Baim Wong dan Paula Bikin Video Prank Soal KDRT, Ini Kekhawatiran Psikolog

Meski Baim Wong dan Paula sudah meminta maaf, tapi publik masih tetap ingat video prank tentang KDRT yagn sempat diunggah di akun Youtube mereka.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 03 Okt 2022, 20:41 WIB
Baim Wong dan Paula Verhoeven minta maaf soal konten prank KDRT. (Sumber: Instagram/@baimwong)

Liputan6.com, Jakarta - Baim Wong serta istrinya, Paula Verhoeven kembali jadi bahan perbincangan. Pasangan in membuat konten video prank, pura-pura membuat laporan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Video konten berjudul 'Baim KDRT, Paula Jalani Visum. Nonton sebelum di-Takedown' sempat muncul di akun Youtube mereka sebelum dihapus. Sontak, warganet dan beberapa publik figur mengkritik pedas konten pasangan suami istri kali ini.

Lalu, pada 3 Oktober 2022, pasangan ini mengucapkan maaf atas video prank tersebut. Melalui keterangan video di akun Instagram @baimwong dan @paula_verhoeven,"Maafkan saya dan keluarga.. Semoga kedepannya menjadi lebih baik.. Terima kasih teguran dan pembelajarannya..."

Meski sudah minta maaf, sebagian masyarakat sudah hilang kepercayaan pada Baim dan Paula.

Terkait video prank Baim dan Paula, psikolog klinis Indah Sulistiorini mempertanyakan alasan pasangan ini membuat konten prank tersebut.

"Apakah untuk edukasi atau for the sake of content?" tanyanya.

Jika alasan mengunggah video hanya sekadar untuk konten, Baim tampaknya sulit berempati pada pada perasaan korban KDRT.

"Kalau memang untuk menghasilkan konten, dia tidak memikirkan perasaan korban. Kalau memang seperti itu, Baim sulit berempati dengan korban," katanya.

Indah juga mempertanyakan apakah Paula yang ikut terlibat dalam video ini sudah tahu dampak yang bakal terjadi.

"Kalau Paula, ya mungkin ikut saja. Namun, saya tidak tahu, apakah sebagai perempuan tahu dampak prank yang dilakukan," tutur Indah.

Indah menuturkan, bagi seorang perempuan yang menjadi korban KDRT tidak mudah untuk akhirnya melaporkan suami sebagai pelaku. Jika sampai seorang istri melaporkan suaminya ke polisi, itu tentunya sudah dipikir masak-masak.

"Melaporkan kasus KDRT itu bukan sesuatu yang dianggap main-main. Seorang istri melaporkan suami yang KDRT itu sudah mengalami pertimbangan masak-masak. Kalau nyawanya enggak terancam-ancam amat, banyak yang tidak melaporkan," kata Indah tegas.

Pertimbangan masak-masak ini terkait dengan bahwa yang dilaporkan adalah orang yang dekat. Hal ini juga bakal mempertaruhkan nama diri dan keluarga.

"Seorang perempuan melaporkan isu KDRT itu bukan perkara mudah. Dia mempertaruhkan nama baik diri, keluarga dan keluarga besar," tutur wanita yang pernah menjadi psikolog di sebuah yayasan yang berfokus memberikan layanan kepada korban kekerasan.

 


Jika Berniat Ingin Edukasi

Baim Wong (Youtube Baim Paula)

Indah mengatakan bila Baim dan Paula memang ingin mengedukasi mengenai proses melaporkan tindakan KDRT dengan cara yang tepat, sebaiknya ada disclaimer dan konten dirancang khusus. Semua pihak yang terlibat dalam video tersebut juga seharusnya sudah tahu sehingga tidak ada pihak yang terkejut.

"Kalau prank, kesannya main-main atau tidak serius," kata Indah dihubungi Senin, 3 Oktober 2022.

"Khawatirnya, polisi kehilangan kepercayaan ketika ada warga melaporkan, bahwa itu prank atau memang benar," lanjut Indah.

Padahal, seperti Indah sampaikan sebelumnya, tidak mudah bagi seorang perempuan untuk bisa melaporkan suami ke pihak kepolisian terkait KDRT.


Jika Seorang Ingin Melapor Sebagai Korban Kekerasan

Ilustrasi Kekerasan pada Anak Credit: pexels.com/Kirk

Indah menuturkan seseorang yang menjadi korban kekerasan bisa melapor ke kepolisian. Seorang polisi ketika mendapatkan laporan akan menanyakan lebih lanjut perihal laporan yang diberikan. Pada perempuan yang menjadi korban kekerasan, biasanya proses interogasi ditanyakan di ruang khusus ibu dan anak.

"Biasanya yang menanyakan adalah polisi wanita atau polisi yang sudah dilatih untuk menerima laporan kekerasan. Jadi, sikap mereka saat menerima laporan dan mengajukan pertanyaan sudah dilatih agar respons yang diberikan tidak bias. Tidak memberikan respons menyalahkan lalu memiliki empati pada pelapor," kata Indah.

Indah menyarankan agar segera melapor ke kepolisian bila seseorang mendapatkan kekerasan fisik, terlebih sudah mengancam nyawa.

"Supaya tidak kehilangan bukti yang akan hilang seiring waktu, seperti memar dan luka lainnya."

 


Bila Dapat Kekerasan Psikologis

Ilustrasi KDRT (iStockphoto)​

Sementara itu proses pelaporan bagi yang mendapatkan kekerasan psikologis, seperti perendahan dan penyebutan istilah-istilah yang merendahkan memang lebih menantang. Laporan harus dibuktikan lewat pemeriksaan psikologis apakah korban mengalami perubahan signifikan sampai mengganggu keseharian.

"Dengan perubahan psikologis bakal diketahui apakah orang tersebut berubah dan memengaruhi fungsi sehari-hari. Misalnya depresi, jadi enggak bisa tidur, enggak bisa makan, merasa ketakutan, enggak bisa berfungsi seperti biasanya," tutur Indah.

Meski menantang dalam kasus kekerasan psikologis, Indah mengatakan agar korban tidak khawatir. Sudah banyak psikolog terlatih dalam pemeriksaan kasus kekerasan.

Jika memang korban merasa takut atau tidak tahu langkah yang harus diambil, bisa menghubungi yayasan atau lembaga yang memberikan bantuan dalam kasus seperti ini. Seperti Yayasan Pulih, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), atau Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang ada di pemerintah daerah.

 

Infografis Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya