Liputan6.com, Jakarta - Perubahan iklim sekarang ini merupakan suatu masalah yang memang sudah terjadi, seluruh masyarakat Indonesia bahkan dunia juga turut merasakannya.
Terdapat banyak indikator yang menunjukan adanya hal ini, salah satunya ditandai dengan banyaknya anomali cuaca yang ada di seluruh dunia.
Advertisement
Sebagai contoh, wilayah Asia Selatan mengalami perubahan cuaca ekstrem dengan temperatur sangat tinggi, yaitu suhu yang mencapai 50 derajat Celcius dengan intensitas panas yang lebih tinggi dan frekuensi bertambah banyak.
Selain itu, wilayah Eropa juga mengalami masalah serupa. Inggris melampaui suhu panas ekstrem dan menyusutnya sungai di Jerman adalah sedikit dari sekian fenomema yang telah terjadi.
"Kondisi cuaca mengalami perubahaan yang luar biasa dengan dampak yang signifikan juga di dalamnya. Indonesia sendiri mempunyai waktu yang tidak banyak karena saat ini temperatur Bumi naik 1,1%," ucap Fabby Tumiwa selaku Executive Director dari Institute of Essential Services Reform (IESR) dalam acara "Muda Bersuara 2022: Aspirasi Iklim Generasi Emas 2045 untuk Presidensi G20 Indonesia" yang digagas FPCI bersama dengan 30 universitas di Indonesia, Kamis 29 September 2022.
Ia juga mengatakan bahwa Indonesia hanya mempunyai waktu kurang dari satu dekade untuk dapat memangkas emisi gas rumah kaca secara besar-besaran. Menurutnya, Indonesia harus melakukan transisi energi dengan cara melakukan perubahan terhadap pengembangan sumber daya energi berbasis fosil.
"Listrik merupakan salah satu sumber daya energi terbesar di negara kita, pembangkit listrik saat ini harus menerapkan bauran energi terbarukan agar terjadi pengurangan energi kotor secara besar-besaran," ujar Fabby Tumiwa.
Namun, sambungnya, sekarang ini masih banyak target yang belum dicapai di mana masih banyak perubahan kebijakan yang dicapai.
Transisi Energi
Pertumbuhan penduduk sejalan beriringan dengan permintaan dan kebutuhan energi.
Indonesia pada 2045 ingin keluar dari zona penggunaan energi kotor yang nyatanya berdampak dalam merusak iklim dan lingkungan.
Untuk itu perlu adanya transisi energi yang akan merubah energi kotor menjadi energi bersih.
Fabby Tumiwa mengatakan bahwa dampak yang dihasilkan nantinya bukan hanya bagi sektor energi, namun juga sektor lahan yang nantinya akan menjadikan lingkungan menjadi lebih baik.
Sekarang ini, imbuhnya, setiap negara sudah memiliki keinginan dan komitmen untuk menyeleseikan permasalahan perubahan iklim secara ekstrem yang terjadi.
Transisi energi memerlukan beberapa elemen dengan pengkajian mengenai bagaimana cara untuk melakukannya, dan dengan cara apa Indonesia bisa melakukannnya.
Permasalahan mengenai energi kotor, tegasnya, harus dilakukan mulai dari sekarang agar nantinya kedepan negara ini mempunyai cadangan dan sumber energi yang bersih.
Advertisement
Solusi dari Kelompok Masyarakat
Sebenarnya sejak bertahun-tahun lalu masyarakat Indonesia telah melakukan upaya untuk melakukan suatu transisi energi. Tetapi banyak upaya yang dilakukan justru memberikan dampak yang buruk terhadap lingkungan.
Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Poso, ungkap Aktivis Extincion Rebellion Indonesia, Melissa Kowara, justru malah merusak lingkungan karena telah membabat habis lahan hijau yang ada di wilayah tersebut.
Banyak solusi, menurut Melissa, untuk melakukan transisi energi melalui cadangan energi yang sudah tersedia saat ini.
Ia menjelaskan bahwa contohnya seperti penggunaan atap dengan panel surya, pembuatan kincir angin dalam skala rumah tangga serta adanya energi biogas.
Hal ini, tambahnya, merupakan salah satu contoh bagaimana masyarakat mengimplementasikan solusi transisi energi dalam skala yang kecil.
"Adanya solusi dari masyarakat ini sangat berguna dalam upaya mengurangi energi kotor dan meningkatkan ekonomi masyarakat serta menjadi tameng pertahanan dalam fenomena krisis iklim," ucap Melissa Kowara.
Bagaimana Masyarakat dapat Berkomitmen
Mungkin, Melissa mengatakan, segala jenis rencana dan ide dilakukan untuk menuju transisi energi dan memberikan dampak yang lebih baik. Tapi ada satu hal yang mungkin dilupakan, yaitu tentang bagaimana cara melakukannya dan siapa yang akan melakukannya.
Melissa Kowara mengatakan bahwa transisi energi tidak hanya melibatkan pemerintah dan orang yang kompeten pada bidang ini, namun juga melibatkan semua jenis dan kalangan dalam masyarakat.
"Mulai dari sekarang pemerintah harus memberikan sedikit demi sedikit pemahaman kepada masyarakat agar nantinya semua rencana dapat berjalan dengan baik," tutur Melissa.
Masyarakat harus serentak mempunyai komitmen dan keinginan untuk berubah ke arah yang lebih baik.
Salah satu masalah yang sudah jelas dihadapi oleh masyarakat adalah polusi udara. Menurut Melissa, dengan hal ini pemerintah harus mencari solusi terkecil dengan masyarakat tentang bagaimana mengurangi sedikit dari polusi udara tersebut.
Pemerintah mulai harus merencanakan rancangan kebijakan yang nantinya akan bermanfaat bukan hanya dari sisi energi namun juga kepada masyarakat.
Advertisement