan Dukungan Besar bagi Erdogan
Berbicara masalah Erdogan di Jerman, beberapa tahun lalu, hampir dua pertiga dari komunitas Turki di Jerman memberikan suara untuk Presiden Recep Tayyip Erdogan dalam pemilu hari Minggu 24 Juni 2018. Jauh lebih besar dari dukungan rata-rata yang diperoleh Erdogan di Turki, menurut hasil awal.
Para pendukung Erdogan yang melambai-lambaikan bendera Turki dan meneriakkan slogan-slogan dilaporkan turun ke jalan di beberapa kota Jerman. Mereka merayakan Erdogan yang mengklaim kemenangan dalam pemilihan pada Minggu malam.
Di Berlin, ratusan pendukung Erdogan berpesta di Breitscheidplatz, sementara iring-iringan mobil melaju di jalan Kurfürstendamm. Seruan "Recep Erdogan, pemimpin kami" dapat didengar, media setempat melaporkan, seperti dikutip dari DW (26/6/2018).
Anggota parlemen Jerman dan mantan ketua partai Hijau Cem Özdemir, yang berdarah Turki, mengeritik perayaan di jalanan Berlin.
"Para pendukung Erdogan di Jerman yang merayakan tidak hanya merayakan otokrat mereka, tetapi juga mengekspresikan penolakan mereka terhadap demokrasi liberal kita. Seperti AfD. Kita harus khawatir tentang ini," tulisnya di Twitter, merujuk pada partai ultra kanan Alternatif für Deutschland (AfD).
Di Dortmund, seorang jurnalis berbagi video pendukung Erdogan dengan bendera Turki sambil meneriakkan "Allahu Akbar" dan slogan-slogan menentang kelompok militan Kurdi, PKK.
Marco Bülow, anggota Bundestag dari Partai Sosialdemokrat SPD menulis di Twitter: "Maaf, tapi itu membuat saya 'sakit'."
Di barat kota Köln, banyak pendukung Erdogan yang berkonvoi di sepanjang Hohenzollernring melambai-lambaikan bendera Turki dan menembakkan kembang api.
Polisi menutup sementara jalan dan mencatat beberapa pelanggaran hukum, demikian laporan harian Kölner Stadt-Anzeiger.
Advertisement
Kesuksesan Erdogan di Jerman
- Erdogan meraih 65,7 persen suara di Jerman dari 80 persen suara dihitung, dibandingkan dengan yang diproyeksikan 52,6 persen di Turki
- Partai Justice and Development Party (AKP) mendapat 56,3 persen dukungan di antara komunitas Turki di Jerman, dibandingkan 42,5 persen di Turki
- Kandidat partai oposisi utama CHP, Muharrem Ince, menerima 22 persen suara di Jerman, dibandingkan dengan 31 persen di Turki
- Warga Turki Kurdi di Jerman juga tampaknya menggunakan hak pilih mereka. Kandidat Partai Demokrasi Rakyat-Kurdi Selahattin Demirtas mengumpulkan sekitar 9,5 persen suara di Jerman, dibandingkan 8,3 persen di Turki.
- Sekitar 475.000 warga Turki memberikan suara di Jerman, atau sekitar 43 persen dari mereka yang memenuhi syarat untuk memilih
- April 2017, lebih dari 63 persen pemilih dari Jerman mendukung referendum yang mengubah Turki dari sistem parlementer menjadi presidensial. Di Turki tingkat dukungan untuk perubahan adalah 51 persen.
Melihat hal tersebut, bukan tidak mungkin jika Erdogan tidak dikenal oleh sebagian penduduk Jerman.
Datang ke Jerman dan Ingin Memperbaiki Hubungan
Jika melihat hubungan Erdogan dan Jerman, dilaporkan bahwa tepat empat tahun yang lalu, Recep Tayyip Erdogan bertandang ke Berlin pada Kamis, 27 September 2018 untuk memulai kunjungan kenegaraannya di Jerman. Selama tiga hari di negeri tersebut, presiden Turki ini menyampaikan bahwa ia ingin mengurangi ketegangan dengan "rekan-rekan Jermannya."
Dalam suatu tulisan editorial tamu yang diterbitkan dalam harian Frankfurter Allgemeine Zeitung, Erdogan mendesak agar Jerman dan Turki segera membuka halaman baru, di tengah hubungan kedua negara yang memanas.
"Adalah tanggung jawab kita untuk secara rasional memajukan hubungan, atas dasar kepentingan bersama, terlepas dari ketakutan yang irasional," tulis Erdogan, seperti dikutip dari DW, Sabtu (29/9/2018).
Ia juga menggarisbawahi terkait tindakan yang harus dilakukan oleh pemerintah Jerman untuk meningkatkan hubungan bilateral, termasuk menunjuk gerakan Gulen sebagai organisasi teroris yang dianggap sebagai dalang di balik kudeta 2016 yang gagal.
Tulisan editorial tersebut juga memperingatkan munculnya Islamofobia dan ekstremisme sayap kanan di Jerman.
Hubungan antara kedua negara telah tegang selama bertahun-tahun, di mana Berlin prihatin dengan tendensi otokratis pemerintahan Erdogan dan penangkapan warga Jerman di Turki.
Menurut Kementerian Luar Negeri Jerman, lima warga negaranya saat ini menjadi tahanan politik di Turki.
Tetapi karena Ankara sekarang berhadapan dengan Amerika Serikat terkait masalah Suriah dan mendapat sanksi ekonomi, Turki beralih ke Jerman dan Uni Eropa dengan harapan mendapat dukungan untuk menstabilkan negara.
Advertisement