Liputan6.com, Jakarta Sudah lebih dari dua bulan lalu terkena COVID-19 namun masih batuk hal itu dapat mengindikasikan seseorang alami Long COVID.
"Batuk kronik sampai beberapa bulan dapat saja terjadi pada sebagian pasien Long COVID-19 atau COVID-19 berkepanjangan," kata Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama.
Advertisement
Pria yang juga dokter spesialis paru ini mengutarakan bahwa batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh yang menunjukkan ada gangguan di paru dan saluran napas.
"Salah kalau ada yang menyebut batuk biasa. Semua batuk itu luar biasa. Orang yang sepenuhnya sehat tidaklah batuk," katanya.
Keluhan batuk, apalagi kronik, menunjukkan ada masalah kesehatan di paru dan saluran pernapasan yang perlu segera diketahui penyebabnya. Lalu, harus segera ditangani dengan baik agar tidak jadi masalah berkepanjangan.
Definsi batuk kronik adalah batuk yang terjadi lebih dari delapan pekan, sementara itu batuk akut kalau terjadi sampai tiga pekan. Bila batuk selama tiga sampai delapan pekan disebut batuk sub-akut.
Sebagian besar batuk kronik dapat ditangani dengan menghindari faktor risiko seperti berhenti merokok, menghindari polusi udara, dan menghindari alergi tertentu.
"Kalau memang dengan menghindari faktor risiko, batuk kronik masih saja terjadi, maka perlu ditangani sesuai penyakitnya, bisa asma bronkial atau penyakit yang berhubungan, penyakit paru obstruktif kronik, infeksi virus atau bakteri, penyakit paru interstitial, sampai ke kemungkinan kanker paru," kata Tjandra mengutip Antara.
Kasus Long COVID di RI
Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril melaporkan sekitar 33 persen pasien COVID-19 di Indonesia mengalami Long COVID-19. Gejalanya masih muncul meski pasien sudah sembuh dari COVID-19.
"Long COVID-19 itu sebenarnya istilah klinis bagi seseorang yang syndromic dan pasien sudah tidak positif lagi, PCR negatif. Di Indonesia, ada datanya sekitar 33 persen Long COVID-19, dan itu gangguan di saluran pernapasan paling utama," kata Syahril.
Selain di saluran pernapasan, kata Syahril, Long COVID-19 juga bisa terjadi pada saluran cerna.
Kondisi itu umumnya terjadi setelah infeksi COVID-19 selesai dan akan menetap dalam jangka waktu yang cukup lama.
"Ini berkelanjutan. Pasien selesai COVID-19 atau selesai dirawat tidak lantas hilang gejalanya. Long COVID-19 akan ada dalam waktu yang cukup lama, sekitar 3 hingga 6 bulan," katanya.
Advertisement
Bergejala Ringan Bisa Alami Long COVID
Di kesempatan berbea, dokter spesialis penyakit dalam Dirga Rambe mengatakan bahwa Long COVID bisa mengenai siapa saja yang pernah terpapar virus SARS-CoV-2. Bahkan orang tanpa gejala (OTG) bisa mengalami Long COVID.
"Siapa pun yang terinfeksi COVID-19, sekalipun gejala ringan, sekalipun tidak bergejala bisa alami Long COVID," kata Dirga.
"Mengapa bisa terjadi? Jadi, walaupun virus SARS-CoV-2 sudah mati dalam 14 hari tapi reaksi radang belum tuntas maka terjadi long COVID," jelas pria yang juga vaksinolog ini dalam Virtual Class bersama Liputan6.com pada Februari 2022.
Meski masih alami gejala kurang menyenangkan pascaterpapar virus Corona, orang ini tidak lagi menularkan COVID-19.
Periksakan ke Dokter
Secara umum Long COVID tidak mengancam nyawa namun ada kualitas hidup manusia yang terganggu.
"Bekerja jadi sulit konsentrasi, lalu ada juga yang merasa tidak bisa berolahraga kembali seperti dulu karena mudah lelah atau sesak ," kata Dirga.
Senada dengan Tjandra, Dirga juga mengatakan bila masihbatuk, lemas, mudah lelah, dan keluhan lain segera periksakan diri ke dokter.
"Nanti akan dilakukan pemeriksaan lanjutan seperti tes darah, rontgen. Dokter juga bisa memberikan obat sesuai gejala yang muncul," tandasnya.
Advertisement