Liputan6.com, Jakarta - Komisi Yudisial (KY) akan memantau persidangan Ferdy Sambo Cs yang mana berkasnya sudah dinyatakan lengkap (P21). Diketahui, kasus kematian Brigadir J alias Nofryansyah Yoshua Hutabarat ini dengan dua kluster yakni pembunuhan berencana dan Obstruction of Justice (OJ).
"KY akan hadir dalam bentuk kewenangan pemantauan dalam persidangan kasus Ferdy Sambo ini. Tujuannya untuk menjaga kemandirian hakim. Muara dari kewenangan pemantauan ini ada dua," kata Juru Bicara KY, Miko Ginting dalam keterangannya, Kamis (29/9/2022).
Ia menyebut, yang pertama yakni untuk menjaga agar hakim tidak melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim. Lalu, yang kedua untuk menjaga agar hakim tidak direndahkan kehormatannya, misalnya melalui intimidasi atau iming-iming.
"KY sedang merumuskan respons konkret terhadap hal ini, dengan mempertimbangkan berbagai usulan. Misalnya, ada wacana safe house atau temporary relocation mechanism terhadap para hakim, terutama apabila perkara ini tetap disidangkan di PN Jakarta Selatan. Ada juga usulan untuk mendorong pemindahan lokasi sidang dengan persetujuan Ketua MA," sebutnya.
Baca Juga
Advertisement
"KY akan membuka komunikasi dengan pimpinan MA. Karena MA pasti juga sedang merumuskan mitigasi risiko terhadap situasi ini. Apalagi ini bukan kali pertama MA mengelola persidangan yang sifatnya high profile," sambungnya.
Miko menegaskan, pihaknya akan selalu mendukung para hakim yang akan memimpin jalannya persidangan untuk menjaga dan menegakkan kemandiriannya.
"Yang pasti, keseimbangan antara keamanan dan keselamatan hakim dan para pihak, akses dan partisipasi publik, serta integritas pembuktian, perlu diusahakan bersama. KY senantiasa mendukung para hakim untuk menjaga dan menegakkan kemandiriannya," tutupnya.
Tunjuk 30 JPU
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menunjuk 30 Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam menangani perkara Ferdy Sambo Cs dalam kasus dugaan pembunuhan berencana serta Obstruction of Justice. Hal ini atas tewasnya Brigadir J alias Nofryansyah Yoshua Hutabarat.
Dengan sudah ditunjuknya 30 JPU dalam menangani perkara itu, Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak mengatakan, harus ada langkah-langkah dalam menangani perkara itu. Salah satunya dengan menempatkan JPU di rumah aman (safe house) selama persidangan.
"Iya kan langkah-langkah perencanaan dalam menangani kasus yang menarik perhatian masyarakat kan. Semua mengkhawatirkan adanya intervensi, keragu-raguan. Oleh sebab itu, ini harus dijawab melalui indikator atau standard yang jelas antara lain pemantauan sarana komunikasi, juga termasuk kemungkinan untuk ditempatkan dalam satu tempat dimana pengawasannya bisa efektif dilakukan," kata Barita saat dihubungi merdeka.com, Kamis (29/9).
"Nah itu kan bagian dari perencanaan dalam mengatasi penanganan kasus ini, khususnya kalau ada keragu-raguan masyarakat terhadap penanganan itu," sambungnya.
Selain itu, dengan ditempatkannya JPU di rumah aman selama persidangan juga membuat mereka dapat menjalankan tugasnya dengan baik seperti koordinasi dan lainnya. Mengingat, JPU lah yang nantinya akan menghadirkan
"Jadi, itu kalau yang biasa dalam penanganan kasus-kasus seperti ini, itu biasa dilakukan, jadi itu yang wajar. Namun, tidak kalah pentingnya adalah untuk menjaga juga kepentingan penegakkan hukum agar tidak terganggu dari hal-hal yang diduga oleh pubkik akan muncul ya, itu sebenernya masalahnya," ujarnya.
Reporter: Nur Habibie/Merdeka.com
Advertisement