Cloudera dan Ambisinya di Industri Data

Cloudera telah mencatatkan booking senilai lebih dari USD 1 miliar. Tahun ini, perusahaan berupaya meningkatkan kinerjanya dengan mendorong pelanggan yang saat ini masih menggunakan Legacy on Premise ke Cloudera Data Platform (CDP), yang dirilis pada September 2019.

oleh M Hidayat diperbarui 30 Sep 2022, 16:41 WIB
Kantor Cloudera di Palo Alto, AS. Kredit: Cloudera

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia menjadi negara pertama yang Rob Bearden, CEO di Cloudera, kunjungi dalam lawatan bisnisnya di Asia Pasifik. Menurut Erwin Sukiato, Country Manager for Indonesia di Cloudera, itu menandakan begitu besarnya potensi pasar Indonesia bagi perusahaan.

Di Indonesia, Cloudera kini memiliki tim yang terdiri dari 14 orang karyawan di berbagai divisi, mulai dari divisi penjualan, dukungan pelanggan, konsultan, hingga divisi lainnya yang bersifat lebih teknis.

"Bisnis kami di Indonesia berjalan bersama banyak mitra; ada mitra lokal, ada juga mitra global. Intinya, kami punya full team di Indonesia untuk mendukung bisnis kami. Di Asia Pasifik, Indonesia tergolong yang pertumbuhan bisnisnya cepat," ujar Erwin membuka wawancara dengan Tekno Liputan6.com.

Sebagai informasi, Cloudera saat ini adalah hasil merger antara dua entitas perusahaan berbeda, yakni Hortonworks dan Cloudera. Proses merger keduanya diumumkan rampung pada Januari 2019. Rob Bearden, yang sebelumnnya menjabat sebagai Founder dan CEO di Hortonworks, didapuk untuk menjadi nakhoda Cloudera dengan posisi CEO pada Januari 2020.

"Merger telah memungkinkan kami melakukan akselerasi dan membangun Data Fabric, serta membangun Hybrid Data Platform," tutur Rob menyampaikan paparannya.

Rob Bearden, CEO di Cloudera

Berkat merger itu, menurut Rob, perusahaan juga mampu memastikan suatu Data Service tetap menjadi Data Services, dan mengelola satu pipeline, yang antara lain mencakup keperluan data streaming, data engineering, dan data warehousing. Dengan demikian, semua proses yang berjalan masing-masing itu tetap berjalan dalam satu kerangka kerja yang bersifat konsisten.

"Lalu, kami melakukannya lagi dan lagi di kerangka kerja Data Fabric yang sama untuk mengurus tata kelola dan keamanan, alur, dan replikasi. Jadi, kami telah melangkah jauh lebih maju daripada siapa pun [di industri data], baik untuk cloud maupun on premise," kata Rob.

 


Cloudera Data Platform

Dia pun bercerita bahwa di kuartal terakhir tahun fiskal perusahaan, Cloudera telah mencatatkan booking senilai lebih dari USD 1 miliar. Tahun ini, perusahaan berupaya meningkatkan kinerjanya dengan mendorong pelanggan yang saat ini masih menggunakan Legacy on Premise ke Cloudera Data Platform (CDP), yang dirilis pada September 2019.

Pada dasarnya, CDP adalah penerus dua distribusi Cloudera Hadoop sebelumnya: Cloudera Distribution of Hadoop (CDH) dan Hortonworks Data Platform (HDP). CDP terdiri atas dua form factor, yakni Private Cloud dan Public Cloud, yang secara garis besar menawarkan pengalaman identik.

CDP Public Cloud kompatibel dengan infrastruktur cloud dan dapat ditransfer antara berbagai penyedia cloud secara mudah. CDP dibangun untuk sepenuhnya hybrid dan multi-cloud. Artinya, satu platform dapat menangani semua use cases untuk siklus hidup data, terlepas dari lokasi (on premise) ataupun cloud, dengan model keamanan dan tata kelola yang konsisten.

Sementara itu, CDP Private Cloud dirancang untuk penerapan cloud hybrid, yang memungkinkan local environment terhubung ke publik cloud sambil mempertahankan keamanan dan tata kelola konsisten dan terintegrasi.

"Kami satu-satunya platform saat ini yang dapat mengelola seluruh data pipeline, melalui seluruh data lifecycle, dari titik asal dan streaming, melalui data engineering, dan data warehousing. [Platform] kami juga [memungkinkan pelanggan] deploy di hybrid cloud, mengaktifkan arsitektur data hybrid melalui CDP, platform data hybrid, form factor yang identik. Jadi, itu strategi kami," ujar Rob.

 


CDP One

Pada bulan Agustus lalu, perusahaan kemudian merilis CDP One, sebuah data lakehouse software as a service (SaaS) yang memungkinkan self-service analytics cepat dan mudah, serta exploratory data science di semua jenis data, dari ujung ke ujung. CDP One memiliki fitur keamanan dan machine learning bawaan yang tidak memerlukan staf keamanan atau pemantauan operasi untuk total biaya kepemilikan dan risiko lebih rendah.

Kehadiran data lakehouse melengkapi kekurangan traditional data warehouse, semisal dalam hal real-time analytics dan visualisasi data bervolume besar secara lebih cepat.

"Anda ingin memiliki semua jenis tools yang dapat melakukan analisis dalam kueri real-time, mampu menghadirkan visualisasi lebih cepat dengan data yang jauh lebih besar. Itulah data lake warehouse. Di traditional data warehouse, mungkin perlu memakan waktu berhari-hari untuk kurasi data itu," ujar kata Rob.

Selain itu, setahun lalu Cloudera telah mengakusisi Cazena dan Datacoral. Rob menyebut bahwa akusisi atas kedua perusahaan itu berkontribusi positif dalam strategi dan pengembangan produk di Cloudera.

"Dengan Cazena dalam strategi, kami maju dengan pesat. Cazena adalah cikal bakal yang mempercepat platform SaaS kami menghadirkan open data lake house pertama yang mendukung data streaming dan machine learning secara real time, dan kemudian di era cloud ini kami dapat menghadirkan data lake house CDP One." tutur Rob. "Serangkaian low-code dan no-code tools [di CDP One] hadir melalui akuisisi Data Coral, sehingga memungkinkan para citizen data scientist memiliki melakukan eksplorasi data dengan sangat cepat di data lake house kami."


Bisnis Cloudera di Indonesia

Erwin mengatakan bahwa mayoritas pelanggan Cloudera di Indonesia merasa puas dengan layanan perusahaan. Dalam kunjungannya di Indonesia, Erwin yang mendampingi Rob bertemu dengan sejumlah pelanggan mereka untuk mendengarkan apa kebutuhan mereka dan apa yang dapat perusahaan perbaikit atau tingkatkan di sisi layanan.

"Pertama, kami mampu memenuhi kriteria yang customer inginkan. Kemudian, kami memiliki apa yang dapat membuat customer maju. Sekarang kami sedang memindahkan banyak customer, sehingga Rob datang dan berdiskusi dengan sejumlah customer di mana kami akan membantu mereka melangkah maju," kata Erwin.

Erwin juga bercerita bahwa strategi data hybrid dan multi-cloud di Cloudera betul-betul menjadi diferensiasi perusahaan di industri. Erwin mengaku salah satu institusi lokal telah menghubungi Cloudera Indonesia untuk mencari tahu lebih banyak tentang layanan perusahaan.

"Saya bahkan tidak perlu menghubungi mereka. Mengapa? Karena kami memiliki strategi hybrid dan multi-cloud," kata Erwin.

Sebagai salah satu klien Cloudera di Indonesia, Bank Mandiri mengamini andil solusi Cloudera telah membantu mereka.

"Kami memulai kemitraan dengan Cloudera pada 2016. Sampai sekarang, Cloudera menjadi tulang punggung kami untuk data analytics, untuk semua kegiatan yang terkait dengan analisis data; mulai dari pengelolaan, standardisasi, dan operasional; (Cloudera) membuat satu single source of truth," tutur Billie Setiawan, Head of Enterprise Data Analytics Group di Bank Mandiri.

Itu semua, kata Billie, memastikan bahwa data siap digunakan oleh pemangku kepentingan terkait, semial tim data science, tim analitik, ataupun tim lainnya seperti business intelligence.


Infografis skandal kebocoran data Facebook

Infografis skandal kebocoran data Facebook

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya