Liputan6.com, Jakarta - Makin banyak brand lokal yang mengekspansi bisnis mereka ke pasar internasional. Teguk menjadi salah satu yang teranyar. Brand minuman itu membuka gerai pertamanya di kawasan Soho, New York, pada 17 September 2022, menandai perluasan bisnis ke luar negeri pertamanya.
"Trigger kami di 2019, tahun itu adalah the highest point kita ekspansi. Bukan franchise, tapi dalam setahun kita buka 86 gerai. Semua dilakukan sendiri. Kami punya mimpi hal yang sama dikerjakan di luar Indonesia, terlebih banyak brand-brand luar juga buka di sini," kata Maulana Hakim, CEO Teguk Indonesia, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis, 29 September 2022.
Baca Juga
Advertisement
Mimpi itu mulai diwujudkan menjadi nyata pada Maret 2022. Teguk melihat kesempatan besar untuk membuka gerai di New York yang disebut Maulana sebagai rezeki. Mereka menyiapkan pembukaan gerai itu selama enam bulan dengan pendekatan bisnis serupa yang dijalankan di Indonesia.
Langkah pertama adalah mengumpulkan data soal perilaku konsumen di sana. Riset jadi komponen penting karena pihaknya ingin memastikan bahwa ekspansi internasional itu bakal menguntungkan dan sukses. Apalagi, modal sepenuhnya berasal dari kantong Teguk, bukan diwaralabakan seperti kebanyakan brand F&B.
"Kita pelajari market behavior-nya. Kita lihat kompetitornya. Kita lihat produknya," tutur Maulana.
Dari data yang terkumpul, Teguk memutuskan untuk menyodorkan seri boba terlebih dulu kepada warga New York. Minuman itu lebih dikenal oleh pasar, selain bahan bakunya lebih mudah diperoleh di sana.
"Berdasarkan riset kami, boba itu kalau di sana sudah jadi kultur, behavior. Beda dengan yang di sini yang jatuhnya tren," imbuh dia. Ada pula minuman berbasis kelapa yang tidak masuk daftar menu minuman yang dijual di Indonesia.
Serba Fusion
Total ada 19 menu minuman yang ditawarkan Teguk cabang New York. Sekitar 80 persen menu yang dijajakan berbeda dari yang dijual di Indonesia. Mereka menyasar konsumen usia 18--25 sebagai influencer, dengan harapan dikonsumsi pula orang mereka yang berusia di atas dari 25 tahun ikut terpengaruh.
"Uniknya market di sana, mereka lebih senang dengan fusion. Teh kombinasi dengan susu dan fruit, misalnya... Banyak varian bukan kita yang buat, tapi mereka lakukan eksperimen sendiri. Di sana orang konsumsi minuman itu levelnya komoditi," ungkap Maulana.
Strategi pemasaran pada akhirnya mengikuti pola belanja warga setempat. Mereka, kata Maulana, lebih mengedepankan rekomendasi dari mulut ke mulut. Bila produknya memang enak, konsumen akan lebih mudah menerima. Karena itu, pihaknya mengedepankan membuat produk premium dengan harga terjangkau.
"Acceptance sangat penting di sana. Jadi yang jalan bukan marketing duluan," kata dia.
Harga yang dipasang untuk beragam menu minuman di sana mulai dari 5 dolar AS per kemasan. Konsumen bisa memilih tingkat kemanisan dan esnya.
Advertisement
Suka Manis
Menurut Maulana, konsumen banyak yang peduli soal asupan gula, walau ada yang bahkan meminta minuman lebih manis dari standar.
"Mungkin tidak banyak yang tahu kalau orang Amerika itu lebih senang manis. Jadinya mahteh, dan bener-bener solid, tapi mereka punya kesadaran tinggi, makan manis tapi diimbangi dengan aktivitas," ucap Maulana.
Di sisi lain, sejumlah brand di AS mulai mencantumkan kandungan kalori di setiap kemasan mereka. Hal itu dilakukan sebagai pengingat bagi konsumen. Teguk pun ingin mengikuti langkah itu, bahkan mereplikasikannya di dalam negeri.
"Tools-nya sudah ada, tinggal kita kurasi. Bukan tidak mungkin itu dilakukan di sini," ujarnya.
Setelah beberapa minggu buka, Teguk mengklaim warga setempat bisa menerima produk mereka. Menu terfavorit sejauh ini adalah Black Sugar Taro Boba, Choconut Milk Boba, dan Mango Green Tea.
"Ada juga undangan untuk buka juga di Filipina, Jerman, dan Belanda. Tapi, saat ini kita mau fokuskan di US dulu. Kalau sudah exist di sana, bisnis akan lebih sustainable," sambung Maulana.
100 Persen AS
Teguk merekrut diaspora Indonesia sebagai karyawan gerai mereka. Hal itu sebagai bagian dari membangun tim yang solid. Mengingat New York sangat multikultural, pihaknya mau tak mau belajar bahasa Inggris dan bahasa bangsa lain.
Selanjutnya, mereka membangun sistem yang mengolaborasikan antara platform online dan offline. "Kita sedang belajar apa yang paling fit untuk Teguk agar kita bisa strong. Mudah-mudahan tahun ini kita tambah satu gerai lagi," imbuh dia.
Terkait bahan baku, sejauh ini, mereka masih memanfaatkan 100 persen material dari AS. Butuh tiga bulan mendapatkan supplier yang sesuai dimaui Teguk. Lalu, bagaimana dengan upaya memperkenalkan cita rasa Indonesia? Maulana menyebut akan memperkenalkannya lewat seri cendol. Namun, ia tak bisa serta-merta mengekspor bahan baku cendol ke AS karena terkendala regulasi keamanan pangan AS yang ketat.
"Akhirnya, kita disambut diaspora di sana. Luar biasa diaspora kita. Dia sendiri ambil bahan bakunya (daun suji) dari Thailand," kata dia.
Ia berharap suatu hari ini, bahan baku dari Indonesia bisa layak ekspor ke AS. Saat ini, bekerja sama dengan GoFood, salah satu seri minuman yang dijual di AS, dipasarkan pula di Indonesia dalam waktu terbatas, hanya sampai Oktober 2022.
Advertisement