Liputan6.com, Bandung - Belum lama ini ramai kembali kasus dalam pernikahan Lesti Kejora dan Rizky Billar. Namun, di luar dugaan hal ini menunjukkan sisi lain dari kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kekerasan malah dijadikan bahan bercanda oleh beberapa orang atas konflik yang terjadi di rumah tangga pasangan tersebut.
Baca Juga
Advertisement
Terlepas belum adanya keterangan resmi dari pihak Lesti ataupun Rizky atas laporan polisi terkait dugaan adanya kasus KDRT tersebut, media sosial menjadi riuh dengan kabar keduanya. Bahkan, kata 'Lesti' dan 'KDRT' sempat memuncaki trending topic.
Dilihat Liputan6.com dari laman https://trends24.in/indonesia/, kata kunci Lesti masih menempati urutan teratas trending topic di Twitter, diikuti dengan kata KDRT.
Kebanyakan dari warganet yang mencuit tentang Lesti mengomentari tentang anak dari kedua pasangan tersebut. Sedangkan, kicauan KDRT banyak yang menyayangkan bahwa kasus ini dianggap sebagai candaan.
"Sumpah gw gak suka pasangan Lesti - Rizky Billar karna menurutku alay tapi please ini si Lesti lagi kena kdrt, tolong jangan dibecandain. kalau gak bisa kasih dukungan mending diem aja. salut sama Lesti dia langsung lapor polisi, semoga traumanya gak gede," tulis akun @xingforyang.
"Rizky billar kdrt lesti, why people still joke "bagaimana tanggapan lesti", guys it's serious issues and kdrt isn't a joke," kata akun @archfids.
Dukungan agar Lesti pantang mundur dalam melaporkan kasus dugaan KDRT justru mengalir pada perempuan yang punya banyak meme soal "ini tanggapan Lesti" di dunia maya.
Banyak dari warganet yang mengatakan, KDRT bukanlah sebuah aib namun merupakan sebuah tindakan kriminal. Beberapa juga meminta agar kekerasan semacam itu bukanlah hal yang normal.
"Ternyata KDRT Lesti uda terjadi berulang kali Girls.. Lemme tell you something. If ANYONE abuse you, especially your partner, LEAVE THEM, FIGHT BACK, REPORT! Show them you're not gonna let them do that to you. Bcs once they abuse you & you forgive them, they will do it AGAIN," sebut akun @anakmagerakutu.
"Lesti kena kdrt, bagaimanapun bentuk kekerasan itu tidak dibenarkan. and so many people postpone their desire to get married. It's not just because they have nobody to be proposed, but they postpone it because dealing with human even doing agreement to death is scary with human," sahut akun @iirman_.
Kalis Mardiasih, aktivis dan penulis muda yang bergerak sebagai pemerhati isu perempuan dan anak juga turut mencuitkan empatinya pada kasus KDRT yang dialami Lesti.
"Billar jancok. semoga dede lesti kuat dan yakin buat pisah! baru nikah bentar aja udah selingkuh, banting dan nyekik. Maju terus dede lesti!!," tulis @mardiasih.
Apa Itu KDRT?
Dilansir dari laman Komnas Perempuan, KDRT atau domestic violence merupakan kekerasan berbasis gender yang terjadi di ranah personal. Kekerasan ini banyak terjadi dalam hubungan relasi personal, di mana pelaku adalah orang yang dikenal baik dan dekat oleh korban, misalnya tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri, ayah terhadap anak, paman terhadap keponakan, kakek terhadap cucu.
Kekerasan ini dapat juga muncul dalam hubungan pacaran, atau dialami oleh orang yang bekerja membantu kerja-kerja rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Selain itu, KDRT juga dimaknai sebagai kekerasan terhadap perempuan oleh anggota keluarga yang memiliki hubungan darah.
Komite Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (General Recommendation No. 19 (1992) CEDAW Committee) menjelaskan bahwa kekerasan berbasis gender yang dimaksud adalah berbagai bentuk kekerasan baik kekerasan fisik, psikis, dan seksual yang terjadi yang berakar pada perbedaan berbasis gender dan jenis kelamin yang sangat kuat di dalam masyarakat.
Sedangkan bentuk-bentuk kekerasan yang tertuang di UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) adalah meliputi kekerasan fisik (Pasal 6), kekerasan psikis (Pasal 7), kekerasan seksual (Pasal 8), dan penelantaran rumah tangga (Pasal 9).
Advertisement
Sanksi
Pengaturan sanksi di dalam Undang-Undang ini terdapat di dalam Bab VIII tentang Ketentuan Pidana pada Pasal 44-53, di mana sanksi yang cukup meliputi kekerasan fisik yang tergolong berat, yang menyebabkan seseorang jatuh sakit atau luka berat (maksimal 10 tahun) dan yang menyebabkan korban meninggal dunia (maksimal 15 tahun), dan termasuk kekerasan fisik, psikis, dan seksual yang menyebabkan korban tidak sembuh, hilang ingatan, dan gugur atau matinya janin dalam kandungan (20 tahun).