Cerita Akhir Pekan: Perayaan Hari Batik Nasional ke-13 Tahun

Hari Batik Nasional pertama kali dirayakan pada 2 Oktober 2009. Bagaimana relevansi selebrasinya sekarang?

oleh Asnida Riani diperbarui 01 Okt 2022, 08:50 WIB
Pembatik disabilitas saat menyelesaikan pembuatan pola atau corak sebelum diterapkan ke kain batik di Rumah Batik Palbatu, Jakarta, Kamis (3/12/2020). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Hitung mundur perayaan Hari Batik Nasional 2022 hampir mendekati akhir. Besok, Minggu, 2 Oktober 2022, Indonesia kembali memperingati momen tersebut untuk ke-13 tahun.

Direktur Perlindungan Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), Irini Dewi Wanti, mengatakan bahwa peringatan Hari Batik Nasional ke-13 merupakan momen untuk bangsa Indonesia bersyukur atas diwariskannya batik.

"Budaya yang sangat berharga dari nenek moyang kita, yang jadi identitas bangsa, dan membawa kita dikenal di dunia sebagai bangsa yang kaya akan budaya. Di Hari Batik Nasional ini, kita diingatkan kembali bahwa kita mempunyai tugas untuk meneruskan warisan ini pada generasi penerus bangsa agar batik tetap lestari dan dikenal dunia," ia mengatakan melalui teks pada Liputan6.com, Rabu, 28 September 2022.

Irini menyambung, "Pelestarian bukan sekadar mengenakan batik, tapi menjaga ekosistem batik yang berasal dari alam, diolah oleh manusia jadi sehelai kain yang dihias beragam motif bermakna, dikenakan sebagai sandang dan pemenuh kebutuhan lain, hingga berputar kembali ke alam."

Sementara, "Jangan hanya jadi euforia," jadi pesan founder Rumah Batik Palbatu, Budi Harry, dalam selebrasi Hari Batik tahun ini. Gagasan ini dielaborasi pihaknya dengan meneruskan edukasi tentang batik.

"Penting untuk memahami mana batik asli dan batik palsu (batik cetakan)," katanya melalui sambungan telepon pada Liputan6.com, Jumat, 30 September 2022. "Banyak orang persepsinya belum tepat bahwa batik adalah sebuah proses."


Batik Adalah Proses

Pembatik disabilitas menyelesaikan karyanya di Rumah Batik Palbatu, Jakarta, Kamis (3/12/2020). Rumah Batik Palbatu mempercayakan kepada penyandang disabilitas binaannya untuk membuat kain batik, baik bercorak tradisional, temporer maupun perpaduan keduanya. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Lebih lanjut Harry menjelaskan bahwa batik merupakan proses membuat motif di atas kain dengan malam panas, menggunakan canting tulis dan cap, atau keduanya. "Kalau tidak demikian, namanya hanya kain motif batik atau kami menyebutkan batik tiruan," ia menuturkan.

Menghargai kain batik, menurutnya, seseorang harus memahami prosesnya. "Jadi, tidak hanya bicara tentang motif (kain batik). 'Oh ini motifnya bagus, keren. Harganya murah,' tidak demikian. Jangan sampai pemahaman ini meluas dan menghambat kemajuan para pembatik karena dipaksa bersaing dengan mesin, yang mana itu sayangnya sudah terjadi."

Karena itu, melalui ragam kegiatan di rumah batik yang terletak di kawasan Tebet, Jakarta Selatan tersebut, mereka ingin terus mengedukasi lebih banyak orang agar batik kembali ke hakikatnya. Perayaan Hari Batik Nasional 2022 kebetulan bertepatan dengan peringatan sembilan tahun perjalanan Rumah Batik Palbatu.

"Kami ingin jadi bagian dari pelestarian batik dengan melahirkan pembatik-pembatik baru di Jakarta," tuturnya. "Selain, lebih banyak menggaungkan orang-orang yang berjasa di balik selembar kain batik."

Besok, Harry akan meluncurkan Sekar Jagat versi kekinian. "Saya mau motif batik tidak itu-itu saja. Harus berkembang dan relevan, supaya bisa dipakai di acara-acara yang lebih santai. Karena itu, kami juga sekarang tidak hanya memasarkan kain batik, namun juga koleksi ready-to-wear. Seperti Sekar Jagat ini yang kemarin sudah sempat saya bawa saat fashion show di Thailand," ia menuturkan.


Jangan Semata Memandang motif

Perajin menyelesaikan pembuatan batik edisi Jakarta Terkini di Rumah Batik Palbatu, Jakarta, Kamis (15/10/2020). Kain batik Jakarta Terkini mengisahkan keadaan Ibu Kota saat dilanda pandemi Covid-19 dengan warna-warna yang memberikan harapan di setiap kondisi tersebut. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Harry mengatakan, motif kain batik Rumah Batik Palbatu justru digagas tidak seperti motif batik konvensional. "Kalau dalam hal batik Jakarta, tidak selalu ondel-ondel. Tapi, kalau ditanya ini batik atau bukan, jawabannya tetap batik. Karena itu saya mengingatkan untuk tidak fokus pada motif batik, melainkan pada pemahaman bahwa batik adalah proses," tuturnya.

Sebagai perpanjangan selebrasi Hari Batik Nasional tahun ini, pihaknya juga ingin bangkit dari dampak pandemi COVID-19 yang diakuinya "berat." "Kami juga sedang menunggu dan mencari partner, supaya koleksi kami bisa di-fashion show-kan. Kami sangat terbuka menerima kerja sama dengan sekolah model, desainer, atau komunitas serupa," ia mangatakan.

Selain itu, mereka juga melanjutkan "Bukan Batik Biasa" untuk menyoroti orang-orang hebat di balik produksi selembar kain batik yang "tidak akan sama satu sama lain karena buatan tangan." "Dari sini kami melahirkan produk (kain batik) kekinian dengan melibatkan anak-anak muda disabilitas, terutama teman tuli, dalam proses pembuatannya," ucapnya.

"(Di peringatan Hari Batik Nasional 2022), kami akan ramah tamah dengan bertemu kembali dengan teman-teman yang terlibat di Rumah Batik Palbatu, pembatik yang sudah dibina, teman-teman penyintas maupun penderita kanker, serta alumni teman-teman disabilitas (yang pernah ikut kelas membatik)," Harry bercerita.


Indonesia Bakal Punya Museum Batik

Perajin menyelesaikan pembuatan batik bermotif Covid-19 di Rumah Batik Palbatu, Jakarta, Kamis (15/10/2020). Sempat tutup akibat pandemi, Rumah Batik Palbatu perlahan bangkit dengan menciptakan kain batik edisi Jakarta Terkini bergambar Covid-19 dipadu ikon-ikon Ibu Kota. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Di sisi lain, Irini mengatakan, Kemendikbud Ristek akan membuka Museum Batik Indonesia di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur. "Soft launching Museum Batik Indonesia akan dilakukan pada 12 Oktober 2022, bertepatan dengan Hari Museum Indonesia," tuturnya.

Selain itu, diselenggarakan juga pameran temporer bertajuk "Batik Warisan Budaya Berkelanjutan" di Museum Batik Indonesia yang akan berlangsung pada 12 Oktober--12 November 2022. Berbagai kegiatan lain, Irini menyambung, seperti peran serta masyarakat dan komunitas dalam mempublikasikan batik juga akan dilaksanakan.

Urgensi saat ini, menurut Irini, adalah regenerasi pelaku dalam ekosistem batik, mulai dari petani kapas, penyedia pewarna alami kain batik, hingga pembatik yang saat ini sebagian besar tidak banyak dilakukan generasi muda. "Dunia pendidikan dan usaha perlu mendorong generasi muda untuk terjun ke dunia batik mulai dari hulu hingga hilir," ia menyebut.

"Sekolah formal dan pelatihan di bidang batik juga perlu ditingkatkan," ujarnya. "Selanjutnya, peluang usaha yang menarik bagi generasi muda perlu dibuka seluas-luasnya agar lebih banyak lagi yang tertarik untuk terjun di dalam ekosistem batik."

Di masa peralihan dari pandemi menuju endemi, Irini menyebut, ekosistem batik memang mulai bangkit kembali, tapi masih banyak tantangan yang dihadapi. Pasalnya saat pandemi, banyak pembatik yang berhenti membatik, sehingga saat ini jumlah pembatik semakin berkurang, menurutnya.

"Sebagian (pembatik) sudah beralih pada bidang pekerjaan lain," ia menuturkan. "Pembatik yang kembali membatik pun memiliki kendala karena sekian lama tidak melakukan pencantingan, maka hasilnya tidak sehalus sebelum pandemi. Jika diibaratkan, batik seperti latihan olahraga, jika tidak dilakukan setiap hari, kemampuan tersebut akan menurun."


Bukan Semata Produk

Penyandang disabilitas terlihat serius membatik di Rumah Batik Palbatu. (Fimela.com/Bambang E. Ros)

Irini juga berkata bahwa sehelai kain batik jangan hanya dipandang sebagai produk, tapi juga hasil kebudayaan yang memiliki nilai penuh makna filosofis dan berkaitan erat dengan siklus kehidupan manusia. Makna batik dari dulu hingga sekarang masih relevan, katanya, karena sejatinya batik selalu hadir dan dikenakan dalam berbagai kesempatan dalam kehidupan sehari-hari maupun acara khusus.

"Batik akan terus berkembang sesuai zaman, tapi tetap akan mengacu pada pokoknya sebagai teknik menghias kain yang memiliki makna tertentu dan selalu hadir dalam kehidupan orang Indonesia," tandasnya.

Sementara itu, Harry bercerita pengalaman dalam menggagas program "Seribu Tamu" yang kembali mengingatkannya bahwa membatik tidak semata untuk menghasilkan produk. "Kami memberi beasiswa (kelas membatik), salah satunya pada pengidap kanker," ungkapnya.

Harry menyambung, "Ada satu yang mengalami kanker batang otak, karena itu ia terkendala motorik dan ingatannya pun tidak begitu baik. Ia bisa melupakan sesuatu yang baru beberapa menit lalu terjadi."

"Akhirnya anak ini belajar membatik tiga bulan dan ibunya cerita pada saya bahwa anak yang tadinya tidak bisa melompat ini jadi bisa melompat, dan mulai bisa mengingat sesuatu," katanya. "Membatik jadi semacam terapi motorik halus untuk mereka."

"Karena cerita-cerita inilah kami terus semangat membatik, melestarikan kain batik. Kami akan tetap membuka kelas membatik meski satu hari hanya ada satu murid, tetap kami akan ajarkan sepenuh hati," ia mengatakan. "Karena menurut saya, batik adalah warisan secara lisan yang harusnya diceritakan pada satu sama lain."

"Ketika seseorang yang sudah memahami batik adalah proses, minimal ia akan bisa menceritakan hal itu pada orang-orang terdekatnya. Dengan begitu, saya harapkan napas ekosistem batik Indonesia bisa diperpanjang terus, terus, dan terus," tutupnya.

 

Infografis Penetapan Batik Sebagai Warisan Dunia UNESCO. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya