10 Perusahaan Raksasa Telah Serap 67 Ribu Ayam Hidup dari Peternak Kecil

Pada 26 September 2022, Badan Pangan Nasional baru menyerap 15 ribu ekor ayam atau 26 ribu kg. Angka tersebut melonjak menjadi 67 ribu ekor atau 190 ribu kg sampai 29 September 2022.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Sep 2022, 13:50 WIB
Peternak memberikan makan pada ayam pedaging broiler di kawasan Cipelang, Bogor, Jawa Barat, Selasa (24/7). Harga daging ayam naik mencapi angka Rp 50 ribu per kilogram. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) terus menfasilitasi penyerapan ayam hidup (live bird) dari peternak mandiri mikro dan kecil. Penyerapan telah dijalankan oleh BUMN dan swasta dengan jumlah mencapai 67 ribu ekor ayam hidup atau 190 ribu kg.

"Angka penyerapan terus meningkat signifikan, hal tersebut seiring bertambahnya perusahaan integrator yang melakukan penyerapan," kata Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi dikutip dari Antara, Jumat (30/9/2022).

Pada 26 September 2022, Badan Pangan Nasional baru menyerap 15 ribu ekor atau 26 ribu kg. Angka tersebut melonjak menjadi 67 ribu ekor atau 190 ribu kg sampai 29 September 2022.

Aksi penyerapan ayam hidup dari peternak kecil ini akan terus dilakukan dan ditingkatkan hingga harga ayam di peternak mandiri mikro dan kecil kembali stabil.

Tercatat penyerapan dilakukan oleh oleh 10 perusahaan yang terdiri dari 2 perusahaan anggota BUMN Pangan dan 8 perusahaan swasta.

Pada 28 September 2022, dua perusahaan member Holding BUMN Pangan ID FOOD, yaitu PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) dan PT Berdikari telah melakukan penyerapan sebanyak total 4.995 ekor atau 10 ribu kg.

Sementara itu, 8 perusahaan swasta yang telah melakukan penyerapan, yaitu PT Charoen Pokphand Indonesia (CPI) sebanyak 24.494 ekor atau 36 ribu kg, PT Japfa Comfeed sebanyak 18.250 ekor atau 32 ribu kg, PT Malindo Feedmill sebanyak 6.016 ekor atau 11 ribu kg.

Kemudian PT Super Unggas Jaya sebanyak 1.428 ekor atau 3 ribu kg, PT New Hope Indonesia sebanyak 1.742 ekor atau 3 ribu kg, PT Intertama Trikencana Bersinar sebanyak 6.078 ekor atau 89 ribu kg, PT Sreeya Sewu sebanyak 6.360 ekor atau 10 ribu kg, dan PT Wonokoyo sebanyak 3.000 ekor atau 5 ribu kg.

 


Mekanisme Penyerapan

Peternak memberi makan ayam pedaging broiler di kawasan Cipelang, Bogor, Jawa Barat, Selasa (24/7). Tingginya harga daging ayam juga dipengaruhi oleh kenaikan harga pakan yang masih import seiring kenaikan dolar terhadap rupiah. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Mekanisme penyerapan ini, menurut Arief, dilakukan secara business to business (B to B) langsung antara peternak/koperasi dengan perusahaan integrator. Badan Pangan Nasional dalam hal ini bertindak sebagai fasilitator atau penghubung, agar proses penyerapan hasil ternak dilakukan secara efektif.

“BUMN Pangan dan perusahaan integrator selaku offtaker melakukan pembelian di lokasi sentra peternak mandiri mikro dan kecil. Pembelian mengacu kepada Harga Acuan Pembelian dan Penjualan (HAP) yang telah disepakati. Selanjutnya, daging ayam yang telah diproduksi disalurkan oleh masing-masing perusahaan ke outlet-outlet yang menjadi mitra,” katanya.

Aksi penyerapan ayam hidup ini sebagai bentuk keberpihakan pemerintah terhadap peternak mandiri mikro dan kecil.

Saat harga ayam hidup di tingkat peternak terindikasi jatuh, Badan Pangan Nasional langsung menggelar pertemuan dengan seluruh pemangku kepentingan perunggasan nasional, diantaranya asosiasi, koperasi peternak, pelaku usaha swasta dan BUMN, serta kementerian dan lembaga terkait.


Harga Ayam Anjlok di Tengah Lonjakan Inflasi

Peternak memberikan makan pada ayam pedaging broiler di kawasan Cipelang, Bogor, Jawa Barat, Selasa (24/7). Harga daging ayam naik mencapi angka Rp 50 ribu per kilogram. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, pemerintah terus bertarung untuk mengendalikan inflasi. Seperti diketahui, angka inflasi terus merangkak naik bahkan salah satu pejabat negara mengungkap angka inflasi bisa sentuh 12 persen di akhir 2022.

Airlangga Hartarto menjelaskan, banyak faktor yang bisa mempengaruhi kenaikan angka inflasi. Faktor tersebut baik internal maupun eksternal.

"Pengendalian inflasi menghadapi tantangan. Inflasi di paruh waktu 2022 faktornya selain komoditas global juga cuaca, kemudian terkait tekanan inflasi oleh beberapa daerah, lalu terkait produksi," kata Menko Airlangga dalam Rakornas Pengendalian Inflasi 2022 di hadapan Presiden Joko Widodo, Kamis (18/8/2022).

Namun di tengah kenaikan inflasi, harga beberapa komoditas dilaporkan terkendali dan bahkan mengalami penurunan. Contohnya cabai, bawang, hingga daging ayam dan daging sapi yang sudah relatif terkendali.

"Namun dapat kami laporkan, harga pangan per hari ini relatif sudah stabil. Harga beras rata-rata masih kuat, sekitar Rp 10.000. Daging sapi juga sudah turun, daging ayam turun, demikian terkait gula pasir, bawang merah, bawang putih, cabai merah, itu seluruhnya turun," paparnya.

Bahkan untuk harga daging ayam, harganya turun hingga di bawah harga pasaran semustinya. "Bahkan harga daging ayam sudah di bawah Rp 20.000, malah terlalu rendah," ujar Airlangga.

Ia melihat harga dari volatile food relatif terkendali dibandingkan sebelumya. Terutama saat Lebaran Idul Fitri 2022, yang harganya meroket akibat ada kenaikan permintaan.

Demi menjaga keberlangsungan tersebut, pemerintah pusat mengajak pemerintah daerah untuk ikut memantau tingkat inflasi di seluruh pelosok daerah agar harga komoditas bisa tetap terjaga hingga tutup tahun ini.

"Kemudian secara spasial, 30 provinsi realisasinya di atas nasional. Oleh karena itu jadi perhatian para gubernur untuk ikut menjaga melalui TPID (Tim Pengendalian Inflasi Daerah) agar melakukan extra effort agar stabilisasi harga dapat dijaga," tuturnya.

 

Infografis harga telur dan ayam naik (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya