Liputan6.com, Jakarta - Penelitian global terbaru yang dilakukan oleh perusahaan sistem jaringan, layanan dan software Ciena (NYSE: CIEN) mendapati kesiapan para profesional bisnis untuk berkolaborasi di dunia virtual.
Sebanyak 98 persen responden di Indonesia mengakui value dari rapat virtual, dan 88 persen menyatakan siap berpartisipasi dalam rapat kerja di metaverse dibandingkan tool konferensi video yang sudah ada.
Advertisement
Kesediaan untuk memanfaatkan lingkungan kerja virtual baru ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata global sebesar 78 persen.
Penelitian yang melakukan survei terhadap 15.000 profesional bisnis di 15 negara ini menemukan 66 persen pekerja Indonesia mengakui betapa efisiennya rapat virtual dan minimalnya distraksi atau celah untuk ngobrol, dibandingkan dengan rapat tatap muka.
Sementara lebih dari setengah (55 persen) responden setuju rapat virtual bisa menciptakan lingkungan yang memudahkan kolaborasi. Begitu juga mayoritas profesional bisnis di Indonesia (92 persen) sudah merasa nyaman menggelar rapat formal, contohnya rapat HR, di ruang virtual.
Terlepas dari tumbuhnya keinginan untuk memanfaatkan platform kerja virtual, masih ada penghalang untuk mengadopsi platform ini secara luas.
Sebanyak 59 persen responden Indonesia yakin performa jaringan yang tidak bisa diandalkan adalah alasan utama perusahaan enggan menggunakan platform kerja virtual.
Faktor lain adalah kekhawatiran tak mempunyai hardware yang tepat (52 persen), atau teknologi yang belum tersedia (43 persen).
Regional Managing Director, Ciena ASEAN, Dion Leung mengatakan Di Indonesia, jelas ada semangat untuk menerima metaverse atau enhanced reality space di tempat kerja.
“Namun, agar antusiasme ini menjadi kenyataan, kita membutuhkan infrastruktur yang tepat untuk menciptakan tempat kerja masa depan. Jaringan kita harus cepat, bisa beradaptasi dan memiliki latensi yang rendah, serta memiliki bandwidth yang memadai untuk mendukung lingkungan kerja virtual-reality baru kita,” ujar Leung dalam siaran pers Ciena, dikutip Senin (3/10/2022).
Leung menambahkan, bisnis dan regulator semakin serius memandang metaverse. Sangat menggembirakan melihat langkah-langkah yang telah diambil untuk memperkuat infrastruktur digital dan jaringan untuk memastikan memiliki pondasi yang tepat untuk masa depan.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Ford Daftarkan Merek Dagang Terkait Metaverse dan NFT
Sebelumnya, perusahaan otomotif terkemuka Ford telah mengajukan 19 aplikasi merek dagang terkait dengan kemungkinan aktivitas metaverse. Dalam dokumen tersebut, perusahaan juga mengisyaratkan potensi peluncuran NFT di pasar NFT miliknya sendiri.
Dilansir dari Bitcoin.com, Rabu (21/9/2022), Ford mengajukan aplikasi merek dagang ke Kantor Paten dan Merek Dagang AS (USPTO).
Sebagian dari aplikasi ini berupaya melindungi representasi digital dari beberapa model mobil Ford yang paling populer, termasuk 150 Lightning, Lincoln, Ford, Lightning, Bronco, Explorer, Raptor, Mustang Mach-E, Transit, Escape, Expedition, Maverick, Ranger, dan Mustang.
Ini menjadi salah satu langkah pertama dalam strategi digital terorganisir Ford, menurut pengacara berlisensi USPTO Mike Kondoudis, yang mengklaim perusahaan itu membuat "langkah besar" ke metaverse dengan pengajuan ini.
Ekspansi Digital Ford
Langkah Ford ini tidak mengejutkan, mengingat sebelumnya perusahaan tersebut telah menjelaskan pihaknya tengah menjajaki dunia digital untuk menciptakan cara-cara baru dalam mengembangkan bisnisnya.
Pada awal September, direktur merchandising merek global Ford, Alexandra Ford English menyatakan Ford ingin menawarkan kepada penggemar koleksi barang dagangan dan aksesori yang menginspirasi, dan bahkan produk digital seperti NFT.
Ford menjadi perusahaan yang terbaru dari jajaran perusahaan besar yang telah merangkul dunia dan produk digital ini sebagai bagian dari strategi pertumbuhannya.
Merek lain seperti Hyundai, sebuah perusahaan mobil Korea, telah lebih dulu masuk ke metaverse dengan menghadirkan beberapa produk otomotif masa depan mereka dalam metaverse yang dikenal sebagai Zepetto.
Advertisement
Renault Hadirkan Pengalaman Otomotif ke Metaverse
Sebelumnya, Renault, salah satu perusahaan otomotif terbesar di dunia, telah menandatangani kerja sama dengan The Sandbox untuk hadir di dunia metaverse virtualnya.
Anak perusahaan dari organisasi akan bertanggung jawab untuk hal ini, membangun kehadiran Renault di metaverse untuk memperkenalkan pelanggan virtual ke produk perusahaan.
Pengalaman otomotif ini bertujuan untuk memperkaya platform The Sandbox dan memungkinkan Renault menjangkau lebih banyak audiens, memperluas basis pelanggan potensial dari produk mereka.
Tentang kemitraan tersebut, CEO The Sandbox Korea, Cindy Lee menyatakan kemitraan ini adalah contoh yang sangat baik dari sebuah kolaborasi.
"Sandbox dapat berkembang tanpa batasan industri. Kami dapat memperkenalkan jenis pengalaman baru yang menggabungkan mobil dan aset digital di The Sandbox,” ujar Lee dikutip dari Bitcoin.com, Rabu, 14 September 2022.
Luasnya kemitraan dan sifat pengalaman yang akan dihasilkannya tidak diungkapkan pada saat itu. Renault sekarang bergabung dengan jajaran perusahaan dan individu yang sudah hadir di platform metaverse berbasis Ethereum.
Senator AS Minta CEO Meta Mark Zuckerberg Perangi Penipuan Kripto
Sebelumnya, enam anggota Demokrat dari Komite Perbankan Senat telah mengirim surat kepada CEO Meta Platform (META), Mark Zuckerberg menanyakan apa yang dilakukan perusahaan untuk memerangi penipuan cryptocurrency di platform Facebook, Instagram, dan WhatsApp.
Kelompok senator dipimpin oleh Bob Menendez dari New Jersey dan termasuk Sherrod Brown dari Ohio, ketua Komite Perbankan, dan Elizabeth Warren dari Massachusetts.
"Dari 1 Januari 2021 hingga 31 Maret 2022, 49 persen laporan penipuan ke FTC (Federal Trade Commission) yang melibatkan cryptocurrency menetapkan penipuan itu berasal dari media sosial," tulis kelompok itu, dikutip dari CoinDesk, Rabu (19/9/2022).
Kelompok itu juga mencatat penipuan kripto dari media sosial merugikan konsumen total USD 417 juta atau sekitar Rp 6,1 triliun.
"Sementara penipuan kripto lazim di media sosial, beberapa situs Meta sangat populer sebagai tempat berburu oleh para scammers," tambah para senator dalam suratnya.
Kelompok senator itu ingin Meta menjelaskan kebijakannya saat ini untuk secara proaktif menemukan dan menghapus scammer kripto, menjelaskan prosedurnya untuk memverifikasi iklan kripto di platformnya bukan scam dan mengatakan sejauh mana ia bekerja sama dengan penegak hukum untuk melacak penipu.
Perjalanan META dalam Bisnis Metaverse
META diketahui saat ini menjadi salah satu perusahaan media sosial yang memiliki fokus dalam pengembangan dunia virtual, metaverse. Belum lama ini, META akan membangun 10 kampus virtual sebagai bagian dari inisiatifnya dalam mengembangkan proyek pembelajaran imersif.
Dalam kemitraan dengan Victoryxr, startup pendidikan realitas virtual yang berbasis di Iowa, Meta akan menginvestasikan USD 150 juta atau sekitar Rp 2,2 triliun dalam inisiatif ini.
Dari berbagai universitas, salah satunya adalah University of Maryland Global Campus (UMGC), yang merupakan universitas online. Lebih dari 45.000 mahasiswa universitas sekarang dapat bertemu di metaverse online untuk berkumpul dan berbagi pengalaman mereka.
Advertisement