Puluhan Ekonom Dunia Yakin Resesi Global Kian Dekat dan Bisa Lanjut Hingga 2023

Para ekonom memperkirakan pertumbuhan yang berkurang, inflasi yang sangat tinggi dan penurunan upah riil akan terus berlanjut di sisa tahun 2022 bahkan hingga 2023.

oleh Aprilia Wahyu Melati diperbarui 30 Sep 2022, 09:20 WIB
Ilustrasi resesi. Foto: Freepik

Liputan6.com, Jakarta World Economic Forum (WEF) atau Forum Ekonomi Global mengatakan, tingginya inflasi yang tiada henti dan penurunan upah riil secara konsisten membuat resesi global semakin mungkin terjadi. Perkiraan ini didasarkan pada survei kepala ekonom dari seluruh dunia.

Menurut survei terhadap lebih dari 50 ekonom dari keuangan, asuransi, layanan profesional dan industri teknologi, serta organisasi internasional dan bank pembangunan regional, rata-rata tujuh dari sepuluh ekonom menganggap resesi global setidaknya "agak mungkin" terjadi.

Para ekonom memperkirakan pertumbuhan yang berkurang, inflasi yang sangat tinggi dan penurunan upah riil akan terus berlanjut di sisa tahun 2022 bahkan hingga 2023.

Dilansir The Economic Times, Jumat (30/9/2022), menurut laporan berjudul WEF Chief Economist Outlook, upah riil kemungkinan akan terus turun di seluruh dunia pada 2022-2023. Tekanan inflasi, bagaimanapun, diperkirakan akan mereda tahun depan, tambahnya.

Secara global, prospek ekonomi bakal turun lebih jauh selama beberapa bulan terakhir dengan ekspektasi pertumbuhan yang dipangkas di semua wilayah. Bahkan diperkirakan akan terjadi krisis biaya hidup yang kemudian menyebabkan kerusuhan sosial.

Survei menunjukkan, ketahanan pangan bisa berisiko di banyak wilayah selama tiga tahun ke depan.

Hampir sembilan dari sepuluh kepala ekonom memperkirakan pertumbuhan di Eropa akan melemah pada 2023.

Sementara pertumbuhan moderat diperkirakan terjadi di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara (MENA), AS, Asia Selatan, dan Amerika Latin.

Prospek pertumbuhan yang suram sebagian didorong oleh inflasi yang tinggi, yang telah memicu pengetatan moneter yang tajam di banyak negara.

Dengan pengecualian China dan kawasan MENA, sebagian besar kepala ekonom memperkirakan inflasi yang tinggi akan bertahan selama sisa tahun 2022, dengan ekspektasi yang agak moderat pada tahun 2023.

Karena tingginya biaya hidup bergema di seluruh dunia, para kepala ekonom sepakat bahwa upah akan gagal untuk mengimbangi lonjakan harga pada tahun 2022 dan 2023.

Dengan sembilan dari sepuluh mengharapkan upah riil turun di ekonomi berpenghasilan rendah selama periode itu, di samping 80 persen di ekonomi berpenghasilan tinggi.

 


Dampak Bagi Negara Berpenghasilan Rendah

Ilustrasi Resesi Ekonomi di Indonesia (Liputan6.com / Abdillah)

Dengan melemahnya daya beli rumah tangga, mayoritas kepala ekonom memperkirakan tingkat kemiskinan di negara-negara berpenghasilan rendah akan meningkat, dibandingkan dengan 60 persen di negara-negara berpenghasilan tinggi.

“Meningkatnya ketidaksetaraan antara dan di dalam negara adalah warisan berkelanjutan dari COVID-19, perang, dan tindakan kebijakan yang tidak terkoordinasi. Dengan inflasi yang melonjak dan upah riil yang turun, krisis biaya hidup global memukul yang paling rentan,“ kata Saadia Zahidi, Managing Director di Forum Ekonomi Dunia.

"Karena para pembuat kebijakan bertujuan untuk mengendalikan inflasi sambil meminimalkan dampak pada pertumbuhan, mereka perlu memastikan dukungan khusus kepada mereka yang paling membutuhkannya. Taruhannya tidak bisa lebih tinggi," tambahnya.

 


Biaya Krisis Hidup

Ilustrasi Kemiskinan Credit: pexels.com/Harrison

Sementara itu, survei juga menunjukkan bahwa biaya krisis hidup mendorong kekhawatiran seputar energi dan harga pangan.

Karena itu, banyak kepala ekonom tampak khawatir tentang risiko kerawanan pangan khususnya di Asia Selatan dan Asia Tengah, sementara hampir 80 persen responden memperkirakan kenaikan biaya akan memicu kerusuhan sosial di negara-negara berpenghasilan rendah versus 20 persen di negara-negara berpenghasilan tinggi.

Sebagai informasi, The Chief Economist Outlook adalah laporan triwulanan yang didasarkan pada perkembangan kebijakan terbaru, konsultasi dan survei dari kepala ekonom terkemuka tentang topik ekonomi yang paling mendesak.

 

Reporter: Aprilia Wahyu Melati

Infografis Indonesia Masuk Resesi Ekonomi. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya