Liputan6.com, Teheren - Ketua Parlemen Iran Mohammad Bagher Qalibaf mengingatkan demonstrasi-demonstrasi yang terjadi memprotes kematian Mahsa Amini dalam tahanan polisi dapat mendestabilisasi negara.
Qalibaf hari Minggu (2/10) menyerukan pada aparat keamanan untuk menangani dengan tegas aksi demonstrasi yang diklaimnya telah membahayakan keamanan publik.
Advertisement
Qalibaf mengatakan kepada parlemen bahwa tidak seperti demonstrasi saat ini, yang katanya bertujuan menggulingkan pemerintah, demonstrasi oleh guru dan pensiunan ditujukan untuk reformasi, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Selasa (4/10/2022).
Dua minggu terakhir ini ribuan warga Iran turun ke jalan memprotes kematian Mahsa Amini, seorang perempuan berusia 22 tahun yang meninggal dalam tahanan polisi setelah ditangkap polisi moral pada 13 September lalu karena tidak mengenakan jilbab secara benar.
Para pengunjuk rasa telah melampiaskan kemarahan mereka terhadap perlakuan pada kaum perempuan dan penindasan yang lebih luas di negara itu. Demonstrasi itu dengan cepat bergulir menjadi seruan untuk menggulingkan kelompok ulama garis keras telah telah memerintah di Iran sejak revolusi Islam tahun 1979.
Demonstrasi itu menarik dukungan dari berbagai kelompok etnis, termasuk gerakan oposisi Kurdi di barat laut Iran yang beroperasi di sepanjang perbatasan dengan Irak.
Mahsa Amini adalah seorang warga Kurdi-Iran, dan demonstrasi pertama terjadi di daerah Kurdi.
Televisi pemerintah Iran melaporkan sedikitnya 41 demonstran dan polisi meninggal sejak demonstrasi 17 September lalu. Sementara perhitungan Associated Press berdasarkan pernyataan pihak berwenang menunjukkan sedikitnya 14 orang tewas, dan lebih dari 1.500 demonstran ditangkap.
Qalibaf adalah mantan komandan berpengaruh di pasukan paramiliter Garda Revolusioner Iran. Bersama presiden dan kepala kehakiman, ia merupakan salah seorang dari tiga pejabat tinggi yang menangani seluruh masalah penting di Iran.
Polisi dan Mahasiswa Bentrok di Iran Terkait
Pasukan keamanan Iran mengalami bentrok dengan mahasiswa di sebuah universitas terkemuka di Teheran pada Minggu (2 Oktober). Hal ini diketahui lewat media sosial dan laporan pemerintah, yang menjadi tanda terbaru dari tindakan keras mematikan terhadap protes nasional yang dipicu oleh kematian seorang wanita muda dalam tahanan.
Dilansir Channel News Asia, Senin (3/9/2022), protes anti-pemerintah, yang dimulai pada pemakaman Mahsa Amini yang berusia 22 tahun pada 17 September di kota Kurdi Saqez, telah berkembang menjadi pertunjukan oposisi terbesar terhadap otoritas Iran dalam beberapa tahun. Terkait masalah tersebut, banyak yang menyerukan agar pemerintahan ulama Islam yang telah berjalan selama lebih dari empat dekade untuk segera berakhir.
Akun Twitter aktivis 1500tasvir, yang memiliki sekitar 160.000 pengikut, memposting beberapa video yang menunjukkan Universitas Sharif, yang secara tradisional merupakan sarang perbedaan pendapat, dikelilingi oleh puluhan polisi anti huru hara.
Salah satu video menunjukkan pasukan keamanan menembakkan gas air mata untuk mengusir mahasiswa dari kampus dan terdengar suara tembakan dari kejauhan.
Video lain menunjukkan pasukan keamanan mengejar puluhan mahasiswa yang terjebak di tempat parkir bawah tanah universitas. Akun itu mengatakan puluhan siswa telah ditangkap.
Media pemerintah Iran menggambarkan "laporan bentrokan" di universitas dan mengatakan menteri sains negara itu mengunjungi kampus untuk memeriksa situasinya.
Reuters tidak dapat memverifikasi secara independen peristiwa di universitas tersebut.
Advertisement
Demonstrasi oleh Mahasiswa
Mahasiswa telah memprotes di berbagai universitas pada hari Minggu dan demonstrasi diadakan di beberapa kota seperti Teheran, Yazd, Kermanshah, Sanandaj, Shiraz dan Mashhad. Dalam kesempatan tersebut, peserta unjuk rasa meneriakkan "kemerdekaan, kebebasan, kematian Khamenei", terlihat dalam sebuah postingan media sosial.
Protes belum mereda meskipun jumlah korban tewas meningkat dan tindakan keras oleh pasukan keamanan menggunakan gas air mata, pentungan, dan dalam beberapa kasus, menurut video di media sosial dan kelompok hak asasi, peluru tajam.
Hak Asasi Manusia Iran, sebuah kelompok yang berbasis di Norwegia, dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa "sejauh ini 133 orang telah tewas di seluruh Iran", termasuk lebih dari 40 orang yang dikatakan tewas dalam bentrokan pekan lalu di Zahedan, ibu kota provinsi tenggara Sistan-Baluchistan.
Banyak Korban Tewas
Pihak berwenang Iran belum memberikan jumlah korban tewas, sementara mengatakan banyak anggota pasukan keamanan telah dibunuh oleh "perusuh dan preman yang didukung oleh musuh asing".
Pekan lalu televisi pemerintah mengatakan 41 orang tewas, termasuk anggota pasukan keamanan.
Otoritas tertinggi Iran Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei belum mengomentari protes nasional, yang telah menyebar ke 31 provinsi Iran, dengan semua lapisan masyarakat, termasuk etnis dan agama minoritas, turut ambil bagian.
Advertisement