Rupiah Berpeluang Melemah pada Perdagangan Selasa 4 Oktober 2022

Rupiah kembali ditutup melemah pada perdagangan Senin (3/10/2022).

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 03 Okt 2022, 20:54 WIB
Teller tengah menghitung mata uang dolar AS di penukaran uang di Jakarta, Rabu (10/7/2019). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup stagnan di perdagangan pasar spot hari ini di angka Rp 14.125. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pada perdagangan Senin (3/10/2022) Rupiah ditutup melemah 75 poin walaupun sebelumnya sempat menguat 70 poin di level Rp 15.302. Sedangkan, pada penutupan perdagangan sebelumnya Rupiah berada di posisi 15.227.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan, Rupiah berpotensi melemah pada perdagangan Selasa, 4 Oktober 2022.

“Mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 15.290 hingga Rp 15.370,” kata Ibrahim dalam keterangan tertulis, Senin (3/10/2022).

Secara internal, hal ini dipengaruhi, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan laju inflasi pada September 2022 sebesar 1,17 persen (month-to-month/mtm) dan secara tahunan menembus 5,95 persen year to year/yoy.  

“Data yang dirilis tersebut lebih baik dibandingkan ekspektasi para analis yaitu laju inflasi 1,2 persen (month-to-month/mtm)  sedangkan angka inflasi tahunan sebesar 5,98 persen year to year/yoy,” jelas Ibrahim

Lonjakan inflasi didorong oleh naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Pada 3 September 2022, pemerintah Indonesia telah menaikkan harga BBM Subsidi Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter. 

Disusul, harga Solar subsidi dikerek menjadi Rp 6.800 per liter dari Rp 5.150 per liter. Dua BBM Subsidi terset rata-rata naik 31,4 persen. 

Walaupun inflasi masih di bawah ekspektasi para analis namun hal tersebut menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk menjaga transmisi harga energi dan komoditas. 

Sebagaimana diketahui, pada Agustus 2022, inflasi nasional telah mencapai 4,69 persen. Angka tersebut sudah mengalami penurunan, tetapi sumbangan terbesarnya tetap berasal dari kelompok harga pangan bergejolak (volatile foods), kemudian juga dari proses transmisi dari harga-harga energi yang masuk ke dalam harga kelompok barang yang ditentukan pemerintah (administered price).

Kemudian inflasi yang terus tinggi, selanjutnya adalah kecepatan dari normalisasi moneter dari negara-negara maju sehingga menimbulkan ketidakpastian di pasar keuangan global. 

Sejalan dengan itu,  ke depannya tekanan inflasi masih terus berlanjut, harga pangan dan energi masih terus mengalami peningkatan, dan distrupsi dari pasokan juga terus terjadi sehingga risiko untuk inflasi nasional masih berada di atas 4 persen pada 2022 dan 2023. 

 


Indeks Dolar AS

Teller tengah menghitung mata uang dolar di penukaran uang di Jakarta, Junat (23/11). Nilai tukar dolar AS terpantau terus melemah terhadap rupiah hingga ke level Rp 14.504. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dolar AS menguat terhadap mata uang lainnya pada Senen, setelah pemerintah Inggris setuju untuk mempermudah rencananya untuk pemotongan pajak yang tidak didanai. 

Tren ini secara luas diperkirakan akan menguatkan dolar dalam beberapa bulan mendatang, karena beberapa bank sentral menaikkan suku bunga lebih jauh untuk memerangi inflasi yang membandel.

Pemerintah Inggris memutuskan untuk membatalkan usulan penghapusan tarif pajak penghasilan tertinggi, sebuah rencana yang telah banyak dikritik di Partai Konservatif yang berkuasa serta negara secara keseluruhan.

Menteri Keuangan baru Kwasi Kwarteng mengumumkan rencananya untuk memotong pajak secara substansial, termasuk tarif pajak penghasilan tertinggi 45p, sebagai bagian dari anggaran mini pada 23 September.


Pembukaan Perdagangan Rupiah Senin 3 Oktober 2022

Teller menunjukkan mata uang rupiah di penukaran uang di Jakarta, Rabu (10/7/2019). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup stagnan di perdagangan pasar spot hari ini di angka Rp 14.125. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, nilai tukar rupiah melemah pada Senin pagi jelang rilis data inflasi September 2022.

Kurs rupiah pagi ini melemah 28 poin atau 0,18 persen ke posisi 15.255 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 15.227 per dolar AS.

"Pergerakan indeks saham Asia pagi ini terlihat menurun. Ini mengindikasikan sentimen pasar terhadap aset berisiko terlihat negatif dan mungkin bisa menahan penguatan rupiah yang terjadi pada perdagangan di Jumat kemarin," kata pengamat pasar uang Ariston Tjendra saat dikutip dari Antara, Senin (3/10/2022).

Menurut Ariston, sentimen negatif terhadap aset berisiko mungkin karena kekhawatiran pasar terhadap kenaikan inflasi global yang bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi global.

Di sisi lain, dolar AS terlihat masih dalam konsolidasi. Pasar terlihat sedikit teralihkan dari isu The Fed ke isu perlambatan ekonomi global, dimana perekonomian AS juga mendapatkan tekanan dari kenaikan inflasi.

"Dan ini membantu penguatan nilai tukar lainnya terhadap dolar AS untuk sementara," ujar Ariston.

 

 

 


Selanjutnya

Karyawan menunjukkan uang dolar AS dan rupiah di Jakarta, Rabu (30/12/2020). Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 80 poin atau 0,57 persen ke level Rp 14.050 per dolar AS. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Dari dalam negeri, lanjut Ariston, data tingkat inflasi September bisa memperlemah rupiah bila nilainya lebih tinggi dari sebelumnya masuk ke angka 5 persen (yoy).

"Tingkat inflasi yang terus meninggi bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi karena masyarakat menunda atau menahan konsumsi," kata Ariston.

Ariston memperkirakan hari ini rupiah akan bergerak di kisaran level 15.200 per dolar AS hingga 15.300 per dolar AS.

Pada Jumat (30/9) nilai tukar rupiah ditutup menguat 36 poin atau 0,23 persen ke posisi 15.227 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 15.263 per dolar AS.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya