Svante Paboo Raih Nobel Kedokteran Berkat Riset Evolusi Manusia

Svante Paboo dianugerahi Nobel Kedokteran 2022 atas keberhasilannya dalam Riset DNA manusia purba dan dicap sebagai pelopor di bidang evolusi.

oleh Anissa Rizky Alfiyyah diperbarui 03 Okt 2022, 20:39 WIB
Svante Paabo. (AP)

Liputan6.com, Stockholm- Ilmuwan Swedia Svante Paabo memenangkan Penghargaan Nobel di bidang kedokteran pada Senin 3 Oktober 2022 untuk penemuannya, tentang evolusi manusia yang memberikan wawasan kunci pada sistem kekebalan tubuh kita. Dan apa yang membuat kita unik dibandingkan dengan saudara kita yang telah punah. Demikian kata tim panel penghargaan tersebut.

Paabo mempelopori pengembangan teknik-teknik baru yang membuat para peneliti dapat membandingkan genom manusia modern dan genom hominin lainnya –Neaderthal dan Denisovan, seperti dikutip dari laman AP, Senin (3/10/2022).

Walaupun tulang Neanderthal pertama kali ditemukan pada pertengahan abad ke-19, tetapi hanya dengan membuka kunci DNA mereka–yang sering disebut sebagai kode kehidupan– para ilmuwan dapat sepenuhnya memahami hubungan antar spesies.

Termasuk saat manusia modern dan Neanderthal mengalami divergensi sebagai spesies, yang diperkirakan sekitar 800.000 tahun yang lalu, kata Anna Wedell, ketua Komite Nobel.

"Paabo dan timnya secara mengejutkan menemukan bahwa aliran gen ternyata mengalir dari Neanderthal ke Homo sapiens, yang menunjukkan bahwa mereka memiliki keturunan bersama selama periode ko-eksistensi," katanya.

Transfer gen antara spesies hominin ini memengaruhi bagaimana sistem kekebalan tubuh manusia modern bereaksi terhadap infeksi, seperti Virus Corona. Sekitar 1-2% orang di luar Afrika memiliki gen Neanderthal.

"Svante Pääbo berhasil menemukan susunan genetik dari kerabat terdekat kita, Neanderthal dan hominin Denison," kata Nils-Göran Larsson, anggota Majelis Nobel, kepada Associated Press setelah pengumuman tersebut.

"Dan perbedaan kecil antara manusia yang telah punah itu dengan kita sebagai manusia saat ini dapat memberikan wawasan penting tentang fungsi tubuh kita dan bagaimana otak kita berkembang dan sebagainya," tambah Larsson.

Paabo yang saat ini berusia 67 tahun, melakukan studinya di Universitas Munich Jerman dan Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology di Leipzig. 

Paabo merupakan putra dari Sune Bergstrom, yang memenangkan hadiah Nobel di bidang kedokteran pada 1982.

Menurut Yayasan Nobel, ini adalah kedelapan kalinya putra atau putri dari seorang pemenang Nobel juga memenangkan Hadiah Nobel. Hanya sekali duo ayah-anak berbagi Hadiah Nobel yang sama: pada 1915 ketika Sir William Henry Bragg dan putranya William Laurence Bragg memenangkan penghargaan fisika bersama-sama.


Pujian untuk Paboo dan Nobel

Pengumuman Peraih Penghargaan Nobel 2022. (AP)

David Reich, seorang ahli genetika di Harvard Medical School, mengatakan, dia sangat senang kelompok tersebut menghormati bidang DNA kuno.

Dengan mengenali bahwa DNA dapat dipertahankan selama puluhan ribu tahun–dan mengembangkan cara untuk mengekstraknya–Paabo dan timnya menciptakan cara yang benar-benar baru untuk menjawab pertanyaan tentang masa lalu kita, kata Reich. Pekerjaan itu adalah dasar untuk "pertumbuhan eksplosif" studi DNA kuno dalam beberapa dekade terakhir.

"Hal ini benar-benar mengkonfigurasi ulang pemahaman kita tentang variasi manusia dan sejarah manusia," kata Reich seraya menambahkan bahwa Paabo pelopor bidang ini.

Penghargaan di bidang kedokteran sekaligus mengawali pekan pengumuman Nobel. Acara berlanjut pada Selasa 4 Oktober dengan pemberian penghargaan di bidang fisika, dilanjut dengan bidang kimia pada Rabu 5 Oktober dan bidang sastra pada Kamis 6 Oktober. 

Penghargaan Nobel Perdamaian 2022 akan diumumkan pada Jumat 7 Oktober dan penghargaan ekonomi pada 10 Oktober.

Penerima penghargaan kedokteran tahun lalu adalah David Julius dan Ardem Patapoutian, atas penemuan mereka tentang bagaimana tubuh manusia merasakan suhu dan sentuhan.

Penghargaan ini disertai hadiah uang tunai sebesar 10 juta kronor Swedia (hampir $900.000) dan akan dibagikan pada 10 Desember. Uang tersebut berasal dari warisan yang ditinggalkan oleh pencipta penghargaan, Alfred Nobel, yang meninggal pada 1895.


Neanderthal, Makhluk Cerdas Mirip Manusia yang Punah 40 Ribu Tahun Silam

Neandhertals yang sangat mirip dengan manusia.(National History Museum)

Berbicara terkait makluk purba, ada Neanderthal yang merupakan salah satu makhluk hidup yang menjadi cerminan manusia sejak pertama kali mereka ditemukan pada 1856. Apa yang diketahui adalah mereka dibentuk agar sesuai dengan tren budaya, norma-norma sosial, dan standar ilmiah kita.

Mereka juga telah berevolusi dari spesimen yang ‘sakit’ menjadi saudara sub-manusia primitive yang seiring berjalannya waktu menjadi manusia di era yang maju.

Menurut sejarah, Homo Neanderthalensis sangat mirip manusia dan kabarnya melakukan kawin silang. Tetapi, apa penyebab mereka punah sedangkan kita masih bertahan hidup, berkembang, dan mengambil alih planet Bumi?

Neanderthal berevolusi lebih dari 400.000 tahun yang lalu, yang kemungkinan besar berasal dari nenek moyang sebelumnya, Homo Heidelbergensis. Mereka sangat berhasil dan menyebar ke seluruh area dari Mediterania ke Siberia. Mereka sangat cerdas, dengan otak rata-rata lebih besar dari otak Homo sapiens, seperti dikutip dari laman Physc Org, Rabu (7/9/2022).

Mereka berburu binatang buruan berukuran besar, mengumpulkan tanaman, jamur, dan makanan laut, mengendalikan api untuk memasak, membuat alat komposit, membuat pakaian dari kulit binatang, membuat manik-manik dari kerang, dan mampu mengukir simbol-simbol di dinding gua.

Mereka juga diketahui merawat anak-anak yang muda, orang tua, dan lemah, menciptakan tempat berlindung untuk perlindungan, hidup melalui musim dingin yang buruk dan musim panas yang terik, dan mereka juga menguburkan orang yang mati.


Kepunahan Neanderthal di Bumi

Perbandingan kerangka Neanderthal (kiri) dan Homo Sapiens (kanan).(National History Museum)

Perbedaan paling signifikan antara Neanderthal dan Manusia adalah bahwa mereka punah sekitar 40.000 tahun yang lalu. Dan kita masih belum mengetahui apa penyebab pasti kematian mereka, tapi, mengutip phys.org, mereka menyebutkan bahwa hal itu mungkin hasil dari kombinasi beberapa faktor.

Pertama, iklim zaman es terakhir yang sangat bervariasi, beralih dari dingin ke hangat dan kembali lagi, yang memberi pengaruh pada sumber makanan hewan dan tumbuhan, dan berarti Neanderthal terus-menerus harus beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Kedua, jumlah Neanderthal tidak pernah sebanyak itu, dengan populasi keseluruhan tidak pernah melebihi puluhan ribu.

Mereka hidup dalam kelompok yang terdiri dari lima hingga 15 individu, dibandingkan dengan Homo Sapiens yang memiliki kelompok hingga 150 individu.

Populasi Neanderthal bisa dibilang kecil dan terisolasi, dan secara genetik hal ini mungkin semakin tidak berkelanjutan.

Ketiga, ada persaingan dengan predator lain, terutama kelompok manusia modern yang muncul dari Afrika sekitar 60.000 tahun yang lalu. Muncul spekulasi bahwa banyak Neanderthal mungkin telah berasimilasi ke dalam kelompok Homo sapiens yang lebih besar.

Selengkapnya di sini...

Infografis 9 Tips Lansia Tetap Sehat Bebas Covid-19 (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya