Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, mengungkapkan beberapa faktor penyebab ekonomi Indonesia masih bisa bertahan di tengah kondisi krisis secara global.
Menurut Mahendra faktor penyebab Indonesia tidak terdampak krisis karena pertama, pengelolaan ekonomi Indonesia relatif jauh lebih baik dibanding negara-negara lain yang saat ini diambang krisis.
Advertisement
Kedua, ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh cepat karena faktor produksi, jumlah tenaga kerja, pasar dalam negeri, dan jumlah investor dalam negeri di Indonesia semakin besar.
“Faktor-faktor ini yang bisa membatasi memitigasi dampak dari ekonomi global yang buruk kepada Indonesia. Momentum pertumbuhan ekonomi yang baik tadi bisa kita jaga,” ujar Mahendra dalam Sosialisasi dan Edukasi Pasar Modal Terpadu 2022 di Universitas Sumatera Utara, Selasa (4/10/2022).
Berbicara kepada mahasiswa Universitas Sumatera Utara, Mahendra menyebut generasi muda menjadi sentral dari pertumbuhan yang berkelanjutan di Indonesia.
“Ini yang akan menjadi taruhan atau kunci utama apakah kita bisa tumbuh terus sekalipun kondisi global memburuk, ataupun bahkan bisa tumbuh lebih tinggi. Kuncinya ada di kebanyakan di seluruh generasi muda yang mayoritas sekarang di Indonesia," ujar Mahendra.
Mahendra menambahkan, dengan adanya kualitas sumber daya manusia, kemampuan daya beli, pemahaman mengenai berinvestasi, maka pasar dalam negeri Indonesia akan semakin besar.
"Jadi, Indonesia tidak akan bergantung lagi pada efek persoalan ekonomi dunia,” pungkas Mahendra.
Ketua OJK Mahendra Siregar Paparkan Potensi Resesi Global hingga Prospek Ekonomi 2023
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, resesi global hampir pasti akan terjadi. Setidaknya, resesi global terjadi pada 2023 dan kemungkinan terjadi lebih cepat dari itu.
"Saya rasa memang kita paham bahwa resesi global hampir pasti akan terjadi. Setidaknya pada 2023, kalau tidak lebih cepat dari itu,” kata Mahendra dalam konferensi pers, Senin (3/10/2022).
Namun, Mahendra menyebutkan, terdapat sejumlah hal yang belum dapat diperkirakan, seperti kondisi seberapa berat dan berapa lama. Meski demikian, ia tetap optimistis perkirakan ekonomi Indonesia pada 2022 dan 2023 tetap tumbuh di atas 5 persen.
"Oleh karena itu, kita harus lihat dua kondisi ini dalam perspektif lengkap. Terkait kebijakan relaksasi, kami tentu saat ini dalam konteks itu belum bisa menyebutkan bagaimana persisnya dan apakah dibutuhkan,” kata dia.
Mahendra menjelaskan, upaya pihaknya menjaga pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan sesuai sasaran yang ditetapkan pemerintah.
Advertisement
Selanjutnya
"Jadi sasaran yang akan dijaga oleh sektor jasa keuangan dalam perannya mencapai tingkat pertumbuhan itu. Sekiranya dalam perkembangan nanti kalau diperlukan kebijakan untuk mencapai sasaran itu akan dirumuskan dan ditetapkan,” kata dia.
Mahendra juga menuturkan, OJK menilai stabilitas sistem keuangan terjaga dan kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan membaik, yang berkontribusi terhadap berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional di tengah pelemahan ekonomi dan inflasi global yang tinggi, pengetatan kebijakan moneter yang agresif, dan peningkatan tensi geopolitik yang berkepanjangan.
"Sebagai respons dari peningkatan tekanan inflasi, Bank Sentral utama di dunia menaikkan suku bunga kebijakan (policy rate) dan berencana mempercepat laju pengetatan kebijakannya meski kebijakan tersebut dapat menyebabkan penurunan laju pertumbuhan ekonomi. Stance kebijakan moneter ini dilakukan oleh mayoritas bank sentral global termasuk Bank Indonesia yang menaikkan BI7DRR sebesar 50 bps,” ujar dia.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Hal tersebut mendorong kekhawatiran resesi global meningkat, sehingga lembaga internasional seperti Bank Dunia, ADB, dan OECD menurunkan outlook pertumbuhan ekonomi global.
Di tengah revisi ke bawah outlook pertumbuhan global, prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dinaikkan pada 2022 seiring dengan masih tingginya harga komoditas dan terkendalinya pandemi.
Indikator perekonomian terkini juga mengkonfirmasi berlanjutnya kinerja positif perekonomian Indonesia, antara lain terlihat dari neraca perdagangan yang melanjutkan surplus, Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur di zona ekspansi, dan indeks kepercayaan konsumen yang tetap optimis.
“Optimisme, berdasarkan data yang kami miliki sampai saat ini terjaga baik. Dengan perkembangan kondisi global yang berat namun prakiraan pertumbuhan dan stabilitas ekonomi Indonesia terjaga baik, optimisme itu saya rasa kita tempatkan di kondisi realistis. Yaitu kita jaga stabilitas dengan baik dan kebijakan serta fasilitas yang dibutuhkan. Namun waspada dan pahami risiko transmisi dari ekonomi global yang semakin berat,” pungkasnya.
Advertisement