Liputan6.com, Jakarta - Pada Kamis, 29 September 2022, Mahkamah Agung India menetapkan bahwa tindak pemerkosaan dalam pernikahan juga didefinisikan sebagai pemerkosaan oleh Mahkamah Agung India, mengutip dari CNN pada Jumat, 30 September 2022. Seiring keputusan tersebut, pengadilan juga memperpanjang hak aborsi dari 20 minggu masa kehamilan menjadi 24 minggu masa kehamilan.
Pengadilan tinggi India menyatakan bahwa semua wanita, terlepas dari status perkawinan mereka, berhak untuk mengaborsi hingga 24 minggu, seperti dilaporkan oleh kantor berita Press Trust of India (PTI). Pernyataan tersebut dibuat sebagai bagian dari interpretasi Medical Termination of Pregnancy Act atau Undang-Undang Penghentian Kehamilan Medis 1971.
Advertisement
Dalam undang-undang lama, hak aborsi berlaku untuk wanita yang sudah menikah atau mengalami perkosaan atau mengancam nyawa ibu. Perintah pengadilan juga menyatakan akan berhenti mengkriminalisasi seks paksa oleh seorang suami, tetapi aborsi akan diizinkan karena kasus-kasus seperti itu akan dianggap sebagai serangan seksual.
"Hanya dengan fiksi hukum yang … menghapus perkosaan dalam pernikahan dari lingkup pemerkosaan," bunyi perintah itu.
"Kami lalai jika tidak mengakui bahwa kekerasan pasangan intim adalah kenyataan dan merupakan bentuk pemerkosaan. Kesalahpahaman tentang hanya orang asing secara eksklusif atau hampir secara eksklusif bertanggung jawab atas kekerasan berbasis jenis kelamin dan gender adalah hal yang sangat disesalkan. Kekerasan berbasis jenis kelamin dan gender (dalam segala bentuknya) dalam konteks keluarga telah lama menjadi bagian dari pengalaman hidup banyak perempuan," demikian penjelasan perintah pengadilan itu.
Protes Keras
Pada 2021, Undang-Undang Penghentian Kehamilan Medis diamandemen untuk menghapus perbedaan antara perempuan yang menikah dan belum menikah dan meningkatkan batas waktu aborsi menjadi 24 minggu dengan beberapa syarat tertentu. Revisi undang-undang itu memungkinkan penerapan interpretasi hukum yang lebih luas.
Dengan interpretasi baru, Mahkamah Agung memutuskan bahwa pembedaan antara menikah dan tidak menikah tidak 'berkelanjutan secara konstitusional'. Pembedaan itu, menurut pengadilan, hanya akan melanggengkan stereotip bahwa hanya wanita yang sudah menikah yang melakukan aktivitas seksual.
Keputusan penting yang diambil itu menyusul serangkaian protes masyarakat atas tingginya insiden kekerasan seksual di India selama beberapa tahun terakhir. Korban pada umumnya adalah perempuan dewasa dan anak perempuan.
Salah satu kasus yang bahkan menarik perhatian dunia internasional adalah kasus pemerkosaan beramai-ramai disertai pembunuhan mahasiswa kedokteran Nirbhaya di Delhi. Itu adalah nama samaran korban yang berarti 'tak kenal takut'.
Advertisement
28 Ribu Lebih Kasus Pemerkosaan terhadap Perempuan
Para demonstran meluapkan kemarahan dan menuntut agar para pemerkosa dihukum lebih berat. Negara itu meresponsnya dengan mengenalkan undang-undang pemerkosaan yang lebih kuat, termasuk pelacakan cepat kasus pemerkosaan melalui sistem peradilan dan perubahan definisi pemerkosaan untuk memasukkan penetrasi oral dan anal.
Meski begitu, para aktivis mengkritik bahwa undang-undang semacam itu hanya berdampak minimal dalam memperlambat gelombang kekerasan seksual di India. Negara itu ditetapkan sebagai negara paling berbahaya di dunia untuk perempuan berdasarkan survei Thomson Reuters Foundation 2018.
Lebih dari 28 ribu kasus dugaan pemerkosaan terhadap perempuan dilaporkan pada 2020. Artinya, satu kasus pemerkosaan itu terjadi kira-kira setiap 18 menit, menurut Biro Catatan Kejahatan Nasional India. Dengan banyaknya pemerkosaan yang tidak dilaporkan karena korban ketakutan, para ahli percaya angka sebenarnya bisa jauh lebih tinggi.
Kasus pemerkosaan di India bahkan di tingkat mengerikan. Pada September 2022, seorang anak laki-laki berusia 12 tahun di New Delhi dilaporkan ditinggalkan dalam kondisi kritis setelah dia diduga diperkosa dan dipukuli oleh tiga lelaki di bawah umur yang dikenal korban. Sebelumnya pada April, seorang gadis 13 tahun diduga diperkosa oleh petugas polisi yang dia dekati untuk melaporkan dugaan pemerkosaan massal oleh empat pria.
Kategori yang Dapat Mengaborsi
Aborsi telah dilegalkan di India sejak 1971. Selama bertahun-tahun, pihak berwenang telah membuat aturan ketat tentang siapa yang dapat mengakhiri kehamilan karena aborsi jutaan janin perempuan menyebabkan rasio gender yang sangat tidak imbang di negara itu. Secara tradisional, orang India menunjukkan preferensi terhadap anak laki-laki daripada anak perempuan, dikutip dari BBC pada Jumat, 30 September 2022.
Tahun lalu, pemerintah mengamandemen Medical Termination of Pregnancy Act untuk mengizinkan beberapa kategori wanita melakukan aborsi antara 20 dan 24 minggu. Daftar tersebut termasuk korban perkosaan, anak di bawah umur, wanita cacat mental, wanita dengan janin yang memiliki kelainan besar, dan wanita menikah yang status perkawinannya telah berubah selama kehamilan.
Putusan pada Kamis lalu mengklarifikasi bahwa amandemen tidak membedakan antara wanita yang sudah menikah dan belum menikah dan itu juga harus mencakup wanita yang belum menikah dalam hubungan suka sama suka. Majelis hakim yang terdiri dari Hakim DY Chandrachud, AS Bopanna, dan JB Pardiwal mengatakan, status perkawinan seorang perempuan tidak bisa dijadikan alasan untuk mencabut haknya untuk menggugurkan kandungan yang tidak diinginkan.
Baca Juga
Mantan Suami Gisele Pelicot yang Ajak 50 Pria Rudapaksa Istrinya Divonis 20 Tahun Penjara, Bakal Habiskan Sisa Hidup di Jeruji Besi
Pria Prancis Dalang Pemerkosaan Massal Terhadap Istrinya Divonis 20 Tahun Penjara
Instruktur Fitnes di Lampung Rudapaksa dan Kuras ATM Milik PNS, Ancam Sebar Video Syur
Advertisement