Liputan6.com, Jakarta - Gugur sebagai Pahlawan Revolusi, Mayor Jenderal Sutoyo Siswomiharjo lahir di Kebumen, Jawa Tengah pada 23 Agustus 1922. Kemudian wafat di Lubang Buaya pada 1 Oktober 1965 dalam peristiwa G30S PKI.
Awal karir sebagai Militer
Advertisement
Sutoyo menamatkan sekolah umum di Algemeene Middelbare School (AMS). Pada masa pendudukan Jepang, ia mengikuti pelatihan di Balai Pendidikan Pegawai Tinggi Jakarta. Kemudian diterima menjadi pegawai negeri di kantor Kabupaten Purworejo, tetapi ia mengundurkan diri dengan hormat pada tahun 1944.
Sesudah proklamasi 1945, ia masuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) bagian kepolisian, yang kemudian berkembang menjadi Corps Polisi Militer (CPM).
Pada Juni 1946, Sutoyo diangkat menjadi ajudan Kolonel Gatot Subroto yang ketika itu menjadi Komandan Polisi Tentara (PT). Dari situlah, ia dipindahtugaskan ke Purworejo untuk menjabat sebagai Kepala Bagian Organisasi Resimen II Polisi Tentara di Purworejo.
Jabatan lain yang pernah ditugaskan dalam kurun 1945 sampai 1950 yakni Kepala Staf CPM Yogyakarta dan Komandan CPM Detasemen III Surakarta.
Empat tahun sesudah Indonesia mendapat kedaulatan penuh, Sutoyo naik pangkat menjadi Kepala Staf Markas Besar Polisi Militer. Dua tahun kemudian, ia bertugas di London sebagai Asisten Atase Militer Republik Indonesia untuk Inggris.
Sekembalinya ke Tanah Air, ia mendapat Kursus C Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) di Bandung sebelum diangkat menjadi Pejabat Sementara Inspektur Kehakiman Angkatan Darat (Irkeh AD).
Berkat pengetahuan dan pengalaman yang luas di bidang hukum, tahun 1961 ia diserahi tugas sebagai Inspektur Kehakiman/ Oditur Jenderal Angkatan Darat.
Kekacauan dimulai
Di pertengahan tahun 1960-an, kondisi politik Indonesia memanas akibat rencana pembentukan angkatan kelima dimana buruh tani akan dilengkapi senjata. Sutoyo merupakan salah seorang jenderal yang turut menolak akan kebijakan tersebut.
Sampai pada akhirnya, terjadi peristiwa G30S PKI. Rumah Sutoyo didatangi satu peleton pasukan Cakrabirawa, pimpinan Serma Surono.
Dua orang pratu memasuki kamarnya dan mengatakan bahwa ia mendapat panggilan Presiden. Kemudian Sutoyo dibawa pergi hingga beberapa hari kemudian ia ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa bersamaan dengan pahlawan revolusi lainnya di Lubang Buaya.