Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah pihak mengkritik penggunaan gas air mata oleh aparat keamanan saat pengendalian massa dalam tragedi Arema di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022) malam.
Dalam tragedi maut ini, sebanyak 129 orang meninggal dunia diduga akibat berdesak-desakan saat kericuhan pecah usai laga derby antara Arema FC menjamu Persebaya Surabaya dengan hasil kemenangan untuk tim tamu.
Baca Juga
Advertisement
Terkait sorotan penggunaan gas air mata ini, Mabes Polri menyatakan, pihaknya tengah fokus bekerja melakukan penanganan pascainsiden maut di Stadion Kanjuruhan, Malang.
"Biar tim bekerja dulu dari Polda Jatim," tutur Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi, Minggu (2/10/2022).
Dedi enggan menanggapi lebih jauh terkait dugaan langkah penanganan yang berlebihan ataupun kelalaian dari aparat kepolisian saat terjun ke lapangan menangani massa. Tragedi Stadion Kanjuruhan sejauh ini memakan korban hingga 129 jiwa.
"Jangan berandai-andai dulu, biar tim bekerja," kata Dedi.
Menurut Dedi, Polda Jawa Timur masih terus bekerja bersama dengan PT Liga Indonesia Baru sebagai operator pertandingan, dan stake holder terkait lainnya dalam rangka menangani insiden tersebut.
"Langkah saat ini tim DVI Dokkes Polri siang ini akan berangkat segera ke Malang untuk back up Tim DVI Polda Jatim dan dokter setempat guna percepatan identifikasi korban dan fokus untuk memberikan pertolongan medis kepada korban-korban yang saat ini dirawat di beberapa rumah sakit," ucap Dedi menandaskan.
Sebelumnya, Indonesia Police Watch (IPW) menyoroti penggunaan gas air mata saat upaya pengendalian massa dalam tragedi Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Pasalnya, hal tersebut dilarang oleh federasi sepak bola dunia atau FIFA.
Banyak Korban Jatuh dan Terinjak-injak
Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso menyampaikan bahwa kericuhan dalam tragedi Kanjuruhan itu berawal dari kekecewaan suporter tim tuan rumah yakni Arema, yang turun ke lapangan tanpa dapat dikendalikan oleh pihak keamanan.
"Bahkan, aparat kepolisian yang tidak sebanding dengan jumlah penonton, secara membabi buta menembakkan gas air mata sehingga menimbulkan kepanikan terhadap penonton yang jumlahnya ribuan," tutur Sugeng kepada wartawan, Minggu (2/10/2022).
Usai gas air mata ditembakkan, lanjut Sugeng, banyak penonton yang kesulitan bernapas dan akhirnya pingsan. Buntutnya, banyak jatuh korban yang terinjak-injak di area Stadion Kanjuruhan Malang.
"Padahal, penggunaan gas air mata di stadion sepak bola sesuai aturan FIFA dilarang. Hal itu tercantum dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations pada pasal 19 huruf b disebutkan bahwa sama sekali tidak diperbolehkan mempergunakan senjata api atau gas pengendali massa," jelas dia.
Sugeng menyatakan bahwa polisi harus mengusut tuntas tragedi jatuhnya ratusan korban tewas dalam ajang sepak bola nasional. Jangan sampai proses pidana menguap begitu saja, seperti hilangnya nyawa dua bobotoh di Stadion Gelora Bandung Lautan Api pada Juni lalu.
"Lebih penting dari tewasnya 127 suporter tersebut, Presiden Jokowi harus memberikan perhatian terhadap dunia sepakbola di Indonesia yang selalu ricuh dan menelan korban jiwa. Kemudian, Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan seharusnya malu dan mengundurkan diri dengan adanya peristiwa terburuk di sepak bola nasional," Sugeng menandaskan.
Advertisement