Cerita Aremania tentang Kekacauan Berujung Tragedi Maut di Kanjuruhan

Aremania menuding tindakan berlebihan aparat keamanan jadi pemicunya.

oleh Zainul Arifin diperbarui 04 Okt 2022, 16:05 WIB
Suporter membawa seorang pria yang terluka menyusul kerusuhan pada pertandingan sepak bola antara Arema Vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, 1 Oktober 2022. "Masih ada 180 orang yang masih dalam perawatan. Dari 40 ribu penonton, tidak semua anarkis. Hanya sebagian, sekitar 3.000 penonton turun ke lapangan," kata Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta. Hingga kini, data korban meninggal dunia masih terus bertambah. (AP Photo/Yudha Prabowo)

Liputan6.com, Malang - Laga Arema versus Persebaya di Stadion Kanjuruhan Malang berakhir menjadi tragedi maut. Usai pertandingan, pecah kekacauan yang menyebabkan sebanyak 125 orang meninggal dunia. Aremania menuding tindakan berlebihan aparat keamanan jadi pemicunya.

Yoga Kumud, seorang Aremania Kampus, mengatakan saat itu ia dan kawan-kawannya berada di Tribun Utara gate 5 Stadion Kanjuruhan Malang. Kerusuhan pecah tak lama setelah wasit meniup peluit tanda pertandingan selesai.

"Ketika pertandingan selesai, memang benar ada dua orang masuk kawan Aremania masuk ke dalam lapangan," kata Yoga.

Keduanya hanya ingin memeluk dan menghampiri pemain yang masih terduduk lesu di tengah lapangan. Sedangkan pemain dan ofisial Persebaya sudah lari masuk ke ruang ganti di dalam stadion. Tak ada sedikitpun niat mereka menyerang pemain.

Yoga menambahkan, Steward atau petugas keamanan lokal dari panitia pelaksana langsung mengamankan kedua dua suporter itu. Kejadian itu menyebabkan salah paham memicu sebagian Aremania di tribun timur dan selatan bergerak turun.

"Aparat keamanan yang berada di sentel ban lalu mundur ke bench pemain," ujarnya.

Ketika semakin banyak Aremania turun ke lapangan, tiba - tiba petugas menembakkan gas air mata ke gate 6 dan 7, lalu menyusul ditembakkan ke gate 8 dan 9. Tak lama, tembakan diarahkan ke tribun selatan. Padahal sebagian besar suporter yang semula berada di tengah lapangan sudah bergerak mundur.

"Say lihat tembakan terus banyak di arahkan ke tribun selatan terutama di gate 10 sampai 14," cerita Yoga.


Kabur dari Gas Air Mata

Saat kondisi kacau, banyak yang coba turun ke tengah lapangan. Bukan untuk menyerang petugas, melainkan meyelamatkan diri dari asap gas air mata. Tapi saat itu masih saja ada yang mendapat pukulan dari petugas.

"Sedangkan yang tak bisa turun, akhirnya berdesakan mencoba keluar. Itulah yang membuat ada penumpukan massa dan banyak korban," ucapnya.

Tembakan gas air mata itu semakin menyulut amarah Aremania. Terutama begitu mendengar ada korban meninggal dunia. Amuk massa tak tertahankan, meluapkan emosinya dengan merusak kendaraan petugas.

Di tengah kekacauan tersebut, Yoga memilih bertahan di tribun Utara hingga suasana benar-benar sepi. Termasuk saat semua personel keamanan mulai berangsur keluar dari stadion. Ketika itu di luar sudah banyak suporter tergeletak lemas dan ada pula yang meninggal dunia.

"Kami meyesalkan mengapa gas air mata itu ditembakkan ke arah tribun yang saat itu masih banyak penonton," ujarnya.

Infografis Tragedi Arema di Stadion Kanjuruhan Malang. (Liputan6.com/Abdillah)
Aparat keamanan melepas tembakan gas air mata untuk menghalau massa dalam kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Malang pada Sabtu, 1 Oktober 2022 (Liputan6.com/Zainul Arifin)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya