Pengamat Sepak Bola Sebut Harus Ada Regulasi Jaminan Keamanan Suporter

Tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang pada Sabtu malam (1/9/2022) mengakibatkan 198 orang meninggal dan puliuhan lainnya masih menjalani perawatan di rumah sakit di daerah Kepanjen, Malang. Pengamat olah raga itu lantaran minimnya regulasi tentang keamanan suporter di Indonesia.

oleh Dewi Divianta diperbarui 02 Okt 2022, 18:58 WIB
Tetapi pihak keamanan melakukan kebijakan yang kontroversial. Mereka justru menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa yang terus merengsek ke dalam lapangan. Langkah tersebut justru membuat kondisi di lapangan makin runyam. (AP/Yudha Prabowo)

Liputan6.com, Jakarta - Akmal Marhali, pengamat sepak bola Indonesia mengungkapkan ucapan duka cita mendalam atas tragedi Stadion Kanjuruhan Minggu malam (1/10/2022). Dalam tragedi tersebut 174 orang meninggal dan puluhan lainnya masih menjalani perawatan di rumah sakit di Kepanjen dan sekitarnya.

Laga pekan ke-11 itu mempertemukan derby Jatim yakni Arema FC kontra Persebaya Surabaya, dengan hasil akhir 2-3. Aremania yang turun langsung ke lapangan berujung bentrok dengan petugas keamanan.

Pada saat itu, pengamanan pihak kepolisian akhirnya menembakkan gas air mata ke arah penonton untuk mengurai keributan.

Akmal menyebut tragedi tersebut terdapat pelanggaran-pelanggaran dan regulasi yang berpihak khususnya untuk para penonton atau suporter di Indonesia ketika menyaksikan pertandingan sepak bola. 

"Saya turut berduka cita atas kejadian meninggalnya para korban tragedi di Stadion Kanjuruhan. Hal itu lantaran tidak tegasnya para pelaku sepak bola Indonesia," kata Akmal kepada Liputan6.com melalui sambungan telepon, Minggu (2/10/2022).

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Terancam Sanksi FIFA

Keluarga dan kerabat korban tragedi Stadion Kanjuruhan menunggu di luar sebuah rumah sakit di Malang, Jawa Timur pada 2 Oktober 2022. Sedikitnya 174 orang tewas di stadion sepak bola Indonesia ketika ribuan penggemar tuan rumah yang marah menyerbu lapangan dan polisi menanggapi dengan gas air mata yang memicu desak-desakan, kata pihak berwenang pada 2 Oktober. (AFP/Juni Kriswanto)

Menurutnya, tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan Malang tidak akan terjadi apabila ada regulasi khusus untuk keamanan suporter seperti regulasi yang dimiliki oleh Liga Inggris.

Pasca-tragedi Heysel yang terjadi 29 Mei 1985 dalam laga Liga Champions Liverpool kontra Juventus, yang menewaskan 39 orang lantaran tertimpa tembok Stadion Heysel dan disanksi FIFA selama 5 tahun tidak boleh bermain di kompetisi Eropa untuk semua klub Inggris.

"Sejak saat itu keluarlah regulasi yang mengatur soal suporter yang sampai sekarang dimiliki oleh Liga Inggris. Regulasi ini yang tidak dimiliki oleh federasi kita (PSSI)," ujar dia.

Akmal melanjutkan, berdasarkan data korban dalam tragedi Stadion Kanjuruhan tersebut dirinya berharap kompetisi Liga 1 2022/2023 tersebut dihentikan sementara dan mengusut kasus tersebut serta menghukum para pelaku yang lalai sehingga menyebabkan banyaknya korban jiwa.

"Sepak bola dihentikan untuk sementara, sampai dibentuk tim pencari fakta gabungan khusus menginvestigasi kasus ini (tragedi Stadion Kanjuruhan). Memberikan hukuman seberat-beratnya kepada pihak-pihak yang lalai," tutur dia.

Untuk diketahui terdapat regulasi yang tertuang dalam UU sistem keolahragaan nomor 11 tahun 2022 yang merupakan penyempurnaan dari UU sistem keolahragaan nasional nomor 3 tahun 2005 diatur dalam Pasal 51. Pasal tersebut menyebut terkait suporter berhak mendapatkan jaminan keamanan dan keselamatan di pasal 103.

"Apabila penyelenggara tidak mampu mengamankan pertandingan maka bisa dikenakan hukuman pidana berupa hukuman penjara maksimal hukuman lima tahun penjara atau minimal denda maksimal denda Rp1 miliar," ucapnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya