PMN Kereta Cepat Jakarta Bandung Belum Cair, Ini Alasannya

Cairnya PMN untuk proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung akan menunggu hasil hitungan terbaru audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

oleh Arief Rahman H diperbarui 29 Sep 2022, 17:50 WIB
Rangkaian kereta cepat diturunkan menggunakan alat berat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (2/9/2022). Rangkaian kereta cepat yang telah tiba terdiri atas satu rangkaian kereta inspeksi dan satu rangkaian kereta cepat KCIC400AF untuk penumpang. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengungkap alasan penyertaan modal negara (PMN) untuk proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung tak kunjung cair. Alasannya, angka final pembengkakan biaya Kereta Cepat Jakarta Bandung belum ditentukan.

Untuk diketahui, PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI sebelumnya direncanakan mendapat PMN Rp 4,1 triliun untuk proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung. Belakangan, kabarnya alokasi dana pemerintah itu urung diberikan.

Arya mengatakan, cairnya PMN akan menunggu hasil hitungan terbaru audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Meski sebelumnya sudah ada angka pembengkakan sementara yang disampaikan.

"Masih menunggu keputusan Komite KCJB," kata dia dalam Ngopi BUMN di Kementerian BUMN, Kamis (29/9/2022).

Setelah ada angka final pembengkakan biaya atau cost overrun, baru selanjutnya diputuskan berapa dana PMN dibutuhkan. Menurut catatan Liputan6.com, pembengkakan biaya sementara berada di angka USD 1,176 miliar.

"Makanya ditunggu (besaran final pembengkakan biaya), setelah itu keluar baru ada keputusan, Komite KCJB akan memutuskan berapa yang sebenarnya dibutuhkan. Kalau belum keluar kan kita belum boleh (dapat PMN), tapi mengusulkan kan boleh," terangnya.

"Soal nanti dikurangi atau seperti apa kan terserah," tambahnya.

 


Butuh Dana Rp 3,2 Triliun

Rangkaian kereta cepat ditempatkan pada sebuah kontainer usai diturunkan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (2/9/2022). Rangkaian kereta cepat yang telah selanjutnya akan langsung dibawa ke KCIC Tegalluar, Bandung, Jawa Barat. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Pembengkakan biaya (cost overrun) proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) masih jadi perhatian. Terbaru, dibutuhkan dana sekitar Rp 3,2 triliun untuk menambal biaya tersebut.

Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo mengatakan kalau pembengkakan biaya tersebut masih dalam proses audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Menurut rencana, biaya ini akan ditambal lewat Penyertaan Modal Negara (PMN) dan pinjaman.

"Jadi cost overrun kan kita sedang audit BPKP kan, kita minggu depan ada rapat komite, ya kita biayailah ada dari PMN yang melalui perpres sama dari pinjaman juga, ktia sedang skema-kan," ujarnya saat ditemui di Sarinah, Rabu (28/9/2022).

 


Pekan Depan

Foto udara memperlihatkan saat pekerja dengan dibantu alat berat menurunkan rangkaian kereta cepat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (2/9/2022). Rangkaian kereta cepat yang telah tiba terdiri atas satu rangkaian kereta inspeksi dan satu rangkaian kereta cepat KCIC400AF untuk penumpang. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Maka, melalui pertemuan di pekan depan itu akan menghasilkan angka yang dibutuhkan. "Ada exercise kedua sedang kita bahas minggu depan harusnya kita keluar dengan angka excercise, baru ktia ajukan PMN untuk 2022 ini," ungkapnya.

Untuk diketahui, PMN akan disuntik ke PT KAI (Persero) sebagai pelaksana proyek tersebut. Ini jadi porsi yang harus dipenuhi KAI dalam upaya penambalan proyek KCJB. Angkanya, disebut sebesar Rp 3,2 triliun.

"Kebutuhan PMN dari pemerintah mungkin sekitar Rp 3,2 (triliun) kurang lebih," ungkapnya.

 


Patungan Dengan Perusahaan China

Foto udara memperlihatkan saat pekerja dengan dibantu alat berat menurunkan rangkaian kereta cepat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (2/9/2022). Rangkaian kereta cepat yang telah selanjutnya akan langsung dibawa ke KCIC Tegalluar, Bandung, Jawa Barat. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Tiko menerangkan, pembengkakan biaya itu tidak ditanggung sendiri oleh KAI. Ini merupakan porsi patungan dengan perusahaan China.

"Kan memang ini gimana pun jg project itu kan ada ekuitas ada laonya, loannya dari china, tapi ekuitasnya pemerintah melalui KAI, KAI nya nambah. Jadi bukan berarti ktia giliran bantu, itu kewajiban kita sebagai pemegang saham kai, karena memang kai harus setor, nggk ada project yg nggk ada ekuitasnya, kan nggk mungkin," terangnya.

"Jadi porsi ekuitas 25 persen itu memang kita PMN, tadinya memang tidak PMN, tadinya pakai uang WIKA (Wijaya Karya) dan KAI, karena covid KAI juga bermasalah, kita perkuat KAI-nya," pungkas Tiko.

Infografis Kereta Tercepat (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya